t i g a p u l u h

704 124 53
                                    

Kaki jenjang itu melangkah menuruni anak tangga satu persatu. Kepalanya mendongak, menatap sang mama yang kini berdiri di dekat sofa ruang tamu.

"Gak usah kemana-mana," ucap Ferisha terkesan jutek.

(Namakamu) menghela nafas, "Apa sih ma? Mama gak jelas deh!"

"Mama gak izinin kamu pergi."

(Namakamu) menatap Ferisha tak percaya. Pasalnya Ferisha ini bukan type orang tua yang selalu membatasi kegiatan anaknya.

"Mama gak izinin kamu pergi. Pokoknya nggak."

"Ma? Seriously?"

Ferisha mengangguk, "Balik kamu ke kamar."

(Namakamu) menggeleng, "Nggak. Mama gak ngizinin pun, (Namakamu) tetep akan pergi."

"Kamu berani lawan Mama sekarang? Hazel aja nurut nggak ikut, kenapa kamu melawan?!"  tanya Ferisha bersidekap dada.

"(Namakamu) udah nikah, Ma. Mama kan yang bilang kalo restu (Namakamu) itu sekarang ada di suami (Namakamu) sendiri?" tanya (Namakamu).

"Suami? Bukannya kamu sedang proses cerai?" tanya Ferisha membuat gadis itu terdiam.

"Mama udah peringatkan berkali-kali, jangan main-main sama perceraian, (Namakamu). Kamu sebenernya ngerti nggak sih?" tanya Ferisha dengan nada meninggi.

(Namakamu) rasa, Ferisha marah karena Iqbaal semalam berbicara perihal proses perceraian keduanya. Gadis itu menghela nafas.

"(Namakamu) ngerti dan (Namakamu) tau harus ngelakuin apa, Ma. Stop minta (Namakamu) buat ngelakuin apa yang Mama mau."

"(Namakamu) tertekan sama pernikahan ini. (Namakamu) nggak bahagia sama sekali."

"Tapi ini yang kamu mau dari dulu, (Namakamu). Kamu masih enggak ingat, hm?" tanya Ferisha. Lalu wanita paruh baya itu terkekeh sesaat.

"Kamu belum ingat atau hanya pura-pura lupa? Kamu aja sekarang udah inget Serin kan?"

Kedua mata (Namakamu) menatap sosok di depannya. Perlahan air bening itu kembali berkumpul di kelopak matanya.

"Kenapa nangis, hm? Benar apa kata mama?"

(Namakamu) menatap ke bawah kemudian menepis air matanya kasar. Setelahnya cewek itu mendekat ke arah sang mama.

"Aku punya pilihan sendiri, Ma. Ikhlasin kemauan mama yang nggak mungkin aku ikutin itu," ucap (Namakamu) lalu berjalan keluar area rumah.

"(Namakamu)!"

Gadis itu mempercepat langkahnya ketika mendengar teriakan sang mama. Ia dengan cepat memasuki mobil hitam yang terparkir di depan gerbang rumahnya.

"(Nam), lo baik-baik aja kan?" tanya Kintan setelah (Namakamu) duduk di kursi penumpang bagian tengah mobil Jejy.

(Namakamu) tersenyum lalu mengangguk.

"Mata Lo sembab. Lo habis nangis berapa abad anjir?" Jejy menatap (Namakamu) lewat kaca mobil.

Tangan (Namakamu) terangkat menoyor kepala Jejy, "Sinting lo!"

"Lo berantem sama Tante Ferisha?" tanya Kintan.

Jejy mengangguk, menyetujui pertanyaan Kintan. Cewek itu kini tengah mengendarai mobil menuju sekolah untuk mengikuti acara perkemahan.

"Ya gitulah," jawab (Namakamu).

"Gitulah gimana sih anying jawab yang bener!" ucap Jejy.

"Kepo Lo!" desis (Namakamu).

"Gue gak mau ya (Nam), kalo nyokap Lo tiba-tiba marah sama kita," ucap Jejy.

Om Galak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang