Mengantisipasi debaran kencang yang dirasakan, Myung Soo menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan So Eun yang sudah seenaknya bersandar tanpa izin.
"Kau kasar sekali, Myung Soo," Protes So Eun yang nyaris saja tersungkur.
"Siapa suruh seenaknya bersandar? Aku sudah katakan untuk menjaga jarak."
"Kau yang lebih dulu tidak menjaga jarak, duduk di sebelahku begitu dekat."
"Aku hanya duduk."
"Dan aku hanya bersandar."
"Bersandarmu itu sudah melibatkan sebagian anggota tubuhku, beda denganku yang hanya duduk, tak merugikan dirimu."
"Hanya bahu, kenapa dibesar-besarkan? Lagipula aku sedang sedih, tak bisakah menghiburku sebagai teman?"
"Teman? Kau bahkan bukan temanku begitupun sebaliknya. Kau dan aku tidak berteman!"
"Lantas? Apakah kita hanya menyandang status sebagai mantan kekasih? Baiklah, setidaknya hibur aku sebagai mantan kekasih."
"Astaga, aku lebih baik tidur saja."
"Myung Soo," rengek So Eun.
"Yah, So Eun, tidakkah kau mengerti bahwa apa yang kulakukan untuk menolongmu itu sudah lebih dari cukup? Menghibur hatimu yang sedang sedih tidak termasuk di dalamnya."
"Kalau begitu seharusnya kau diam saja, tak usah mengikutiku kemari dan bertanya soal perasaanku terhadap ayahku." So Eun berdiri. "Aku akan bersandar saja pada bantal lalu tidur, huh!" Ketusnya.
"Apa itu? Tidak sopan. Yah, sudah kubilang untuk bersikap sopan."
"Kenapa mau menolongku?"
"Eh?" Myung Soo jadi gelagapan.
"Hari itu, bisa saja kau tetap di rumah tapi malah membuntutiku sampai-sampai mengira aku akan bunuh diri. Itu karena kau peduli, 'kan?"
"Itu karena..."
"Begitu juga tadi, dibanding ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kau lebih peduli dengan apa yang kurasakan."
"Itu..."
"Tak usah coba cari alasan. Kalau memang peduli, akui saja. Jadi tak perlu berlagak galak untuk menutupinya. Tak ada salahnya dengan merasa peduli, aku justru bersyukur. Kamsahamnida." So Eun membungkuk sejenak untuk menegaskan rasa terima kasihnya. "Kalau aku bersikap ketus seperti tadi, itu hanya untuk membalas sikap kasarmu. Aku tidak sungguh-sungguh marah padamu. Mana mungkin aku marah pada penolongku."
Myung Soo jadi kehabisan kata.
"Menyangkal itu melelahkan, lebih baik apa adanya saja," sambung So Eun lagi.
Akhirnya Myung Soo berseru, "Kau! Semua berawal darimu. Jika saja kau tidak tiba-tiba muncul di depan rumahku lalu meminta bantuan..."
"Namanya juga usaha. Kau adalah opsi terakhir, aku tak tahu mau kemana lagi."
Myung Soo mengurut dada. "Terserah apa katamu saja."
"Aku benar, 'kan. Jadi, bersikaplah biasa, tak perlu segalak itu padaku."
"Jangan lupa kunci pintunya kalau sudah selesai bersantai di beranda ini." Myung Soo menyudahi percakapan dan langsung masuk ke dalam kamar. "Menjengkelkan, yang dikatakannya itu benar."
Myung Soo menggeram frustrasi, mengakui kalau ternyata masih sangat peduli pada So Eun padahal selama ini sudah hidup tenang tanpa dibayangi kenangan tentang gadis itu.
"Ah, molla. Terserahlah." Myung Soo lalu memaksakan dirinya untuk segera terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Broke Up [Completed]
FanfictionSeharusnya semua selesai setelah putus. Tetapi sebuah situasi mendesak So Eun untuk melanggar ucapannya sendiri dan ini sangat mengganggu Myung Soo yang sudah berusaha mati-matian mengenyahkan gadis itu dari dalam hatinya.