[1]

365 50 12
                                    

Bagi Myung Soo, melarutkan diri dengan beragam kegiatan yang tak hanya untuk menghasilkan uang, namun lebih dari itu, untuk mencapai ketenangan batin serta memenuhi aktualisasi diri, adalah sebuah kebutuhan. Karena itulah ia begitu menikmati setiap detik hidupnya meskipun jadi lebih sibuk memaksimalkan kerja otak dan kreativitasnya. Seperti hari ini, ia begitu fokus mengerjakan pengeditan video dan baru berhenti ketika dirasa otot-otot tangannya butuh peregangan.  "Lebih baik istirahat dulu," gumamnya lalu membereskan botol minuman serta bungkus camilan kue yang berserakan di meja. Semuanya ia masukkan dalam plastik dan ia langsung beranjak untuk membuangnya langsung ke tempat sampah yang ada di luar rumah.

Saat membuka pintu, ia dibuat terkejut oleh seseorang yang berdiri di depannya, Kim So Eun. Seorang perempuan yang selama ini mati-matian dilupakannya. Berlagak tidak mengenal, Myung Soo pun melengos begitu saja berjalan untuk membuang sampah. Kemudian, ia pun masuk rumah tanpa menengok lagi pada So Eun.

"Yah, Kim Myung Soo!"

Mendengar seruan lantang itu, tak mungkin baginya untuk tetap abai. Akhirnya Myung Soo coba merespon. "Kau siapa? Bagaimana bisa tahu namaku?"

"Rupanya kau juga sama. Semua orang yang kukenal mendadak tidak mengenaliku. Mereka hanya peduli saat senang lantas abai ketika aku kesulitan."

Myung Soo tak menduga So Eun berucap sambil menangis. Dan belum sempat merespon balik, dilihatnya So Eun menjerit lalu mendorong pintu. Tindakannya itu membuat Myung Soo terjerembab. "Ouch, sial."
"M-m-mianhae. Suara gemuruh itu mengejutkanku."

Myung Soo mengelus bokongnya sambil meringis. "Kenapa muncul di depan rumahku dan menggangguku seperti ini?" Ucapnya marah.

"Aku ... mau ... meminta tolong."

"Apa aku salah dengar?" Myung Soo memukul pelan telinganya.

"Aku sungguh mengharapkan belas kasihanmu."

Myung Soo menatap So Eun lekat-lekat. "Terlihat tidak sungguh-sungguh membutuhkan bantuan."

Seketika So Eun berlutut seraya mengusap kedua telapak tangannya. "Tolong aku."

"Mwoya?" Myung Soo terperangah kemudian perlahan berdiri. "Hei, jangan bercanda. Apa kau lupa perkataanmu sendiri? Jangan pernah bertemu lagi dan jika tak sengaja bertemu, pura-pura tidak kenal saja. Sekarang juga keluar dari rumahku."

So Eun semakin menunduk, diraihnya satu kaki Myung Soo. "Aku tidak punya pilihan lain, aku sudah menghubungi semua kontak yang ada di ponselku tapi mereka semua membuat alasan untuk menolakku, bahkan ada yang sama sekali mengabaikan teleponku."

Kilat menyambar disusul gemuruh yang saling bersahutan, hujan pun kian lebat. Sebuah situasi yang menyulitkan Myung Soo untuk tetap pada pendiriannya. "Baiklah, tak perlu pergi sekarang, kau boleh menunggu hingga hujan reda. Enyahkan tanganmu dari kakiku."

Alih-alih melepaskan, So Eun semakin melingkarkan erat kedua tangannya di kaki Myung Soo. "Aku membutuhkan bantuanmu lebih dari ini. Jebal."

"Jangan katakan kalau kau..."

So Eun mendongak, menatap lurus pada Myung Soo. "Benar, aku butuh tempat tinggal."

Mendengar itu, tanpa ragu Myung Soo menarik So Eun guna melepaskan kakinya dari cengkraman gadis itu. So Eun cukup kuat bertahan tapi akhirnya bisa ia kalahkan. "Bichosso!"

So Eun melanjutkan tangisannya. "Satu minggu ini aku berada di rumah temanku tapi akhirnya dia bilang tak bisa membantuku lagi. Dan seperti yang kubilang padamu tadi, semua yang kuanggap teman, mengabaikanku."

"Kau pikir aku berbeda?"

"Kau berbeda. Karena itulah aku akhirnya membuang harga diriku dan muncul di sini untuk memohon padamu."

After We Broke Up [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang