XXVII. Ana dan Novelnya

3 2 0
                                    

Ana sampai dirumah dengan perut yang rasanya hampir meledak karena kenyang. Sembari duduk bersandar di sofa, gadis itu mengelus-elus perutnya yang nampak membesar.

"Kekeyangan kan lo?!"
Dega yang duduk tak jauh darinya mengomel.

"Ya kalau gak diabisin juga kasian baksonya Bangg.., mubazirr."

"Ck! Kan bisa dibungkus!"

Ana terdiam, kenapa ia tidak kepikiran hal itu?
"Oh iya ya!"

"Goblok goblok."

"Ya ini semua salah Bang Dega lah!" Ana menegakkan duduknya lalu menunjuk Dega yang hanya bisa memasang raut wajah bingung sekaligus tidak percaya.

"Kok salah gue?! Udah jelas-jelas elo yang duluan pesan sok-sok an dua porsi! Apa? Akhirnya hampir gak habis kan!" Dega terus mengomel, semakin kesal karena Ana malah menyalahkannya atas kesalahan gadis itu sendiri.

"Ya tapi kan ujung-ujungnya tetap habis!"

"Hilih! Kalau tadi gak gue bantuin pasti gak habis itu tadi!"

"Ck! Bang Dega kok ngeselin sih! Sana pulang! Ngapain masih lama-lama disini?!" Usir Ana tiba-tiba.

"Iya ini juga gue mau pulang, ngapain lama-lama disini bareng lo, yang ada gue bisa kena stroke ringan!" Dega berdiri, bersiap untuk pergi.

"Dih! Sana hus-hus!"
Ana membuntuti Dega keluar dari rumah.

"Bentar lagi Cahyo pulang, tunggu aja. Kalau takut di dalam rumah sendirian, duduk aja di teras!" Ujar Dega.

"Hmmm."

"Gue balik, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam!"

Dega berlalu sesudah Ana menjawab salamnya dengan suara yang lantang.

<■>

Selepas Dega pergi, Ana beranjak membersihkan rumah. Ia memulai ritual sorenya itu dengan mencuci piring kotor lalu mengangkati jemuran dan terakhir menyapu rumah dan halaman rumah.

Setelah membersihkan rumah, gadis itu bergegas mandi dan sholat ashar karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.

Sudah pukul setengah 6 sore dan Cahyo maupun Mama tidak ada tanda-tanda akan pulang. Ana menguap lebar, saat ini ia berada di teras, berleha-leha sambil bermain ponsel.

Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk ketika mesjid mulai melantunkan ayat ayat suci, pertanda bahwa sebentar lagi waktu Maghrib akan tiba.

Ana beranjak masuk ke dalam rumah setelah teringat ucapan Bapaknya kalau tidak baik berada di luar rumah ketika waktu maghrib sudah semakin dekat. Ia masuk ke kamar, matanya belum lepas dari ponsel, lebih tepatnya pada pesan yang ia kirim siang tadi untuk Irga yang ternyata hanya dibaca tanpa dibalas.

Ana tersenyum kecut.

"Sangat tidak ada harapan teman-teman." Ujarnya kecewa.

!_!

Jam setengah 8 Mama pulang ke rumah. Saat hendak membuka pintu rumah, tiba-tiba pintu sudah terbuka dari dalam lalu menampilkan Ana yang tengah membopong toples tiktak.

Luna tersenyum kecil, rasa capeknya seketika hilang begitu mendapati anak gadisnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Abang kamu kemana, Na? Kok tumben jam segini motornya nggak ada?" Tanya Luna kemudian duduk di samping Ana.

"Tadi kata Bang Dega sih ada latihan band sama temen-temennya." Jawab Ana.

"Barusan pergi?"

Ana menggeleng, "Latihannya tadi pas pulang sekolah jadinya dia belum pulang kerumah sampe sekarang."

"Ooh, terus kamu udah makan, hm?"

"Tadi pulang sekolah sih udah, makan bakso bareng Bang Dega."

"Berarti makan malam, belum?"

Ana menggeleng lemah, "Laperrr."

Luna tertawa kecil, "Yaudah, sana siap-siap, kita makan diluar aja."

"Makan apa?"

"Kamu maunya makan apa?"

Ana diam, berpikir.
"Makan di mall aja mah, sekalian jalan-jalan dulu. Inikan malam minggu!"

"Eh iya ya, inikan malam minggu. Yaudah, ayo kita malmingan."

"Entar mampir di toko buku ya Maahh."

"Lagii?" Tanya Luna tak percaya. Pasalnya beberapa hari yang lalu Ana juga baru saja membeli buku lewat online shop.

"Memangnya yang kemarin itu sudah selesai kamu baca?" Lanjut Luna.

Ana mengangguk, "Udah kok!"

"Buku kamu di kamar udah banyak banget lho Na, Mama liat yang lain malah udah gak muat di rak, gimana kalau buku-buku yang sudah kamu baca disumbangin aja?" Luna menawarkan sebuah ide.

Ana kembali diam, menatap sang Mama lamat-lamat.

"Enggak semuanya sayangg, maksud mamah nanti kamu pilih satu-satu, siapa tau ada beberapa yang pengen kamu ikhlaskan?" Luna yang mengerti isi pikiran Ana langsung kembali berujar, meluruskan.

Kamar Ana seluruh dindingnya sudah tertutup rak buku yang sudah sangat penuh dengan buku-buku. Semua buku itu adalah novel, entah itu novel lokal maupun novel terjemahan.

Namun, semua buku itu bukan hanya milik Ana. Sebagian adalah buku peninggalan dari Kakeknya dan Bapaknya.

Kebiaaaan Ana membaca buku bukanlah hanya sekedar hobi, itu adalah sebuah kebiasan yang sudah menjadi turun menurun dan akhirnya membentuk sebuah keturunan.

Bapak, Kakek maupun Buyutnya adalah seorang pembaca buku. Mereka akan merasa tidak tenang jika dalam sehari belum menyentuh dan membaca buku.

Genre bacaan mereka hampir semuanya mirip-mirip yaitu, fiksi, fantasi dan thiller. Mereka tidak terlalu suka membaca buku Ipa, Ips, Matematika, Biologi, Sosiologi, sosial budaya, Kewarganegaraan, Kimia dll, mereka hanya suka membaca buku fiksi. Fiksi yang membahas tentang Ipa, Ips, Matematika, Biologi, Sosiologi, Sosial budaya, Kewarganegaraan, Kimia dll.

Menurut Ana semua pelajaran itu sulit namun, jika ada sedikit campur tangan fiksi di dalamnya maka semua pelajaran itu akan menjadi mudah.

Itu sebabnya Ana bukan tergolong orang yang pintar dan bukan juga tergolong orang yang kurang pintar.

"Aku juga udah punya rencana kayak gitu kok Ma tapi, akunya gak tau mau disumbangin kemana."

"Di panti asuhan boleh kok."

"Emang boleh? Panti asuhan kan tempatnya anak anak kecil, Mah. Masa mereka baca novel-novel remaja gitu sih?"

"Ya kan gak semua panti asuhan isinya anak kecil, ada juga panti asuhan yang isinya anak-anak remaja seumuran kamu gini." Luna mencolek hidung Ana.

"Emang iya?"

"Iya, jangankan yang remaja, panti asuhan untuk orang tua yang sudah umur juga ada."

"Itumah Ana tau, panti jompo namanya bukan panti asuhan!"

"Sama saja Ana!!"

"Yaudah, ini jadi berangkat nggak?"

"Ya jadi dong! Kamu emang gak mau ganti baju dulu?" Tanya Luna memperhatikan baju Ana yang seperti gembel.

"Ya ini mau ganti, Mama emang gak mau mandi dulu gitu?"

Luna menggeleng, "Mama gini aja, mandinya entar pas pulang lagi."

"Ooo oke! Bentar Ana ganti baju dulu, 2 menit!"

÷=÷

Heyyooowww🦭

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang