VI. Keluarga Kembar

9 3 0
                                    

Upin Ipin punya Cekgu Jàsmine, kalo kamu itu "Just mine".
_FromFacebook

《♡》

Ana berjalan santai menuju halte yang ada di dekat gerbang sekolah. Sebenarnya bukan hanya ia, seluruh murid SMA Merdeka pun hampir melakukan hal yang sama karena saat ini waktu sekolah sudah usai.

Ana mengucap syukur dalam hati sesampainya di halte karena masih diberi 1 tempat kosong untuk dirinya duduk. Namun, baru beberapa menit duduk sebuah motor berhenti tepat di depannya, sang pengendara membuka kaca helm lalu melambaikan tangan pada Ana, menyuruh gasis itu untuk mendekat.

"Ngapain Bang Rega kesini? Eh cieee yang mau jemput pacarnyaa." Ana memutar-mutar jari telunjuknya tepat di depan wajah Rega, menggoda laki-laki itu.

"Pacar, pacar! Gue kesini mau jemput lo." Ujar Rega.

Ana mengerutkan alis. "Ngapain jemput gue? Bang Cahyo mana?"

"Di rumah gue."

"Ngapain di rumah Bang Rega?" Kerutan di alis Ana semakin menjadi.

"Kita bertiga mau buat layangan. Gue ke sini karena disuruh Cahyo, terus kata Cahyo lo ikut ke rumah gue dulu supaya lo gak sendirian di rumah."

"Kan ada Mama!"

"Kan Mama lo di toko!"

"Ck huh! Hancur deh rencana gue!"

"Rencana apaan?"

"Gue tuh mau di rumah, mau baca novel yang baru dibeliin mama kemaren!"

"Yaudah ayo gue antar ke rumah lo."

"Terus gue cuma sendiri gitu di rumah? Ogah!"

"Terus mau lo gimanaa?"

"Ya terpaksa ikut Bang Rega aja! Lagian udah pada gede masih aja suka buat layangan, ujung-ujungnya juga gak terbang karena berat sebelah." Ana menggurutu sembari naik ke atas motor milik Rega.

"Enak aja mulut lo! Yang ini pasti terbang! Nih helm, pake!"

"Kalau gak terbang beliin gue novel, kalau terbang gue beliin novel."

"Deal!"

"Deal!"

《♡》

Ana sampai di rumah Rega, ia lalu ikut duduk di teras bersama dengan Cahyo dan Dega yang sibuk mengotak atik batang bambu.

"Ga, lo beli kertas minyak sana buat layangannya," Ujar Dega pada Rega yang baru saja selesai memakirkan motor dan hendak masuk ke dalam rumah.

"Gue mau makan, laper. Suruh aja tuh si Ana." Balas Rega sembari menunjuk Ana yang kini juga menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan tak percaya.

"Yaudah. Na, tolong beliin kertas minyak di kios depan tuh."

"Kok jadi Ana? Tuh Bang Cahyo tuh! Lagian bukan layangan Ana kenapa jadi Ana yang repot?"

"Lo gak liat gue lagi sibuk?" Cahyo memperlihatkan sebilah bambu yang sedang ia kerjakan. "Udah lo aja, nih uangnya kalau ada sisanya buat lo aja deh, gue ikhlas." Ia lalu memberikan Ana selembar uang berwarna hijau.

"Yaudah," Ana menerima uang dari Cahyo. "Itu namanya yang punya kios siapa?"

"Panggil aja Bu Siti."

"Warna apa nih kertasnya?"

"Yo, warna apa yang bagus?" Dega menyenggol pelan lengan Cahyo, meminta pendapat.

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang