Chapter 21 - Belajar Memahami

4.7K 981 34
                                    

Hari ini Sena sengaja meminta izin cuti setengah hari dari pekerjaannya terkait masalah Pelangi. Sejak pagi Sena sudah memutar skenario di kepalanya bagaimana nanti ia akan menghadapi Friska dan orang tuanya. Meski tidak seharusnya Sena merasa cemas. Karena dalam posisi saat ini, bukan Pelangi yang melakukan kesalahan.

Pukul sembilan harusnya orang tua Friska sudah tiba di sekolah sesuai waktu yang dijanjikan. Namun hingga waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh, tidak ada tanda-tanda kedatangan orang tua anak itu. Sena dan guru konseling yang menunggu akhirnya memutuskan untuk memanggil sang anak ke ruang konseling.

Lila sebagai guru yang bertanggung jawab saat kejadian membawa Friska dan Pelangi bersama ke ruang konseling. Saat tiba, Sena mengamati anak perempuan bernama Friska tersebut. Anak itu tak berbeda dengan anak lainnya. Hanya saja Sena bisa melihat aura egois dan arogansi di wajah gadis kecil itu. Membuat Sena makin penasaran mengapa anak itu memiliki rasa tak suka terhadap putrinya.

“Friska, Mama dan Papa bilang tidak kalau hari ini akan datang?” tanya Lila pada muridnya tersebut.

Friska mengangguk. “Iya. Mama bilang mau datang ke sekolah.”

Sena dan para guru yang ada pun menunjukkan kelegaan. Mereka mencoba menunggu beberapa saat lagi. Berharap orang tua Friska benar-benar akan datang. Menunggu kedatangan Mama Friska, Lila dan Malia, guru konseling berusaha menanyai Friska mengenai kejadian kemarin. Sena yang ingin tahu memilih mendengarkan bersama Pelangi yang kini ada dipangkuannya.

“Friska, Ibu Malia mau tahu kenapa kemarin Friska dorong Pelangi? Friska nggak sengaja mendorong atau ada alasan lain? Mungkin Pelangi nakal atau tidak sengaja menyenggol kamu?”

Friska belum mau menjawab. Anak itu justru menatap ke arah Pelangi yang kini berada di pangkuan ibunya. Dahi Friska mengernyit kala tatapannya bertubrukan dengan Pelangi. Lila dan Malia berusaha menunggu dengan sabar jawaban dari anak itu.

Belum lagi Friska menjawab, pintu ruangan tersebut diketuk dari luar. Lila pun membukakan pintu dan menemukan seorang wanita yang merupakan Mama Friska berdiri di sana.

“Silakan masuk, Ibu.”

“Terima kasih, Bu. Maaf saya terlambat. Tadi ada urusan di kantor yang harus saya selesaikan.”

Keduanya memasuki ruangan. Mama Friska menyalami Malia dan Sena bergantian. Kemudian tatapannya jatuh pada putrinya yang berdiri di samping Malia.

“Saya belum begitu jelas mengenai permasalahan Friska dan Pelangi. Boleh Ibu jelaskan kembali akar permasalahannya?” tanya Mama Friska setelah dipersilakan duduk.

“Begini Ibu, kemarin saat pelajaran outing di kebun, Friska mendorong Pelangi hingga lututnya berdarah. Namun saat kami menanyakan alasan Friska melakukan itu, Ananda tetap diam dan tidak mau menjawab. Karena itu kami memanggil Ibu untuk membicarakan masalah tersebut.” Lila menjelaskan.

Mama Friska tampak terkejut mendengar penuturan Lila. Ia menatap tak percaya pada putrinya. Selama ini ia melihat putrinya baik-baik saja dalam bersikap. Bahkan saat bermain dengan teman-teman di lingkungan rumah mereka. Ia tak menyangka jika putrinya memiliki permasalahan dengan teman di sekolah.

“Friska? Kenapa kamu begitu? Kenapa mendorong Pelangi? Kasih tahu Mama alasannya?”

Friska memilih diam. Bahkan gadis itu dengan keras kepala memalingkan wajahnya. Tak ingin bertatapan dengan siapapun. Sikapnya membuat mamanya cukup terkejut.

“Friska!” panggil mamanya dengan suara tinggi.

“Sabar, Ibu. Kita bisa bicarakan pelan-pelan.” Malia berusaha menengahi.

Senandung PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang