Myung Soo mendesah frustrasi, tak paham akan dirinya sendiri yang terus saja tersulut untuk mengkritik dan memarahi So Eun padahal ia sudah berniat tak mau peduli lagi pada gadis itu dan membatasi hubungan hanya sebatas sebagai penyedia tempat tinggal serta tempat bekerja sementara.
Untungnya ketika pagi tiba, Myung Soo sudah berhenti menyalahkan diri yang masih gagal menunaikan niatnya karena sebelum tidur ia maafkan kelemahannya tersebut sekaligus mengeset ulang dan memperteguh tekadnya untuk menyudahi kepedulian yang tidak pada tempatnya itu. Karenanya, seulas senyum dibingkainya saat keluar kamar, seolah tak terjadi apapun semalam.
Senyum yang sedikit itu langsung lenyap disebabkan oleh So Eun. "Apa yang kau lakukan?"
"Oh, kau sudah bangun," kata So Eun yang juga terlihat biasa, seolah tak terjadi apa-apa. "Seperti yang kau lihat, aku sedang membersihkan rumah."
"Aku tahu, tapi kenapa? Sudah kukatakan tak perlu melakukannya hanya untuk menebus kesalahan. Nanti seperti memasak, akhirnya itu jadi cara untukmu makan gratis. Membersihkan seluruh rumah, kau jadi punya alasan untuk berbuat semaumu."
"Aku tak akan seperti itu."
"Benarkah? Kau pasti berpikir apa kira-kira yang bisa kau lakukan untuk..." Myung Soo menggantung kalimatnya ketika menyadari kalau dirinya kembali terperangkap dalam kepedulian. "Lupakan, aku mau berlari pagi dulu."
"Bolehkah aku ikut lari pagi juga?"
"Tak ada larangan untukmu berlari pagi, tapi ambil rute yang berlawanan denganku, ya."
"Kau punya hak untuk mengatur rute mana yang harus kuambil?"
"Kalau begitu, kalimatnya aku ganti saja. Aku akan ambil rute yang berbeda denganmu." Myung Soo lalu bersiap-siap dan ketika sudah mau berangkat, ia celingukan mencari keberadaan So Eun. Myung Soo berdehem keras saat melihat So Eun keluar dari kamar. "Katanya mau berlari, kenapa malah membawa pakaian?"
"Aku ingat kalau tak punya sepatu lari. Jadi mau mencuci saja baru pergi ke kafe."
Myung Soo tertawa, tapi terdengar kaku. "Benar juga, ada banyak yang tidak kau punya saat ini. Memang seharusnya tak usah berpikir melakukan hal selain bekerja demi bertahan hidup." Kemudian Myung Soo menyambung tawanya hingga ke pekarangan. Namun setelahnya muncul perasaan tak enak, ia pun menghela napas panjang. "Ah, kenapa seperti merasa bersalah karena mengejeknya?"
"Wahai diriku, jangan terlalu baik padanya," ucap Myung Soo lagi sebelum akhirnya beranjak untuk mulai lari mengitari lingkungan tempat tinggalnya.
Usai berlari dan beristirahat sejenak, Myung Soo mengambil air minum di meja makan dan saat itu ia terheran karena tak ada makanan yang biasanya sudah terhidang. Spontan Myung Soo bertanya pada So Eun yang muncul dari ruang mencuci. "Kau tidak membuat sarapan?"
"Apa kau mengharapkan sarapan buatanku?"
"Tidak," jawab Myung Soo cepat. "Hanya heran karena tak ada makanan. Memangnya kau tidak mau makan pagi ini?"
"Aku mau makan tapi sedang malas memasak."
"Malas? Hmm, suasana hatimu pasti buruk. Matamu terlihat sembab, menangis semalaman karena kumarahi? Tapi Itu masalahmu, jangan harap aku akan memasak untukmu." Myung Soo lalu beranjak untuk menyiapkan sarapan, ia ingin membuat oatmeal coffee latte.
So Eun hanya diam memperhatikan hingga ketika Myung Soo kembali ke meja makan dengan membawa sarapannya yang sudah jadi, So Eun baru bertanya. "Benar-benar hanya membuat satu porsi?"
"Aku hidup sendiri, terbiasa membuat makanan hanya untuk diriku," jawab Myung Soo lalu menyuap oatmeal-nya. "Hmm, enak."
So Eun mendecih. "Seperti ini malah membuatmu tampak kekanakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Broke Up [Completed]
FanfictionSeharusnya semua selesai setelah putus. Tetapi sebuah situasi mendesak So Eun untuk melanggar ucapannya sendiri dan ini sangat mengganggu Myung Soo yang sudah berusaha mati-matian mengenyahkan gadis itu dari dalam hatinya.