Dream

384 33 1
                                    

Coba baca yukk ❤

~●●●~


November. Bulan dimana puncak musim gugur. Pohon-pohon meranggas menggugurkan apapun yang ada padanya. Ntah daun atau buah. Para petani sedang sibuk memanen sekarang. Beberapa orang memilih membunuh mata dengan pemandangan orange kemerahan dari atas bukit. Sisanya masih betah bergelung dengan beberapa berkas dan saham.

November. Sebulan lagi sebelum hawa dingin menyelimuti. Mungkin hanya spesies manusia saja yang menyukai bulan ini. Tapi rekan satu kingdomnya justru dibuat sibuk karenanya. Disaat pohon menjatuhkan daun-daunnya untuk menyelimuti tanah agar hangat, beberapa hewan justru mencari cara lain untuk mencari persiapan kehangatan. Mencari makanan, mencari rumah hingga mencari partner kawin.

November. Ada kalanya langit tak sebiru kemarin. Ada saatnya udara tak sekering kemarin. Ada waktunya ketika hujan terkadang mampir sekedar iseng membasahi bumi.

November. Masih sama. Seorang gadis masih terpejam.
Rapat.
Tak terganggu.
Tenang.

Sesekali mata itu terbuka lemah. Sekedar memastikan jika yang dilihatnya masihlah deretan lampu terang dengan dasar warna putih. Tak berubah memang sejak beberapa minggu lalu. Hanya cukup memastikan sebelum mata itu kembali terpejam.

Hangat. Sebuah lengan kekar hangat yang mejadi selimut dikala tidurnya. Deru nafas meniup pucuk kepalanya seolah tak mengganggu. Aroma maskulin menenangkan menjadi pengantar tidurnya. Setidaknya saat memejamkan mata ia bisa merasakan itu.

Mata itu kembali terbuka. Kali ini cukup lama. Mengerjap beberapa kali sebelum terbuka sempurna. Deretan lampu itu masih sama. Aroma amoniak bukan hal asing bagi hidung kecilnya.

Kepalanya bergerak pelan, seolah akan patah jika digerakkan dengan sembarangan. Ia melihat titik titik air dijendela. Sepertinya gerimis. Sorot itu menatapnya tak minat.

Telinganya hanya bisa mendengar bunyi nafasnya sendiri, bunyi teratur alat monitor disebelah brangkar, suara langkah kaki samar, dan suara pintu yang terbuka.

Kali ini suara melengking itu juga turut menyapa pendengarannya. Bukan, bukan suara ini yang ia nanti. Matanya kembali terpejam. Mengulik dalam di sudut memori otaknya bagaimana suara bariton itu memanggil namanya. Bagaimana suara husky dalam itu mengucapkan cinta. Hah, sungguh nyaman.

Sebuah alat serupa masker oksigen masih betah menempel di hidung dan bibir minimalis itu. Haah.... haaah... haahh..
Hanya itu yang sanggup keluar dari tenggorokannya dengan susah payah.

Desember. Perlahan butiran butiran putih itu mulai berjatuhan. Menutup semua yang berwarna menjadi satu warna.

Si gadis masih betah berbaring dengan mata terpejamnya. Warna hidupnya seolah ikut tertutup salju. Ada sesuatu yang membuatnya sangat betah menutup mata. Menolak kenyataan.

Mungkin ini salah satu caranya untuk merajuk kepada semesta. Beraninya Dia menghidupkannya lagi namun menghilangkan yang lain? Tidak. Ironi tak pernah sekalipun masuk ke dalam daftar hidupnya. Ia lebih suka dramatik, dengan skenario dan tokoh yang jelas.

"Apapun yang ku lakukan semua untukmu bee. Jangan membenciku karena sekarang aku adalah kau. Selamat tinggal sayang, aku mencintaimu.."

Pendengarannya sedikit samar saat itu. Efek bius yang mulai menjalar merenggut kesadarannya. Suara bariton lembut di telinga kirinya justru terdengar jelas.

Tidak. Sepertinya itu bukan suara Chanyeolnya. Mungkin itu hanya salah satu adegan dari salah satu drama yang ia lihat. Benar bukan? Mungkin Baekhyun terlalu merindu kekasihnya. Ia membayangkan suara itu adalah suara favoritnya. Ya. Hanya membayangkan. Hanya imajinasinya saja. Tidak mungkin itu nyata.

Kali ini salju tidak turun. Meninggalkan ranting-ranting pohon telanjang tanpa apapun yang menyelimutinya. Mata indah itu seperti lelah terpejam. Hah, dia sangat merindukan pria besar itu. Salju diluar, ranting yang bergoyang mengetuk jendelanya, suara monitor detak jantung dan hilir mudik orang yang bergantian mengunjunginya seakan adalah alam mimpi baginya. Saat ia terpejam. Saat lengan kekar kembali merengkuh tubuh mungilnya, saat aroma maskulin menguasai hidungnya itulah dunianya.

"Apapun yang ku lakukan semua untukmu bee. Jangan membenciku karena sekarang aku adalah kau. Selamat tinggal sayang, aku mencintaimu.."

Hah, baiklah. Suara itu mulai mengisi ruang kepalanya saat memejamkan mata. Sebenarnya drama apa yang ia lihat sampai potongan dialog itu begitu terngiang di benaknya. Tapi bukankah itu terlalu nyata dari sekedar acara TV belaka? Bukankah suara familiar itu bukan berasal dari salah satu aktor tampan favoritnya? Bagaimanapun ia menolak di benaknya ia hafal betul suara Chanyeolnya.

Masih teringat jelas suara bariton itu mengucapkan kata perpisahan di batas ambang kesadarannya saat obat bius mulai mengalir. Tak bodoh bagi otak Baekhyun mencerna kata-kata itu. Tapi cukup tolol untuk menerima kenyataannya.

Jantung Chanyeolnya berdetak di dadanya.

Story (Chanbaek GS) -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang