Best Ending

918 55 20
                                    

Udah ending guys :')

Coment yaa...
Buat masukan untuk karya selanjutnya..
Sejatinya saya hanyalah penulis amatir yang memiliki segudang kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat author perlukan. So, ditunggu komennya yaa 😉

Happy reading ❤

~●●●~

"Baek.. neo gwenchana?" Jongdae membelai lembut kepala gadis yang masih enggan untuk beranjak dari kasur empuk nyamannya. Masih teringat jelas bagaimana histeris dan menyedihkannya tangisan adiknya beberapa saat lalu.

Baekhyun masih enggan menjawab. Masih meringkuk dibalik selimut tebal yang menutupi hingga bagian dagunya, memunggungi Jongdae yang duduk di sampingnya. Tatapannya sudah tidak kosong lagi. Mata sipitnya bengkak memerah akibat menangis hebat tadi. Tapi itu membuatnya menjadi terlihat hidup. Bukankah wajar jika menangis ketika kehilangan bukan?

"Baek... apa yang kau fikirkan?" Kembali Jongdae tak menyerah membuat bibir tipis itu bersuara.

"Oppa.." suara lirih Baekhyun bahkan hampir tak terdengar.

Tapi tidak bagi telinga Jongdae. Karena sejatinya ia hanya mengaharapkan suara Baekhyun. Bahkan dengan suara nyaris berbisik itu ia mendengar jelas. Jongdae menggeser duduknya. Lebih mendekat pada gundukan selimut didepannya.

"Katakan baek.."

"Oppa... apa.. apa aku egois?" Sedikit keraguan pada pertanyaan yang dilontarkan bibir mungil itu.

"Dia... dia benci ditinggalkan. Dia trauma akan kehilangan. Dan aku, bahkan dengan tidak tau malunya menyembunyikan kondisiku meskipun mengetahuinya."

Baekhyun bangkit dan duduk menghadap Jongdae. Selimut tebalnya masih menutupi area kakinya. Kepalanya tertunduk dalam melihat jari-jarinya memainkan selemutnya.

"Seharusnya.. seharusnya aku jujur padanya tentang kondisiku. Menjelaskan seberapa parahnya aku dan berapa lama waktuku." Bahunya bergetar menandakan akan ada ronde berikutnya dari kegiatan 'mari menangis sepuasnya' itu.

"Jika aku mengatakan sebelumnya.. jika.. jika bahkan ia meninggalkanku setelahnya.. aku.. aku.. hiks.. aku rela oppa... dia.. dia pantas mendapatkan yang lebih baik. Dia pantas untuk bersanding dengan seseorang dengan menyandang status selamanya. Aku.. egois... hiks.. aku.. hiks.. oppa.. bukankah aku yang membunuhnya?" Kepalanya terangkat. Sudah tak bisa digambarkan bagaimana rupa cantik menawan itu sekarang. Bibirnya bergetar, pipi dan hidungnya semerah tomat sekarang. Mata puppy itu mengalirkan air mata bak hujan di musim gugur sarat akan rasa pilu yang teramat sangat.

Hati Jongdae seakan tercubit. Nyeri dan ngilu secara bersamaan. Ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Baekhyun sekarang. Ia menarik tubuh mungil itu kedalam dekapannya. Ia tak tahu kalimat apa yang bisa menghibur adik kecilnya ini. Hanya dekapan erat yang bisa ia berikan. Berharap sedikit saja bisa menyalurkan kekuatan untuk si mungil.

"Mianhae Baek-ah... jongmal mianhae.."

"Oppa... hiks.. aku.. aku tidak membunuhnya kan? Aku.. hiks.. aku merindukannya.. a-ak hiks.. ak-aku.." suaranya tersendat akibat tangis. Baekhyun bahkan tak bisa melanjutkan kata-katanya. Nyeri hatinya sangat membuatnya tersiksa. Merindukan sosok yang tak mungkin lagi bisa dia jumpa.

Suasana pilu menyelimuti kamar nuansa peach itu. Dua kakak beradik masih saling memeluk. Yang satu mencoba memberi kekuatan, sedangkan yang satu sudah hampir lebur tak bersisa.

~○○○~

Baekhyun bangkit perlahan dari ranjangnya. Ia berjalan kearah jendela dan menyibak tirai dan membuka jendela balkon kamarnya. Membiarkan aroma musim semi menyapa penciumannya.

Story (Chanbaek GS) -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang