XIV. Salah target

5 3 0
                                    

Ternyata gue sukanya sama Kak Ilhon, bukan Kak Irga.
_Ana

《♡》

Sudah seminggu sejak Ana memutuskan untuk menjadikan Irga sebagai targetnya namun, seminggu itu pula bukannya menjalankan misi seperti yang sudah direncakan, ia malah sibuk terus menatap tiap kebersamaan antara Ilhon dan Elsa.

Seminggu itu pun Ana langsung merasa lesu ketika melihat Ilhon berjalan bersisian dengan Elsa, tersenyum sangat manis pada Elsa, mengacak pelan puncak Elsa atau bahkan kadang mengenggam tangan Elsa. 

Oke. Ana harus mengakuinya, ia salah menentukan target. Ia menyukai Ilhon, bukan Irga.

Seperti saat ini, Ana duduk di bangku yang ada di depan kelas dengan tampang lemah, letih, lesunya. Pandangannya terus ia arahkan ke lapangan, di mana Ilhon sedang bermain basket sembari sesekali melambai-lambaikan tangan dan memberikan senyum paling manis pada gadis yang duduk di pinggir lapangan. Siapa lagi jika bukan Elsa.

Entah sudah berapa kali Ana menghembuskan napas panjang dan ia baru saja melakukannya lagi ketika melihat Ilhon berjalan mendekat pada Elsa hanya untuk mengacak pelan puncak kepala gadis itu.

Kali ini bukan hanya tampang yang lemah, letih, lesu, hatinya juga ikut-ikutan merasakan nyeri membuat posisi duduk Ana semakin melorot ke bawah. Ia benar-benar tidak kuat lagi melihat itu semua namun ia juga tidak mau beranjak dari sana.

Karena tidak mau merosot dan berakhir jatuh konyol di lantai, Ana akhirnya memperbaiki posisi duduknya. Pandangannya kini jatuh pada ujung dasinya, lama dan semakin lama ujung dasinya kabur, hidungnya terasam masam dan entah sejak kapan air sudah menggenang di pelupuk matanya.

Dan karena ia tidak mau menangis konyol di sini, Ana langsung menengadah, berkedip sebanyak mungkin agar air matanya tidak jatuh tapi, bukannya berkurang air itu malah semakin banyak membuat Ana kalap dan memutuskan untuk berlari ke toilet sembari menunduk agar tidak ketahuan orang-orang bahwa ia sedang menangis.

《♡》

Setelah menangis di kamar mandi sebanyak mungkin, Ana pergi ke kantin. Ia haus dan juga lapar.

Baru saja melangkah masuk, pandangannya langsung bertemu dengan Ilhon yang akan keluar dari kantin. Langkah Ana refleks terhenti, begitu juga Ilhon, entah karena ia juga refleks atau karena Ana yang berhenti melihatnya jadi ia juga memutuskan untuk berhenti.

Melihat Ana yang tak mengatakan apapun atau tersenyum, Ilhon akhirnya tersenyum duluan dan menyapa gadis itu.

"Hai!"

Ana linglung sesaat melihat Ilhon tersenyum dan menyapanya dengan sangat manis. Jantungnya langsung menggila bahkan keringat dingin tiba-tiba memenuhi hidung dan dahinya.

"Na? Woi! Kok malah ngelamun?" Sapa Ilhon lagi menyadarkan Ana.

"Eh-!"
Ana masih saja linglung.

Saat itu juga Ilhon terkekeh pelan membuat kerongkongan Ana semakin kering.

"Jangan keseringan ngelamun entar imunnya turun." Ujar Ilhon sembari mengacak pelan puncak kepala Ana lalu pergi begitu saja meninggalkan Ana yang hampir pingsan.

《♡》

Ana duduk tenang di dalam mobil, wajahnya ia palingkan ke arah jendela, menatap mobil dan motor yang berlalu lalang mendahului mobilnya.

Mama ada di depan, menyetir sembari berbincang dengan Cahyo tentang kompetisi band yang akan dilakukannya bulan depan di bandung kalau tidak salah dengar ... entahlah, Ana tidak terlalu menyimak percakapan mereka.

Ia, Cahyo dan Mama saat ini sedang dalam perjalanan menuju makam Ibu dan Bapak.  Karena sekarang adalah hari jum'at dan mereka selalu rutin berziarah setidaknya 2 kali dalam sebulan.

Setibanya di kuburan Ibu dan Bapak, mereka langsung mulai membacakan yasin lalu di akhiri Do'a. Seperti biasa, Ana meminta izin untuk berjalan-jalan sebentar setelah selesai membacakan Surah Yasin sedangkan Mama dan Cahyo akan pergi ke makam keluarga yang lain.

Ana berjalan santai, sesekali melempar senyum ketika berpapasan dengan orang yang juga sedang berziarah. Ia masih berjalan santai hingga matanya menangkap suatu pemandangan yang membuat hatinya terasa 2 kali lebih nyeri daripada tadi saat di sekolah.

Ilhon, Irga, Pikar dan Elsa ada di sana. Duduk melingkar bersama, melingkari makam Galih.

Ana menerbitkan senyum kecil, sangat kecil. Ia seakan di tampar oleh suatu kenyataan bahwa kehadiran dan usahanya selama ini memang tidak berarti apa-apa untuk mereka.

Lagipula siapa dirinya ini?
Bukannya ia hanyalah orang asing yang memaksakan kehadirannya berarti untuk mereka? Sebentar ..., kenapa harus dengan bukannya?

Ia hanyalah orang asing yang memaksakan kehadirannya berarti untuk mereka. Begitu lebih pantas, bukan?

Mereka sangat lengkap. Benar-benar sempurna.

Ana tersenyum lagi, kali ini dengan kekehan kecil. Ia tiba-tiba teringat dengan usahanya beberapa minggu yang lalu ketika ingin membuat mereka bertiga duduk bersama dan makan bersama di kantin.

Bukannya berhasil ia malah mendapat reaksi tidak enak dari Ilhon, Irga, dan Pikar. Ilhon pergi begitu saja setelah melayangkan tatapan tidak suka padanya, Irga juga begitu sedangkan Pikar mengatakan padanya untuk tidak begitu ikut campur masalah ini padanya sebelum pergi.

Ana masih ingat betul kata-katanya.

Lo siapa sih? Berani banget ikut campur.

Ana tahu Pikar memang bermulut kasar namun, saat itu ia tidak terlalu memikirkannya dan malah masih terus saja mencoba cara lain, berharap ada suatu keberuntungan.

Namun saat ini, Ana sadar. Harusnya ia memikirkan perkataan Pikar, harusnya setelah mendengar perkataan Pikar ia sadar siapa dirinya, harusnya setelah mendengar perkataan Pikar ia tidak berusaha lagi, harusnya setelah mendengar perkataan Pikar ia mengalah saja.

Jika saja ia mendengarkan perkataan Pikar dan memutuskan untuk mengalah dan pergi dari dulu, pasti perasaan ini tidak akan muncul.

Mengapa ia bodoh sekali?

Ana lalu berbalik, melangkah pergi dari sana dengan hati dan pikiran yang kacau.

《♡》

Kasian Ana jadi second lead😭

Semoga kalian suka ya sama part ini☺. Btw, akhir-akhir ini aku up nya agak cepetan dikit yah, seneng dehh, hehe.

Okey, see you next part🤍

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang