Chapter 34 - Selesaikan Satu Persatu

9.6K 1.2K 109
                                    

Sejak pertemuan terakhir dengan Sena, Rian masih dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Rian memilih menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Ia sering tak menjawab panggilan dari keluarganya. Semua itu ia lakukan demi menenangkan dirinya.

Sejujurnya Rian belum dapat menerima sepenuhnya. Meski ia tak ingin memaksa Sena. Tapi hatinya masih ingin memperjuangkan setitik saja harapan bagi mereka. Andai Sena mengizinkan Rian untuk menentang keluarganya, maka bukan tak mungkin Rian akan melangkah maju mengambil resiko tersebut.   

Sayangnya wanita itu begitu mencintai keluarga. Jadi mana mungkin Sena akan mengizinkan Rian melepas hal paling berharga baginya. Meski Rian berpikiran tak mengapa jika harus berkonflik sementara. Karena mereka pasti memiliki waktu untuk memperbaiki segala hubungan.

Sikap Rian yang menghindari keluarga tentu saja disadari oleh mamanya. Cemas pasti dirasakannya sebagai seorang ibu. Namun bukan berarti ia bisa luluh dan mengalah untuk pilihan yang Rian buat. Ia masih belum bisa menerima. Mungkin memang tidak akan bisa menerima.

Mama Rian merasa belum memiliki hati sebesar itu untuk dapat menerima perempuan seperti Sena menjadi pendamping putranya. Apa yang terjadi pada Sena memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya kesalahan wanita itu. Tapi sebagai seorang perempuan harusnya Sena bisa menjaga dirinya dengan sebaik mungkin. Karena kesucian diri seorang perempuan adalah hal yang penting. Yang menandakan bahwa wanita begitu menghargai dirinya. Dan hanya akan menyerahkannya di waktu yang tepat dengan pria yang tepat pula.

Pikiran yang sangat sempit memang. Tapi seperti itulah yang Mama Rian inginkan dari calon menantunya. Ia ingin putranya mendapatkan perempuan istimewa yang bisa menjaga dirinya.
Sena memang adalah perempuan yang baik. Sebagaimana ia bertanggung jawab untuk putrinya. Tapi nilai itu saja belum cukup di mata Mama Rian. Andai Sena berstatus janda mati atau pun bercerai, mungkin ia akan mempertimbangkan hubungan mereka demi Rian. Hanya saja situasinya tidak seperti itu. Apa yang akan terjadi andai Sena dan Rian bersama. Bagaimana mereka akan menghadapi keluarga besar mereka. Tidak mungkin mereka akan diam dan menutupi kenyataan tersebut. Karena kebohongan sekecil apapun akan tetap ada masanya untuk terbuka.

Tidak tahan dengan sikap Rian yang menjauhkan diri, akhirnya sang ibu berinisiatif untuk menemui Rian di kediaman putranya. Bukan saatnya Rian merajuk dan bersikap kekanakan. Mereka harus menyelesaikan permasalahan ini dengan terbuka.

"Mama?" ujar Rian dengan nada terkejut saat mamanya menyambangi tempat tinggalnya.

Tanpa dipersilakan, sang ibu menerobos masuk. Kepala Rian langsung berdenyut melihat sikap mamanya. Sejujurnya ia belum siap untuk berkonfrontasi. Namun ia juga tahu jika dirinya tidak akan bisa terus menerus menghindar.

"Duduk!" perintah mamanya begitu Rian menyusulnya.

Sesaat belum ada satu pun yang mulai berbicara. Rian hanya menunduk seraya memandangi jemarinya yang saling menggenggam. Sedangkan mamanya menelisik keadaan putranya.

Rian terlihat kehilangan berat badannya. Wajahnya tampak lebih tirus. Hanya karena masalah percintaan, sang putra terlihat begitu menderita. Meski tampak kasihan, tapi bukan berarti mamanya tergerak untuk mengalah.

"Rian, mau sampai kapan kamu seperti ini? Perempuan bukan hanya Sena. Masalah cinta jika kamu mau berusaha mencoba, Mama yakin suatu saat kamu akan menemukannya."

"Ma, perkara hati memang terlihat mudah jika hanya dilisankan. Tapi ketika dijalani ..."

"Tidak ada yang mustahil. Selama dunia ini masih berputar, sekecil apa pun kemungkinannya, jika Tuhan berkehendak maka kamu akan menemukan cinta yang memang ditakdirkan untuk kamu."

"Tapi bukan Sena?" Rian menyahut dengan nada terdengar sinis.

Sang mama mengeraskan rahangnya. "Ya. Memang bukan Sena!"

Senandung PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang