XXIII. Pikar oh Pikar

6 1 0
                                    

Pikar kembali dari kantin membawa sebungkus nasi goreng dan juga sebotol air mineral, pesanan Ana. Laki-laki itu kemudian memanggil Ana yang ternyata sedang asik bergosip bersama teman sekelas dengan tema 'Kak Ilhon sama Kak Elsa itu pacaran nggak sih?'

"Na? Nih pesanan lo!" Seru Pikar.

Ana menoleh, tersenyum lebar lalu mendekat pada Pikar setelah melihat nasi gorengnya.
"Katanya nggak denger." Ejeknya.

"Ck! Udah makan aja!"
Pikar mengibaskan tangannya, menyuruh Ana pergi.

"Totalnya 15 ribu kan?" Ana merogoh kantong baju, mengeluarkan uang 10 ribu dari sana lalu menyerahkannya pada Pikar, "5 ribunya anggap aja lo lagi sedekah ke gue ya." Gadis itu nyengir lebar.

Pikar mendelik tapi tetap mengiyakan, "Hmm serah lo!"

"Duh Pikar gentleman deh!"
Puji Ana yang hanya dibalas decakan kasar oleh Pikar.

Ana memulai makannya dalam diam sedangkan Pikar mendadak jadi memperhatikan gerak gerik gadis itu. Dari memulai makannya dengan membaca doa, minum seteguk air, melahap sesendok nasi sampai akhirnya nasi gorengnya habis.

"Ngapa lo liatin gue daritadi kayak gitu? Naksir?!" Semprot Ana, mendelik pada Pikar.

Pikar terkekeh pelan, ia mengulurkan tangannya menyentuh pinggir bibir Ana untuk mengambil sebutir nasi lalu memasukkan nasi itu ke dalam mulutnya sendiri.
"Lo lucu sih!" Ujarnya kemudian sembari mengacak pelan rambut Ana sebelum pergi keluar dari kelas.

Tubuh Ana membeku saat Pikar melakukan itu, darahnya berdesir hebat disusul dengan rasa geli diperutnya. Ia menatap punggung Pikar dengan raut wajah yang aneh.

"Nape muka lo? Pedes nasi gorengnya?" Lia bertanya setelah melirik Ana sekilas.

"Emang muka gue kenapa?"

"Merah kayak pantat bayi yang lagi irtasi." Jawab Lia malas.

Ana sontak memegang kedua pipinya.
"Kok jadi panas gini sihh!!" Serunya heboh sembari mengipasi wajahnya dengan tangan.

Ditempat lain, Pikar yang mendadak tersadar akan perlakuannya pada Ana membenturkan dahinya ke dinding dengan sengaja berulang-ulang. Murid lain yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala sembari bergumam 'ganteng sih tapi rada gila'.

"Gubluk banget si gue!" Pikar berteriak.

"Entar kalo dia baper gimana?! Aduhh repott!"

"Masa iya gue harus tanggung jawab? Ah bodo!"

"Tapi kalau nggak tanggung jawab berarti sama aja gue nggak gentleman dong!"

Pikar mengacak rambutnya, frustrasi.

+×+

Ana duduk dengan gelisah dibangkunya. Sesekali gadis itu melirik bangku disebelahnya yang kosong dan pintu kelas secara bergantian.

Ia mendadak menahan napas ketika pintu kelas terlihat di dorong dari luar.

Itu Pikar. Laki-laki itu masuk perlahan lalu meminta maaf kepada guru yang sedang menjelaskan di depan karena terlambat sebelum akhirnya berjalan ke bangkunya, tanpa menatap Ana tentu saja.

Berbeda dengan Ana, gadis itu malah terus-terusan menatap Pikar sampai laki-laki itu duduk di sampingnya.

Pikar yang sadar hal itu segera menoleh pada Ana, tersenyum kecil lalu berujar, "Gue emang ganteng, Na. Tapi, jangan segitunya juga kali ngeliatnya."

"Sialan!" Umpat Ana segera menatap ke depan.

"Awas naksir."

"Enggak!"

Like A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang