Menjalani masa kehamilan dengan pikiran yang tenang merupakan hal yang harus dimiliki calon ibu. Netta pun sebenarnya menginginkan hal itu terjadi padanya. Namun keraguan hatinya kembali menguar kala Aditya tak memberikan perhatian seperti sebelumnya.
Pria itu tetap menjadi suami yang baik baginya. Tapi Aditya seakan tak ingin ambil pusing dengan kehamilan yang dijalani Netta. Ia mencukupi segala kebutuhan yang diperlukan Netta sebagai ibu hamil. Aditya pun tak pernah absen untuk menemani Netta kala mengontrol kandungan. Hanya saja pria itu sekarang terlampau sibuk dengan pekerjaan. Sehingga sering kali Netta merasa dirinya tak mendapatkan dukungan sebagai calon ibu dari suaminya.
Ia tidak mengharapkan Aditya selalu berada di sisinya dan mengabulkan segala keinginannya. Cukup baginya jika sang suami bersedia menjadi suami dan calon ayah yang berbahagia bersamanya menunggu kelahiran buah hati mereka. Namun sepertinya Aditya justru semakin menjauh darinya.
Netta tak bisa berdiam diri. Ia ingin anaknya lahir dengan perhatian penuh kedua orang tua. Karenanya ia harus berusaha memperbaiki hubungan mereka. Mengembalikan Aditya yang dulu begitu perhatian padanya.
Netta mengambil ponselnya untuk menghubungi Aditya. Ia ingin menghabiskan waktu makan siang bersama. Namun sudah beberapa kali mencoba, Aditya tak menjawab panggilannya. Netta pun beralih menghubungi Sekretaris suaminya. Tetapi jawaban yang didapatkan Netta membuatnya kecewa. Sang Sekretaris mengabarkan jika sejak pagi Aditya meninjau perkembangan proyek pembangunan bersama klien. Dan mungkin tidak kembali lagi ke kantor.
Yang tak Netta tahu adalah saat ini Aditya justru sedang menghampiri tempat di mana Sena bekerja. Dengan bantuan Yulia, akhirnya Aditya berhasil menemukan keberadaan Sena. Beruntung Yulia tak merasa curiga saat Aditya mengatakan jika ia memiliki sedikit urusan dengan Sena. Padahal jika Yulia mau berpikir sedikit saja, wanita itu pasti curiga dengan permintaan Aditya. Mengingat sudah lama sekali sejak Sena mengundurkan diri dari kantor.
Keberuntungan mungkin sedang berpihak pada Aditya. Tepat saat waktu makan siang tiba, Sena bersama seorang rekan kerjanya tampak berjalan keluar dari toko. Tanpa menunggu waktu, Aditya langsung keluar dari mobilnya dan menghampiri Sena. Kemunculan pria itu yang tiba-tiba jelas mengejutkan Sena dan rekan kerjanya.
Sena mengerjap menatap Aditya yang ada di hadapannya. Perasaan wanita itu langsung kacau. Bukan karena Sena takut, namun lebih kepada ia tidak ingin menyebabkan keributan di depan umum. Terlebih di depan tempatnya bekerja.
"Bisa kita bicara?" ucap Aditya tanpa ragu.
Sena merasa keberatan. Namun jika ia menolak, bukan tidak mungkin Aditya akan kembali mendatanginya. Hal itu tentu saja akan membuat suasana tidak nyaman bagi Sena dan rekan-rekan kerjanya.
"Maaf ya, Ri. Janji makan siang kita harus batal dulu. Besok saya akan traktir kamu untuk menebus janji hari ini," ujar Sena dengan perasaan bersalah pada rekan kerjanya.
"Enggak masalah, Sen. Kamu selesaikan dulu urusan kamu. Aku duluan, ya."
Rekan kerja Sena meninggalkan keduanya menuju warung makan di mana ia dan Sena sudah bersepakat untuk makan siang bersama. Sena memerhatikan hingga rekan kerjanya menjauh kemudian beralih pada Aditya.
Tidak ada yang berubah dari pria itu. Sena tetap dapat melihat jika Aditya masihlah sosok pria yang egois dan berkepribadian dingin seperti yang pernah ia kenal dulu. Pria itu hanya akan menjadi pribadi hangat jika hanya sedang bermesraan dengannya.
Sena segera menggelengkan kepala menghalau pikiran tersebut. Ia tidak perlu mengingat semua itu. Aditya tidak lagi menjadi bagian penting dalam hidupnya. Semua hal yang berhubungan dengan pria itu harus ia kubur bersama masa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Pelangi
General FictionMenyandang status sebagai ibu tunggal bukan hal yang mudah. Terlebih Sena mendapatkan status tersebut di luar hubungan pernikahan. Meski dunianya seakan hancur, tapi kehadiran Pelangi mampu membuat Sena berdiri tegak. Hidup boleh sulit, tapi Sena me...