Menelaah tingkah Ju Hwan saat sarapan bersama ditambah pendapat In Woo lalu melihat sikap So Eun pada Ju Hwan, Myung Soo menyimpulkan kalau kedua orang tersebut sudah saling kenal sebelumnya dan ia makin yakin ketika memerhatikan Ju Hwan dan So Eun selepas operasional kafe selesai. Pelan tapi pasti, Myung Soo mengikis jarak hingga akhirnya bisa mendengar obrolan mereka. Myung Soo tak tahu ada masalah apa, namun jelas kalau keduanya bukanlah baru bertemu dan kenal di Caffeine.
Ju Hwan tampak begitu memaksa dan So Eun berusaha melepaskan diri hingga akhirnya Myung Soo tak tahan untuk diam saja. "Lepaskan! Kenapa harus memaksa seseorang yang jelas-jelas menolak?" Tak hanya berucap demikian, Myung Soo juga mengambil tindakan dengan memaksa Ju Hwan melepaskan pegangan tangannya.
"Ini masalah pribadi, mohon jangan ikut campur," ucap Ju Hwan, dalam hatinya kesal dengan kemunculan Myung Soo.
"Aku tidak tahu bagaimana bisa kau punya urusan pribadi dengan So Eun. Kalian berdua pegawaiku dan ini belum lama sejak kafe tutup, lokasinya pun masih dekat dengan kafe."
"Kalau sudah di luar tempat kerja, Bos tak mesti ikut campur masalah pegawai, 'kan?" Sergah Ju Hwan.
"Kalau ada pegawai yang bermasalah satu sama lain, aku mesti ikut campur karena itu akan memengaruhi suasana kerja. So Eun tidak mau ikut denganmu, jangan memaksanya."
"Baiklah," ucap Ju Hwan akhirnya namun dalam hati merutuki Myung Soo. "Baru jadi bos kafe saja berlagak."
"Maaf, aku akan jaga sikap. Sampai besok," ucap Ju Hwan lagi yang lantas berpamitan dan melambaikan tangan untuk menyetop taksi yang lewat.
"Ayo pulang," ajak Myung Soo pada So Eun. "Apakah kau perlu ke dokter? Wajahmu sangat pucat."
So Eun menggeleng. "Aku hanya butuh istirahat. Dan butuh dirimu." So Eun mengingat bagaimana Myung Soo menenangkannya beberapa waktu lalu. "Apakah aku jadi bergantung padanya? Mana boleh seperti ini."
"Hei, kenapa masih berdiri di situ?"
So Eun tersentak dari lamunan, lalu mengikuti Myung Soo ke mobil.
Tak ada percakapan sama sekali selama perjalanan pulang, sampai akhirnya So Eun bersuara ketika mereka sudah tiba di rumah. "Myung Soo, kau ... pasti bertanya-tanya dalam hatimu."
Myung Soo menghela napas. "Ada banyak yang ingin kutanyakan tapi mengingat betapa pelitnya kau berbagi mengenai kehidupanmu, aku akan menunggu saja sampai kau mau bercerita. Itu juga kalau mau, kalau tidak mau ya sudah," jawabnya santai namun mendadak santai itu menguap berganti perasaan yang sulit didefinisikan. Seperti ada tegang, canggung, berdebar sekaligus hangat yang membaur. Sebabnya adalah pelukan.
So Eun memeluk Myung Soo, dari belakang. Saat itu Myung Soo hendak masuk ke dalam kamarnya.
Merapatkan kepala di punggung Myung Soo, So Eun meresapi kedamaian hingga air matanya merebak. Belum pernah dirinya bersandar pada seseorang dan meluapkan kepiluannya. Bahkan saat menjalin hubungan dengan Myung Soo pun So Eun tidak seperti ini.
Sementara Myung Soo mematung sejenak, bauran rasa itu kian mengoyak pertahanan dirinya, makin menipiskan sekat yang sempat ia bangun demi bisa mengenyahkan So Eun sepenuhnya dari pikiran. Terdengar isakan So Eun, tambah lemah lah Myung Soo, hatinya seperti ikut merasa perih. Kembali teruntai tanya, seberat apa masalah yang dihadapi So Eun.
"Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Karena itulah aku sempat punya pikiran buruk tentangmu, apalagi saat kau memutuskan hubungan kita begitu saja."
"Maafkan aku, Myung Soo."
"Aku juga bersalah. Aku tidak maksimal dalam upaya memahamimu."
"Itu karena aku hanya menuntutmu untuk paham tanpa memberimu alasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Broke Up [Completed]
FanfictionSeharusnya semua selesai setelah putus. Tetapi sebuah situasi mendesak So Eun untuk melanggar ucapannya sendiri dan ini sangat mengganggu Myung Soo yang sudah berusaha mati-matian mengenyahkan gadis itu dari dalam hatinya.