Masih ada cinta antara Myung Soo dan So Eun, pun dengan rindu. Rindu itu, mungkin bermiliar-miliar jumlahnya. Terpasung dalam semesta luka saat jalinan romansa terkoyak begitu saja. Dan di malam yang berselimut senyap ini, lewat pagutan demi pagutan manis, kerinduan pun memburai.
Myung Soo memandang teduh pada So Eun usai ciuman, lalu direngkuhnya gadis itu hingga detak mereka beradu. Sejak rasa berbeda itu hadir, Myung Soo tak pernah bisa memecah teka-teki kenapa hadirnya So Eun meski baru sekejap sudah meninggalkan jejak yang begitu memikat. Bagaimana bisa sepotong senyum So Eun mampu menepikan gundahnya hingga berganti tawa yang merekah. Belum termasuk usahanya mengubur kerinduan yang berujung pada kegagalannya melupakan So Eun ketika kata putus menghantam hubungan mereka.
Perasaan mungkin sesuatu yang rumit, namun Myung Soo memilih untuk menurutinya. Sama seperti sekarang, ketika ia yakin untuk kembali menjalin hubungan dengan So Eun. Melindungi serta membuat gadis itu bahagia, adalah janji yang ia sematkan. Sebab, bahagia So Eun adalah bahagianya juga.
Sementara So Eun larut luruh dalam kehangatan pelukan. Bagi So Eun, ia seperti dipeluk sebuah asa setelah lelah menyusuri pilu. Tumbuh tanpa cinta dan perasaan berharga, Myung Soo hadir memberikan hal yang tak pernah dimilikinya. Hanya saja, karena masih terjebak dalam lingkaran kepiluan, So Eun bertindak bodoh hingga sulit untuk memercayai Myung Soo sepenuhnya, malah ia sampai hati memutuskannya. Padahal, setelah itu pun ia sama sekali tidak baik-baik saja. Semakin sepi, kian terpuruk dalam luka sebab tak ada lagi sosok yang bisa menghiburnya.
Detik terus bergulir, mengantarkan So Eun pada lelap yang damai hingga pagi. So Eun terjaga di waktu yang sama seperti biasanya. Ketika membuka mata, ia mendapati dirinya memeluk guling. "Mwoya? Myung Soo berubah jadi guling?" So Eun terkekeh pelan sambil mengubah posisi tubuhnya jadi telentang. Saat itu So Eun sadar kalau ia bukan ada di sofa depan televisi.
Pelan-pelan So Eun menoleh ke samping, matanya langsung terbelalak. Sedetik kemudian, So Eun duduk seraya menyibak selimut. Ia lihat bajunya masih terpasang rapi. "Ya ampun, apa yang kupikirkan, kenapa langsung memeriksa ini?" Menahan tawa, So Eun menarik lagi selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Myung Soo yang tertidur memunggungi So Eun, terusik karena kasur bergetar. Ia pun bangun dan berbalik, dilihatnya So Eun yang tertutupi selimut di sekujur tubuh, dan seperti sedang menghentakkan kaki. Myung Soo menarik selimut tersebut. "Kenapa berisik sekali?"
"Omo." So Eun tersentak kaget lantas memiringkan badan ke sebelah kiri.
"Reaksi macam apa itu? Kau membuat keributan karena terbangun di sini?"
"Hmm, kenapa memindahkanku ke sini? Aku sama sekali tidak ingat, tidurku pasti sangat nyenyak."
"Lalu, apa yang kau ingat sebelum tidur?"
"Haruskah menanyakan hal itu?" So Eun merasa pipinya menghangat, ia pun mengambil aba-aba untuk turun dari kasur.
Myung Soo menyeringai tipis, apa yang dilakukan So Eun tak luput dari perhatiannya. Segera ia peluk gadis itu dari belakang. "Bukankah ini masih terlalu pagi untuk bangun?"
"Aku harus bersiap untuk bekerja."
"Kau bisa minta izin pada bosmu."
"Mana bisa begitu, bosku sangat perhitungan. Gajiku saja tidak dibayar penuh karena langsung dipotong hutang. Padahal bisa saja kan pembayaran hutangnya ditunda sampai aku punya uang."
"Bosmu pelit sekali, kenapa tidak cari kerja lain saja?"
So Eun mencubit gemas lengan Myung Soo. "Kau mau memecatku karena aku mengataimu?"
Myung Soo tertawa. "So Eun, apa selama ini kau sebenarnya keberatan aku tidak memberimu gaji penuh? Padahal sudah kesepakatan."
"Mana mungkin keberatan. Aku memang banyak berhutang padamu, tak hanya uang. Uang bisa dibayarkan tapi semua kebaikan yang kuterima darimu, entah bagaimana aku membayarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Broke Up [Completed]
FanficSeharusnya semua selesai setelah putus. Tetapi sebuah situasi mendesak So Eun untuk melanggar ucapannya sendiri dan ini sangat mengganggu Myung Soo yang sudah berusaha mati-matian mengenyahkan gadis itu dari dalam hatinya.