Kesibukan membuat Rian tak memiliki banyak waktu untuk dapat bersama Sena. Namun bukan berarti pria itu berhenti menunjukkan perjuangannya. Ia sering mengirimkan makan siang atau camilan untuk Sena. Ia juga tak lupa sering mengirimi Sena pesan. Meski terlihat kekanakan. Paling tidak cara tersebut cukup ampuh. Menjalin komunikasi dengan wanita yang kita sukai tentu akan mendekatkan hubungan.
Tak hanya dengan Sena, Rian juga berusaha untuk menjalin kedekatan dengan Pelangi. Ia sudah berjanji akan mengajak anak itu bermain di taman hiburan. Karenanya Rian menyiapkan waktunya dari jauh hari. Agar tidak ada gangguan ketika ia ingin pergi bersama Sena dan Pelangi.
Minggu pagi Rian sudah tiba di kediaman Sena. Ia sudah membuat janji lebih dulu dengan Sena agar wanita itu tak memiliki kegiatan dengan orang lain. Tentu saja orang lain yang Rian maksud adalah Wisnu, rivalnya dalam mendapatkan hati Sena. Ia ingin berjuang secara adil. Tapi bukan berarti ia akan akan melewatkan setiap kesempatan yang bisa ia ciptakan.Kedatangan Rian sudah pasti disambut baik oleh Ibu Sena. Selagi menunggu ibu dan anak tersebut bersiap, ibunya menemani Rian berbincang.
“Jadi Rian ini adik kelasnya Sena di SMA?” sekali lagi ibunya bertanya.
“Benar, Bu. Saya dan Mbak Sena pernah menjadi panitia dalam acara pentas seni sekolah. Sayangnya Mbak Sena nggak ingat itu.”
Ibu Sena tertawa mendengar penuturan Rian. “Sena dulu memang begitu. Saat sekolah dulu, mana dia peduli hal begituan. Yang dipikirannya cuma main. Sampai pernah nilainya jelek karena kebanyakan main, Masnya sampai kasih ultimatum ke Sena. Kalau sampai kelulusan nilai Sena nggak memuaskan, Masnya bakal potong uang sakunya. Sejak itu dia jadi lebih giat belajar.”
Rian banyak mendengar kisah masa sekolah Sena dari ibunya. Bagaimana Sena yang dulu senang bermain mulai mengubah sikapnya untuk belajar dengan lebih serius. Sampai akhirnya Sena memasuki dunia kuliah dan bekerja. Namun tak banyak yang bisa ibunya ceritakan saat masa Sena bekerja. Karena di masa itu Sena mulai lebih tertutup. Masa itu juga Sena memulai kesalahannya.
“Bu, maaf kalau saya lancang. Tapi, Mbak Sena tidak pernah bercerita tentang Ayah kandung Pelangi?” tanya Rian dengan nada hati-hati.
Mendung seketika menghiasi wajah Ibu Sena. Seketika Rian merasa bersalah karena sudah mengungkit hal menyakitkan tersebut. Ia ingin mengubah suasana dengan mengganti topik pembicaraan. Tetapi terhenti karena Ibu Sena kembali berbicara. Yang membuat Rian kembali terkejut.
“Sena memang tidak pernah lagi mengungkit hal itu. Tapi saat ia mengaku pada kami kalau dia sedang hamil, Sena memberi tahu pada kami siapa Ayah dari anak yang dikandungnya.”
Mengingat hal itu menimbulkan lagi rasa sedih di hati Ibu Sena. Sebenarnya ia tak harus menjelaskan apapun pada Rian. Namun ia tahu pria ini ingin mencoba menggapai hati putrinya. Sebagai ibu tentunya ia sangat ingin melihat Sena menemukan kembali kebahagiaannya. Menemukan tempat yang tepat untuk berlindung jikalau dirinya sudah tak lagi ada di dunia. Karena bagaimana pun, Sena tak mungkin akan selalu bergantung pada dirinya dan Sekala.
“Siapa orang itu, Bu?” Rian semakin dibuat penasaran.
Saat ibunya akan kembali bicara, Sena dan Pelangi tiba di ruang tamu. Keduanya sudah siap dengan pakaian rapi. Membuat Rian dan Ibu Sena terpaksa menghentikan pembicaraan mereka.
“Halo, Om Rian?” sapa Pelangi pada pria itu.
“Halo, sayang. Sudah siap seharian kita main sama Mama dan Om Rian?”
“Siap. Terima kasih karena Om Rian sudah ajak Pelangi main.”
Sena, Rian dan Pelangi kemudian berpamitan pada ibunya. Sang nenek hanya berpesan pada Pelangi agar anak itu bersenang-senang namun tetap tidak boleh lupa untuk selalu berada dalam jangkauan ibunya dan Rian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Pelangi
Ficção GeralMenyandang status sebagai ibu tunggal bukan hal yang mudah. Terlebih Sena mendapatkan status tersebut di luar hubungan pernikahan. Meski dunianya seakan hancur, tapi kehadiran Pelangi mampu membuat Sena berdiri tegak. Hidup boleh sulit, tapi Sena me...