chapter 11

15 7 0
                                    

"Kak Radit?! Lo ngapain Kak hah?" ucapnya, ia terkejut saat membuka matanya terdapat Kak Radit di sampingnya

"Berisik, ya.. gua jenguk sekaligus ngerawat lu," jawabnya santai

"N-nyokap gua m-mana?" ia kebingungan

"Pulang sebentar, ada urusan," imbuh Kak Radit.

Bulan meraih handphone-nya yang berada di samping kasur, dia berusaha untuk memanggil Ratuna, dengan tujuan mengantikan Mamanya menjaga Bulan. Baru saja terdengar nada dering, handphone tersebut telah direbut oleh Kak Radit. Telepon itu pun terputus seketika.

"Gua aja yang jagain lu, please," pintanya

"Gua janji ga akan bahas itu, sekarang izinkan gua buat jagain lu, bisa," tambahnya

"Mau sarapan apa?" tawarnya

"Gausah, nanti juga ada suster bawain makanan," jawabnya.

Benar saja, 2 perawat memasuki ruang kamar Bulan dengan membawa makanan. Masing-masing dari perawat ada yang mengatur posisi untuk makan, dan juga menggantikan kantung infusnya. Setelah itu semua, perawat mengingatkan Bulan agar menghabiskan makannya juga diminum obatnya.

Sebelum keluar dari ruangan, perawat tersebut mengatakan bahwa nanti beberapa jam lagi akan ada dokter datang memeriksa keadaan Bulan. Perawat tersebut bermaksud agar Bulan bisa mempersiapkan dirinya.

Kak Radit mengetahui hal itu segera menghibur Bulan, tidak lama kemudian, ia sudah merasa tenang. Begitu cemas dirinya ketika dokter sudah masuk ke ruang kamar Bulan. Dokter tersebut membawa banyak sekali peralatan medis.

Saat diperiksa, refleks tangannya Bulan memegang erat tangan Kak Radit. Mengetahui ia sedang ketakutan, sengaja ia mengelus lembut tangannya itu. Usai diperiksa, dokter menjelaskan bahwa kondisinya sudah semakin membaik, ia mengatakan kemungkinan beberapa hari lagi Bulan sudah sembuh.

"Sepenakut itu sama dokter?" tanyanya

"Iya, gua trauma sama dokter," jawabnya dengan pelan

"K-kenapa?" tutur Kak Radit

"Ngga tau? Udah dari kecil," imbuh Bulan

"Eh itu makanannya masih ada, abisin yuk?" sempat Bulan enggan menghabiskan makanan, namun dengan ajakan suapan dia menganggukkan kepalanya.

Begitu manis perlakuannya terhadap Bulan. Hingga tak sadar kalau dia sedang membencinya. Ia bahkan percaya bahwa perlakuan manisnya itu hanyalah bualan Kak Radit agar ia mau memaafkan kesalahannya.

Namun karena tau kondisi Bulan yang sedang sakit, Kak Radit memintanya untuk tidak membahas hal itu lagi, jika terus-terusan dibahas akan membuat dirinya tambah sakit hati.

Menghabiskan waktunya bersama Kak Radit. Gelak tawa dari candaan Kak Radit sukses membuat Bulan terhibur. Selain itu mereka berdua asyik bercengkrama, membahas tentang rapat osis, dan masih banyak lainnya hingga tak sadar waktu sudah sore hari.

Mama Bulan sudah tiba di rumah sakit, awalnya Kak Radit ingin menemaninya higga esok hari, tetapi mengingat dia tengah sibuk menjalani aktifitasnya, ia pun segera berpamitan, dan berjanji untuk menjenguknya kembali.

"Tante, saya izin pamit ya, terimakasih udah percaya sama saya buat jaga Bulan Tante," ucapnya sembari menuju pintu

Mama Bulan segera mengambil beberapa snack untuk diberikan kepada Kak Radit. "Iya terimakasih ya udah jagain anak Tante, ini ada beberapa cemilan, jangan lupa dimakan ya,"

"Wah terimakasih banyak, Lan, semangat ya! Semoga cepat sembuh cantik," balasnya

"Iyaa thanks, besok jangan lupa kesini lagi," ucapnya diikuti dengan anggukan Kak Radit.

Malam ini sangatlah sepi, cuma Mama-nya saja menemani Bulan. Suara televisi membuat ramai kamar Bulan. Tak lama seorang perawat memasuki ruangan, ia tahu kalau sudah waktunya jam makan malam.

Tak bosan-bosan juga perawat mengingatkan Bulan untuk jangan tidur terlalu larut, dan mengkonsumsi obat sebelum ia tidur. Setelah makan malam, agar tidak membuat suasana canggung, Mama Bulan mengajak Bulan berbincang dengannya.

"Cowo tadi perasaan ga asing deh bagi Mama," ucapnya

"Perasaan Mama aja kali, baru ketemu juga kan?" jawabnya santai

"Namanya siapa? Tadi belum sempat tanya," tuturnya

"Kak Raditya Ma... Udah ah tanya dia mulu," gerutu Bulan

"Raditya.. Ahh anaknya Bu Husni itu, temen lama Mama, pantes ga asing," jelasnya

Bulan mengambil sesendok nasi lalu dilahapnya. "Serius Ma? Kok Mama ga cerita sih?"

"Yaa tadinya mau cerita cuma keburu lupa hehe," balasnya.

Mama Bulan tahu anaknya akan manja seperti ini ketika sedang sakit, namun ia tak mempermasalahkan hal itu, terpenting baginya adalah cukup membuat anak putri pertamanya itu senang dan bisa sehat kembali.

Namun sedihnya yaitu sebenarnya Bulan kerap manja terhadap Papa-nya, ia sedih, Papa-nya sama sekali tidak menjenguknya dikala ia sakit, padahal Bulan sangat sekali butuh sosok Papa disampingnya. Kini seorang Mama-nya lah yang bertugas untuk menjadi sosok Papa baginya.

Disaat sakit seperti ini, Bulan berfikir pasti Papa-nya sedang bersama perempuan gila, dan menikmati makan malam bersama di suatu restoran mewah tanpa memikirkan kondisi anak perempuannya itu. Tentu saja Bulan ingin marah terhadapnya, tetapi melihat wajahnya saja sudah ingin pergi jauh darinya.

"Mama kenapa ga lawan Papa aja sih? Mama kan kuat," lontar Bulan tiba-tiba

"Denger Mama, Mama bisa aja lawan Papa kamu itu, tapi, coba kamu berfikir kembali, kalau Mama lawan, berarti Mama sama jahatnya dong dengan Papa?" sahutnya disusul dengan anggukan kepala

"Jadi, daripada Mama jahat juga, mending Mama sama Papa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin, dan kita udah sepakat untuk berpisah satu sama lain tanpa ada rasa penyesalan sekalipun," tambahnya.

Kini tetesan air mata telah turun ke wajahnya, melihat anaknya sedang menangis, segera ia seka air mata tersebut menggunakan tissue disampingnya itu. Tak tega melihat kedua putrinya begitu kehilangan sosok Papa di kehidupannya. Kini tak ada lagi sosok laki-laki yang kerap bisa melindungi keluarganya itu.

"Permasalahan ini Mama anggap impas, karena mungkin aja selama Mama tinggal sama Papa, Mama ada salah dengannya, jadi ini bentuk karma Mama karena mungkin udah jahat sama Papa," bibirnya bergetar hebat

Sambil menyeka kembali air mata itu, Mama Bulan memberikan sebuah nasihat. "Makanya Kak, kalau kamu ada bermasalah sama satu laki-laki, cukup dengar omongannya, dan selesaikan dengan kepala dingin. Maafkan dia jika dia benar-benar tidak mengulangi kesalahannya lagi,"

"Ah ya, anaknya Tante Husni ganteng tuh, mana anak osis, cocok kalian berdua, gih jadian," godanya

"Mama mau jodohin Bulan sama dia? Ga ah, ada-ada aja," tolaknya

"Padahal Mama udah bayangin kamu nikah sama dia," godanya kembali

"Maaa udah deh," balasnya sambil tersipu malu

Dari nasihatnya itu membuat ia sadar, mungkin saja Bulan terlalu cepat untuk menyimpulkan suatu permasalahan tanpa mendengarkan penjelasannya. Oleh karena itu ia akan memaafkan kesalahannya. Ia yakin sepenuhnya bukan salah Kak Radit, melainkan ada sesuatu yang menyuruhnya melakukan hal itu.

5 Hari sudah berlalu, kini kondisi Bulan sudah pulih kembali. Dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa pulang ke rumah, asal dengan syarat menggunakan alat gips tangan. Tak lupa juga dokter meresepkan obat, dan menjadwalkan kapan saja rawat jalan dilakukan.  

KETOS [ KETUA OSIS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang