[15]

311 55 18
                                    

Isakan So Eun meriuhkan malam yang kian hening, terdengar sangat pilu hingga Myung Soo pun ikut merasa sesak. Tak terbayang kesulitan yang dihadapi So Eun untuk bertahan tetap hidup dan terlihat baik-baik saja.

Terlihat baik-baik saja, itulah kesan yang ditangkap Myung Soo terhadap So Eun, layaknya seseorang yang tumbuh dalam keluarga harmonis. Ketidaksukaan gadis itu pada ulang tahun memang mengusiknya, namun Myung Soo tak menelaah lebih dalam. Ia hanya menduga itu hanyalah wujud dari kemanjaan So Eun sebagai anak dari ayah yang kaya raya dan super sibuk. Hanya sekedar rengekan.

Rasanya Myung Soo ingin merutuki dirinya yang tidak peka tapi justru berprasangka jelek pada So Eun. Luka patah hatinya jelas tak seberapa dengan luka yang selama ini menyelubungi So Eun. Myung Soo akhirnya paham kenapa So Eun mengatakan kalau dirinya malah memperburuk suasana. Kini, dalam dekapannya, ia biarkan So Eun meluapkan segala luka hingga tangis itu mereda.

"Kau pasti sangat kesulitan menahan kepedihan selama ini, menceritakannya juga pasti sama sulitnya. Tak ada yang mudah ketika harus menguak luka, tapi kau bisa melakukannya. Sekarang, bersandarlah padaku, So Eun. Kau tidak sendirian lagi, ada aku." Tanpa berpikir panjang lagi, Myung Soo tergerak untuk menolong So Eun.

So Eun beringsut, mencoba lepas dari pelukan. "Aku tak layak mendapatkan kebaikan seperti itu darimu."

Myung Soo menarik lagi So Eun dalam dekapnya. "Kebaikanku, terserah mau kuberikan pada siapa. Dan kau berhentilah berpikir bahwasannya dirimu tidak layak. Sudah sejauh ini bertahan, saatnya kau untuk menghargai diri sendiri. Milikilah kehidupanmu yang sesungguhnya."

"Myung Soo..."

"Cukup untuk saat ini. Kau pasti lelah, istirahatlah." Myung Soo menyudahi pelukan, membantu menyeka air mata lalu menepuk-nepuk pundak So Eun.

So Eun memang merasa lelah, tak mudah baginya bisa seterbuka itu. Bercerita, artinya ia membuka kenangan pahit tapi ada kelegaan pada akhirnya seolah beban itu perlahan meluruh.

***

Damai menyelinap di antara risau yang masih tersisa, dan itu cukup untuk melelapkan So Eun tanpa sapaan mimpi buruk, bahkan durasi tidurnya jadi bertambah dari biasanya. Karena itulah ketiga terjaga lalu melihat jam, So Eun tersentak kaget. "Aish, mentang-mentang disuruh libur, bisa-bisanya aku baru bangun."
Bergegas So Eun keluar kamar, setidaknya ia mesti menyiapkan sarapan. Namun ternyata Myung Soo mendahuluinya. "Myung Soo, maaf, aku kesiangan."

"It's okay. Kau libur, 'kan. Lagipula sekarang masih pagi."

"Tapi seharusnya aku bangun lebih pagi lagi. Omong-omong, kenapa ada kotak bekal? Kau mau pergi?"

"Aku sudah membuat rencana, hari ini akan melanjutkan memotret. Lokasinya di gunung, jadi aku mau membawa bekal."

"Oh, kau akan mendaki."

"Bersiaplah."

"Aku? Bersiap apa?"

"Aku sudah lama menjadwalkan kegiatan hari ini tapi tadi malam terpikir untuk mengajakmu."

"Mwoya? Apa karena aku menangis dan menceritakan kisah sedihku?"

Myung Soo menggeleng seraya tersenyum. "Aku berniat untuk mengajakmu saat aku masih di kafe. Aku hanya ingin menjauhkanmu dari kafe di hari ini."

"Pantas saja kau menyuruhku libur."

"Tadi malam dalam perjalanan pulang, aku sempatkan untuk membeli sepatu dan jaket, coba dulu apakah pas."

"Untukku?"

"Iya."

"Wah, kau sungguh penuh kejutan manis."

After We Broke Up [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang