Ch. 36

122 24 29
                                    

'Sama-sama manusia, sama-sama punya akal dan pikiran. Tapi kenapa, masih ada aja manusia baik dan jahat?'

°°°°°

Setelah keluar dari toilet tadi, pikiran Yuna melayang ke sana ke mari. Membuat kepalanya sedikit pusing karenanya. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya. Menengadahkan kepalanya ke atas langit, melihat langit yang terlihat teramat cerah itu sungguh menghangatkan mata. Sampai tak terasa langkah kakinya berhenti tepat di depan pintu menuju rooftop. Ia sempat bergelut dengan pikirannya sampai akhirnya ia memutuskan untuk bolos agar bisa menenangkan dirinya dengan benar, urusan Yuda itu belakangan pikirnya.

"Gue kenapa?" Tanyanya entah pada siapa.

"Sebenernya yang gue mau itu apa?" Ia kembali bertanya pada angin meski ia yakin angin tak akan dapat menjawabnya , mengembuskan napasnya dengan kasar. Mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sana, tanpa permisi air mata itu keluar, mengaliri pipi putih miliknya yang meninggalkan jejak air mata di sana.

"Salahkah gue pingin bahagia? Salahkan gue pingin mendapatkan kebahagian? Apa gue salah?" Lirihnya diselingi suara isakan dari mulutnya.

"Gue gak berharap banyak, cukup perjuangan gue dihargai. Jangan lihat gue waktu gue lelah berjuang, tapi lihatlah gue ketika gue lagi berjuang, apa salah?" Ujarnya sambil terkekeh pelan. Ia benci dengan para manusia yang seperti itu. Benci manusia yang tak bisa menghargai perjuangan orang lain, namun ketika orang yang tengah berjuang mengistirahatkan jiwa dan raganya mereka mencaci serta menghinanya. Menutup mata akan semua masalah yang terjadi dan hanya bisa menyalahkan tanpa memberi masukan ataupun bantuan.

Rintik hujan mengguyur SMA Bumi langit, namun dirinya tetap duduk di kursi yang ada di sana. Menikmati setiap air hujan yang mengenai dirinya, ia tersenyum tipis. Ia sangat menyukai hujan karena rasanya sungguh menenangkan, menurutnya hujan itu punya kebebasan makanya setiap hujan turun ia merasakan sedikit kebebasan pada hidupnya yang sempit, berbeda dengan Aretha yang sangat membenci hujan karena hujan pernah merenggut kesayangannya.

Tubuhnya telah sangat basah, angin di luar terasa semakin dingin, tubuhnya menggigil kedinginan. "Lo kehujanan Ra? Lo kan benci hujan," lirih Yuna, ia sangat ingat jelas jika Aretha sungguh membenci hujan. Entah bagaimana bayangan sosok Aretha terlintas dibenaknya, rasanya ia cukup khawatir.

"Gue gak minta banyak, cukup berikan keadilan untuk anak-anak seperti kami. Berikan kebahagian kepada kami. Berilah kami kesempatan untuk merasakan yang namanya kehidupan. Orang dewasa itu sungguh egois, mereka yang punya masalah tapi melibatkan anak-anaknya. Apa mereka tak berfikir tentang perasaan kami?"
Mungkin kalian mengira permintaan Yuna itu sangat banyak, namun itu adalah hal yang wajar, mereka hanya ingin bahagia. Ingin merasakan pelukan serta ucapan yang hangat dari orang tua mereka masing-masing. Bukan mendapatkan pukulan ataupun tamparan, bukan juga mendapat kata-kata kasar ataupun cacian serta hinaan.

"Gue takut. Gue takut untuk pulang. Gue masih mau hidup," racau Yuna tak karuan. Ia sadar dirinya telah melakukan 2 kesalahan sekaligus, membentak Yuda dan bolos kelas. Kalian tau Yuda paling benci anak yang tak berguna apalagi seorang anak perempuan yang tak memiliki bakat apapun! Tapi berbeda jika yang tak memiliki bakat itu adalah anak laki-laki karena ia masih memakai prinsip laki-laki lebih kuat, lebih baik, lebih hebat dari perempuan. Pemikirannya masih seperti yang menyuci, menyapu, mengepel dan tugas rumah lainnya hanyalah tugasnya perempuan, padahal itu adalah tugas setiap orang rumah. Yups ini adalah pemikiran yang sangat sempit.

"Kalo gue kenapa-kenapa, liat aja Ra. Lo bakal habis!" Entah kenapa Yuna selalu menyalahkan Aretha.

○○○○○

Someday [Selesai]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang