Tears

442 48 1
                                    

Holaaaa...

New chapter is here...

Vote dan komen ya 🙏

Happy reading ❤

~●●●~

Baekhyun duduk bersandar di atas kasur empuknya. Pandangannya lurus menatap luar jendela disisi tempat tidurnya. Selimut tebal menutupinya sebatas paha. Seluruh peralatan yang menempel padanya tadi sudah dilepas. Kedua tangannya memegang ponsel. Ia larut akan pikirannya yang ntah apa itu.

Cklek.
Suara pintu kamar itu terbuka. Seorang pria dengan senyuman di bibir khasnya datang. Duduk di sisi ranjang dan mengambil alih tangan yang memegang ponsel itu.

Baekhyun tersentak kaget. Ia tidak menyadari ada orang yang masuk ke kamarnya.

"Apa yang kau fikirkan Baek-ah?" Jongdae mengambil ponsel Baekhyun dan menaruhnya diatas nakas.

Tangan Baekhyun mencegahnya. Kembali menggenggam ponselnya seolah benda itu adalah anaknya.

"Kau menunggu sesuatu Baek? Apa kau menunggu telpon?"

Baekhyun tidak menyahut. Ia memandang Jongdae dengan tatapan sedih. Matanya berkaca-kaca. Mulutnya ingin mengatakan sesuatu. Tapi otaknya mencegahnya. Sejatinya ia ingin mengungkapkan kegundahan hatinya, kegalauannya, kebimbangannya pada kakaknya ini. Tapi ntah mengapa bibir mungil itu terkatup rapat. Ia menunduk kemudian.

Jongdae mengelus surai coklat madu itu. Ia tau apa yang ingin dikatakan adik kecilnya. Tapi ia hanya bisa menunggu.

"Baek, mau mendengar cerita?"

Kepala Baekhyun terangkat pelan. Menatap manik sayu kakak sepupunya. Ia menatap penasaran. Sepertinya mendengarkan cerita tidak buruk juga.

Sorot mata ingin tahu tersebut membuat Jongdae tersenyum. Ia kemudian naik keatas ranjang dan ikut duduk disebelah Baekhyun.

"Ada seseorang pria."

Baekhyun masih menatap penasaran.

"Pria itu seorang penggila kerja. Sebenarnya ia dari kalangan sendok emas. Tapi ia ingin membuktikan kepada orang-orang diluar jika ia bisa berkembang tanpa bantuan dari keluarganya." Jongdae menjeda kalimatnya. Melirik Baekhyun sejenak. Dan melanjutkan kembali ceritanya.

"Ia bekerja dari pagi sampai bertemu pagi. Baginya teman itu tidak penting dan tidak ada yang bisa dipercaya. Hanya kolega dan relasi bisnis yang ia anggap. Suatu hari ia terpuruk, usahanya hampir jatuh untuk ke puluhan kali. Ia putus asa dan ingin menyerah. Tidak ada yang bisa ia ajak bicara atau berbagi beban. Terlalu malu pada keluarganya dan tidak mempercai siapapun diluar sana. Saat itu ia sedang melewati sebuah taman. Ia menendang batu karena kesal ditolak oleh salah satu investornya. Tak sengaja batu itu mengenai kepala seorang anak kecil yang sedang bermain sehingga berdarah."

Ekspresi Baekhyun mulai berubah. Ia menikmati cerita itu.

"Pria itu bingung apa yang harus ia lakukan. Ia melihat darah mulai mengalir dari pelipis anak itu. Sedangkan anak itu sudah tidak sadarkan diri. Pria itu melakukan pertolongan pertama dengan mengikat kepala anak itu dengan dasi yang ia pakai agar darahnya berhenti mengalir. Saat itu posisi mereka terlalu jauh jika ke rumah sakit. Pria itu melihat sekeliling dan melihat ada papan penunjuk arah sebuah praktek dokter anak berjarak 500 meter dari tempatnya. Pria itu berlari menggendong anak kecil itu sampai ke depan sebuah rumah yang digunakan untuk praktek. Kau tau apa yang lebih sial lagi?"

Baekhyun menggeleng cepat. Ia mengubah posisinya menjadi duduk bersila menghadap Jongdae.

"Tempat praktek itu sedang tutup."

Story (Chanbaek GS) -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang