chapter 16

8 1 2
                                    

"Lan, udah denger kabar Kaila? Dia balik lagi," gosip pagi-pagi dari Ratuna

"Oh.. Terus?" polosnya Bulan

"Ya lu ga kesel? Dia loh yang hancurin—" terputus omongan Ratuna

"Jangan. Bacot. Ganti topik ah," sambungnya penuh tekanan.

Bel masuk berbunyi, ia menuju ke kelas. Perasaannya begitu resah mengetahui Kaila kembali, akankah kejadian dahulu terulang lagi? Bagaimana jika ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri? Dan masih banyak lagi pertanyaan menghantui isi kepala Bulan.

Tidak hanya itu saja, Kaila semakin kuat melawan Bulan. Ia memiliki lingkaran pertemanan, yang mana sangat bahaya jika ada seseorang mengacaukan Kaila beserta teman-temannya itu. Tak ada seorangpun kini berani melawan Kaila, kecuali Bulan.

Berjalan santai saat menuju kantin, seperti tak ada masalah apapun. Tetapi, takdir mempertemukan dia dengan Kaila. Berusaha setenang mungkin menghadapi rencananya Kaila. Ia pastikan rencana Kaila hari ini akan gagal sepenuhnya.

"Guys, liat deh ada siapa ini," ucap Grace—teman Kaila

"Hai cewe demek. Udah lama ya ga ketemu?" tanyanya

"Oh, hai. Welcome back. Tapi, gua harap lo ga kembali sih," desis Bulan

"Beraninya lo ya. Pantesan Radit ogah sama modelan gini, demek, anak piatu, aneh lo," lontar Kaila

"Tsk, Kak Radit mana mau sama cewe yang licik cuma demi bisa deket sama dia," balasan Bulan menuai emosi Kaila

"Lo sengaja mancing emosi gua ya," ujar Kaila.

Dibantingkan tubuhnya ke permukaan. Ia meringis kesakitan. Ditambah dengan tangannya mengenai tanah membuat dirinya semakin sakit. Ingin bangkitkan tubuhnya, namun apalah daya jika ia melawan hanya satu tangan saja. Pasrah, menjadi satu-satunya jalan yang ia dapatkan.

Teman-teman Kaila ikut memukuli, tendang, dan menghantam keras kepalanya ke dinding.  Kaila menahan Bulan, lalu ia bertindak mengambil kalung kesayangan Bulan. Dikatakan kesayangan, sebab kalung tersebut merupakan pemberian dari ayahnya saat itu.

Tak sampai disitu, abis-abisan bajunya terkena noda dari sisa-sisa makanan mereka. Jeffry serta Aldo yang melihat kejadian tersebut, langsung mengabari Kak Radit. Segera Kak Radit berlari menyusul mereka di kantin.

"KAILA, STOP!" teriaknya membuat seluruh kantin heboh melihatnya

"Kak, i-ini gak seperti yang Kakak kira, d-dia pelakunya," ucap Kaila terbata-bata dengan wajah melasnya.

"CUKUP YA LA, LO LICIK. LO BRENGSEK. LO MANFAATIN TEMEN GUA CUMA DEMI GUA," bentaknya.

"Dit, udah, Dit, jangan emosi." Jeffry menenangkan.

"PERGI!" bentaknya, laki-laki itu meneteskan air matanya.

"Oke, fine! Lo pahami ini Bulan, kalung ini, ga akan bisa lo rebut." Matanya mengarah pada Bulan, dan pergi membawa kalung milik Bulan.

Pertengkaran itu diakhiri dengan tangisan. Dalam hatinya ia merasa bersalah kepada ayahnya. Kalung itu sepatutnya ia jaga, ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menghilangkannya. Namun sekarang direbut oleh Kaila.

"Lan, kamu gapapa?" tanya Kak Radit

"T-tangan gua, awwh," lirih sakitnya.

Jeffry dan Aldo segera membubarkan perhatian mereka. Sedangkan Kak Radit membawa Bulan menuju puskesmas terdekat atas izin dari guru wali kelasnya. Setelah berlama-lama mengantri, giliran Bulan diperiksa oleh dokter.

KETOS [ KETUA OSIS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang