XVI. Sialan

9 2 0
                                    

Sialan! Senyumnya memabukkan!

_Ana

{{}}

Ana masuk ke dalam kelas dengan wajah yang kusut. Ia menjatuhkan bokongnya begitu saja bersamaan dengan kedua tangan dan juga kepalanya. Setelah beberapa saat hanya berdiam diri sembari menampilkan tatapan kosong, Ana akhirnya mengeluarkan helaan napas panjang yang sangat panjang.

Lia melihat itu semua.

"Setelah kemarin alpa sekarang kenapa lagi lo? Kusut banget." Tegurnya tak dapat lagi membendung rasa penasaran.

Mendengar suara Lia, Ana bersusah payah mengangkat kepalanya, memberikan atensi pada Lia yang duduk di sebelahnya.

"Gue habis dimarah abis-abisan sama Mama." Jawab Ana pelan.

"Gara-gara?" Tanya Lia penasaran.

"Gue minta pindah sekolah lagi." Jawab Ana lagi.

"What?! Gila lo?!" Jerit Lia tak bisa menutupi ke-terkejutannya.

"Hmm."

Lia melotot kesal, "hmm? Hmm lo bilang?!"

"Coba sekarang ngomong ke gue, kenapa lo minta pindah sekolah lagi?" Lia menarik kursinya, mendekat pada Ana.

Ana memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak.

"Karena gue udah males sekolah di sini." Ujar Ana berbohong.

Lia dengan tidak takut langsung menyentil keras dahi Ana sembari berseru "Sinting! Lo pikir sekolah buat main-main?!"

Ana terdiam. Melihat Lia memarahinya, ia malah teringat kembali dengan mamanya.

"Gue tanya, lo udah pindah sekolah berapa kali?!" Tanya Lia.

Ana dengan polos mengangkat 4 jarinya.

"4! Lo pikir 4 itu sedikit?!"

Ana menggangguk tapi begitu Lia melototinya, Ana lantas menggeleng.

"Lo pikir pindah sekolah 4 kali nggak makan biaya yang banyak?!"

Ana menggeleng.

"Lo nggak kasihan sama Mama lo?!"

Kali ini Ana langsung mengangguk tanpa harus menggeleng atau di pelototi Lia dulu.

"Terus?!" Seru Lia gemas.

"Gue harus pindah sekolah, Ya." Ujar Ana setelah diam cukup lama.

"Kenapa?" Suara Lia memelan, mencoba mendengarkan semua alasan Ana.

"Gue suka sama kak Ilhon tapi, Kak Ilhon nggak suka sama gue. Jadi, supaya gue nggak tambah suka sama dia, gue harus pindah sekolah." Jawab Ana.

Begitu mendengar alasan Ana, Lia langsung memijit pangkal hidungnya. Merasa tak percaya dengan alasan yang baru saja disebutkan oleh gadis itu.

"Ya Allah Naa."

"Kenapa lagi sih, Yaa? Alasan gue kurang logis?" Tanya Ana dengan wajah tersakiti.

"Nggak, kurang air mata aja."

"Ish! Lagi sedih juga!"

"Lo juga sih, suka kok sama Kak Ilhon. Suka tuh sama orang yang nyata, jangan yang nggak nyata!"

"Emang kak Ilhon Setan?!"

"Maksud gue yang jelas-jelas bisa digapai!"

"Jadi Kak Ilhon nggak bakal bisa gue gapai?"

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang