XXXIV. Rega Dega

2 2 0
                                    

Setelah menyelesaikan makan, Rega dan Ana langsung pulang.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua sama-sama diam. Rega sibuk menyetir motor dan Ana sibuk dengan isi kepalanya.

Hingga keduanya sampai di rumah milik Ana, keduanya juga masih saling diam.

Ana turun dari motor, matanya memeriksa sekitar dan dengan segera menemukan sebuah motor yang ia sangat kenal dan tahu siapa pemiliknya.

"Na, gue langsung balik ya." Ujar Rega.

Ana mengernyit bingung, tumben?

"Tumben."

"Capek, pengen istirahat."

"Biasanya juga istirahat di sini. Lo kok jadi aneh gini sih, Bang?"

Ana menyadarinya.
Hari ini Rega memang sangat aneh, tidak seperti biasanya.

"ANA!! LO DARIMANA AJA?!"
Teriak seseorang.

Ana berjengit kaget mendengar teriakan itu.

"Bang Dega ngapain teriak-teriak sih?!"
Seru Ana pada Dega yang baru saja keluar dari rumah dan menghampirinya.

Ana menatap wajah Dega dengan tatapan menelisik, kenapa wajah laki-laki ini juga penuh lebam?

Bola mata Ana dengan segera membulat begitu ia menemukan sebuah kemungkinan yang sangat mungkin terjadi, ia lalu menatap Dega dan Rega bergantian.

"Kalian berantem?!" Serunya kemudian.

Rega dan Dega sama-sama diam.

Ana mulai merasakan pening di kepalanya.
Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?
Kenapa dua kembar ini tiba-tiba berkelahi seperti ini?

Ana menoleh pada Rega yang sedari tadi memalingkan wajah, tidak mau menatap Ana maupun Dega dengan helm yang masih terpasang sempurna di kepalanya. Rega juga masih berada di atas motor.

"Ck! Buka helmnya, turun!"
Titah Ana pada Rega.

Rega langsung menurut, pertama ia membuka helmnya lalu turun dari motor dan berdiri di samping Ana.

Ana kemudian beralih menatap Dega yang kini juga tengah menatapnya.

"Hp lo kemana?! Kenapa gak angkat telpon gue?! Dan kenapa lo bisa pulang bareng dia?!"
Seru Dega marah.

Ana semakin pening.
Jadi, Dega tidak tahu bahwa ia pulang bersama Rega?

"Kalian berdua ... kenapa bisa berantem sih?" Suara Ana memelan.

Dega dan Rega diam.

Ana tidak tahu harus apa lagi, ia memutar bola matanya, merasa sangat lelah. Tidak sengaja, sudut mata Ana menangkap Cahyo yang sedang berdiri dan bersandar pada pintu rumah, memperhatikannya, Rega dan juga Dega dalam diam.

"Bang Cahyo! Sini!"
Teriak Ana pada Cahyo yang kini sedang berjalan ke arahnya.

"Ini kenapa mereka bisa berantem sih?!" Tanya Ana langsung begitu Cahyo sampai di dekatnya.

Cahyo terdiam sesaat sebelum mengangkat kedua bahunya, tanda ia tidak tahu.

"Astagfirullah!" Ana berseru, beristigfar dalam-dalam.

"Sampe kapan kalian berdua bakal diem? Ooh, jadi ga mau ngasih tau gue alasannya apa? Oke!"

Ana berbalik, hendak masuk ke dalam rumah namun, tangan kanannya di tahan oleh Rega membuat langkahnya urung.

"Jangan dulu masuk, gue mau ngomong sesuatu." Ujar Rega.

Ana hendak merespon Rega namun, tangan sebelah Kirinya kini malah ditarik oleh Dega.

"Berani lo ngomong sama dia, gue hajar lo di sini sekarang juga." Ujar Dega dengan nada datar, tatapan matanya menyorot Rega tajam begitupun sebaliknya.

Ana semakin pening.

"Ana, ikut gue. Gue mau ngomong sesuatu." Rega berujar lagi, tarikan tangannya pada lengan Ana menguat membuat mau tak mau Ana tertarik mendekat padanya.

Namun, Dega sepertinya tidak membiarkan hal itu terjadi, ia dengan sigap meraih pinggang Ana dan menariknya. Cekalan Rega pada lengan Ana dengan segera terlepas dan kini Ana berada di dalam pelukan Dega.

Cahyo hanya menonton sembari sesekali menghela napas panjang lalu memijit pangkal hidungnya.

Pening di kepala Ana semakin menjadi-jadi begitu mendengar suara detak jantung milik Dega yang sedang menggila di dalam sana.

"Ana, masuk."
Ujar Cahyo tiba-tiba.

Dega kini beralih menatap Cahyo dengan marah, ia hendak memprotes namun, Cahyo berujar lagi.

"Lepasin Ana, biarin dia masuk. Lo berdua pulang sekarang juga."

Tatapan Dega semakin marah menyorot Cahyo.

"Dega, gue bilang lepasin Ana. Sekarang!"
Teriak Cahyo murka.

Dega melepaskan Ana saat itu juga, ia lalu berlalu masuk ke dalam rumah, tak lama Dega kembali keluar, kini dengan tas yang tersampir di bahunya dan juga sebuah helm yang ia jinjing.

"Pulang!"
Sentaknya pada Rega yang masih saja diam dengan tatapan tak lepas dari Ana.

"REGA! PULANG!"

Entah sudah berapa kali Ana berjengit kaget karena sebuah teriakan. Gadis itu menatap takut-takut bergantian Dega, Rega dan juga Cahyo.

Suasana menjadi lebih tegang ketika Rega sama sekali tidak mengindahkan perintah Dega membuat Dega semakin marah dan berakhir menarik kerah seragam milik Rega.

"Rega. Pulang!" Ujar Dega sekali lagi dengan penuh tekanan.

"Na, entar gu--"

"Gak usah ngomong sama Ana!"
Dega sudah sangat marah, laki-laki itu hendak melayangkan sebuah tonjokan jika Ana tidak segera menahan kepalan tangannya.

"Bang Dega stop!!"
Jerit Ana.

Kedua mata Ana sudah berkaca-kaca, ia menatap Dega tatapan memelas, memohon agar tidak kembali menghajar wajah Rega yang sudah penuh dengan lebam.

Ana tidak pernah melihat Dega semarah ini.
Ini pertama kalinya untuknya, membuatnya sadar akan Dega yang biasanya selalu menampilkan kelakuan bodoh bisa menjadi sangat menyeramkan seperti saat ini.

Cahyo sudah siap dengan kuda-kudanya, berjaga-jaga jika Dega dan Rega kembali bertarung.

"Lo berdua pulang sekarang. Ana, ayo masuk!"
Seru Cahyo marah.

Ana menggeleng kuat sembari menatap Cahyo. Ia tidak membiarkan Rega pulang karena takut Dega akan menghajarnya lagi.

"Gak! Bang Dega aja yang pulang, Bang Rega di sini aja!"
Ana mendekat pada Rega dan berdiri di sampingnya.

"ANA!"
Teriak Dega murka.

Ana menggelengkan kepalanya lagi. Ia sudah nyaris menangis karena Dega meneriakinya.
"Kalau Bang Dega gak mau kasih tau apa masalahnya, gue gak bakal izinin Bang Rega pulang!"

"Na, entar gue kasih tau apa masalahnya, sekarang masuk dan biarin mereka berdua pulang."
Ujar Cahyo pelan.

"Beneran?" Cicit Ana.

Cahyo menangguk pasti.

"Yaudah." Putus Ana akhirnya membiarkan Dega membawa Rega pulang.

Dega kini mengambil alih motor, ia berada di atas motor sembari menunggu Rega naik sebelum melaju pergi.

Rega menatap Ana, tersenyum kecil lalu mengacak puncak kepala gadis itu.
"Makasih."
Ujarnya kemudian.

Ana terdiam.
Hatinya berdesir hebat akibat sentuhan Rega dan juga ucapan 'Terimakasih' dari laki-laki itu.

_×_

WEHH ADA APA NIEHH?!
🦭🦭

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang