Ada yang berbeda dengan Aditya. Selama ini Netta mengenal suaminya sebagai pria yang tidak begitu peduli pada apapun yang terjadi padanya. Namun sekembalinya Netta, dia yakin ada yang berubah pada sang suami.
Netta yang menghabiskan 3 harinya di luar kota memang tidak mengetahui kecelakaan yang menimpa Pelangi. Setelah ia dan Sena saling berbicara terbuka, memang Netta belum memiliki waktu lagi untuk mengunjungi Sena dan Pelangi. Selain karena kesibukannya membantu persiapan pernikahan sang sahabat, Netta juga masih disibukkan dengan urusan keluarga besar mereka. Terlebih dengan kondisi kehamilannya yang semakin membesar.
Bukan Aditya tak memerhatikannya sebagai seorang istri. Hanya saja perhatian Aditya pada Netta selama ini hanya didasari atas tanggung jawab seorang suami. Berbeda sekali ketika Netta baru menginjakkan kaki di rumah sekembalinya ia dari luar kota. Pria itu menanyakan banyak hal padanya. Lebih-lebih lagi tentang kondisi dirinya dan bayi mereka.
"Ada yang mau aku bicarakan setelah makan malam. Kamu punya waktu sebentar?" tanya Aditya sebelum mereka menyantap hidangan makan malam.
Meski bingung, Netta tetap mengangguk setuju. Selama menikmati hidangan, Aditya tak berucap sepatah kata pun. Membuat Netta bertanya-tanya apa gerangan yang ingin suaminya bicarakan. Sampai ketika makan malam berakhir, dan keduanya berada di ruang keluarga untuk bicara empat mata.
"Apa yang mau Mas bicarakan?" Netta tak sabar bertanya setelah memosisikan dirinya di sofa dengan nyaman.
"Beberapa waktu lalu Pelangi mengalami kecelakaan ..."
"Hah? Kapan, Mas?" potong Netta dengan keterkejutan yang tak bisa disembunyikan.
"Saat ini Pelangi sudah kembali ke rumah."
"Syukurlah ..." Netta bernapas lega. "Lalu, hal yang sebenarnya ingin Mas bicarakan itu apa?"
"Saat Pelangi mengalami kecelakaan, dia butuh donor darah. Dan sebagai orang yang punya hubungan darah dengannya, aku mendonorkan darah untuk Pelangi."
Netta menatap serius sang suami. "Itu memang kewajiban kamu, Mas."
"Kalau sekarang aku ingin mengakui Pelangi sebagai putri kandung ..."
"Mas!" pekik Netta memotong ucapan Aditya. "Teganya kamu! Apa tidak cukup dulu kamu mengabaikan Sena dan sekarang kamu mau memisahkan ibu dan anaknya?"
Aditya memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja terasa berdenyut. Ia bingung mengapa para perempuan begitu cepat mengambil kesimpulan bahkan sebelum Aditya mengutarakan inti pembicaraan mereka.
Tentu saja Netta tidak bisa disalahkan jika wanita itu langsung berkesimpulan. Mengingat rekam jejak Aditya yang dulunya menelantarkan Sena.
"Bukan itu maksudnya, Netta. Tolong dengar dulu apa yang mau aku sampaikan hingga akhir." Aditya berusaha menenangkan istrinya.
"Kalau Mas sampai mau memisahkan ibu dan anak itu, aku nggak akan setuju."
"Bukan begitu, Netta. Aku ingin mengakui Pelangi sebagai darah dagingku tanpa memisahkan Sena dan anaknya. Pelangi akan diakui sebagai anak kandungku secara hukum. Sena sudah setuju dengan syarat hak asuh Pelangi akan sepenuhnya berada di tangan ibunya. Sena juga tidak akan membatasi komunikasi dan pertemuan kita dan Pelangi."
Kali ini Netta tampak berkaca-kaca. Mungkin inilah yang ia tunggu dari Aditya, pengakuan pria itu terhadap putri kandungnya. Tidak masalah selama apa, yang paling penting adalah Aditya menyadari kesalahannya dan bersedia bertanggung jawab untuk Pelangi. Sebaik apapun Sena membesarkan Pelangi, tetap saja anak itu perlu mengetahui sosok ayah kandungnya.
"Jika memang itu rencana Mas, aku sama sekali nggak keberatan. Kapan Mas dan Sena akan melakukan pencatatan secara hukum?"
"Sena mau kita bicara dulu dengan keluarga besar mengenai keberadaan Pelangi. Sena tidak mau ada masalah nanti. Kamu tahu bagaimana karakter keluarga besar kita."

KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Pelangi
Ficción GeneralMenyandang status sebagai ibu tunggal bukan hal yang mudah. Terlebih Sena mendapatkan status tersebut di luar hubungan pernikahan. Meski dunianya seakan hancur, tapi kehadiran Pelangi mampu membuat Sena berdiri tegak. Hidup boleh sulit, tapi Sena me...