Bagian 24

120 11 0
                                    

Aku tak pernah meminta rasa ini tumbuh, pun tak pernah mengira ia akan tumbuh. Tapi saat ini, yang aku tahu. Kekecewaan terbesar itu hadir akibat harapan yang tak pernah disandarkan kepada Tuhan.”

Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(QS. Al-insyirah : 8)

Assalamu'alaikum Cinta
Karya Siti Maimunah

****

Memandang bunga mawar putih bermekaran dan tumbuh subur, membuat hati Humaira senang. Taman bunga yang semula hanya berukuran 4x3 meter itu kini sudah semakin luas, setiap minggu Humaira mengisi satu polybag bibit bunga baru dengan  jenis dan warna yang selalu sama. Humaira sangat menyukai bunga mawar putih. Meskipun ada beberapa bibit yang ia beli berwarna merah. Tujuannya hanya ingin membuat taman bunga mininya semakin indah. Bunga mawar putih selalu dilambangkan dengan kesucian, tak jarang pada acara pernikahan bunga mawar putih selalu menjadi pilihan. Katanya bunga ini berkaitan erat dengan cinta yang murni dan kesetiaan abadi. Filosofi seperti ini membuat bunga mawar putih selalu menjadi pilihan bagi sepasang kekasih. Namun, tak hanya itu,di berbagai negara, mawar putih ini juga banyak digunakan pada dua keadaan, perpisahan dan juga kematian.

Setiap bunga memiliki arti yang cukup mendalam bagi pencintanya, begitu juga dengan Humaira, ia meyakini bahwa mawar putih pemberian Imam dahulu adalah hadiah perpisahan. Berharap cinta yang tulus dan suci akan dipertemukan kembali, jika sudah waktunya. Sayangnya semua itu tak lagi ada, kisah itu telah berakhir setelah Imam memilih wanita lain. Kronologi yang tak pernah Humaira ketahui dengan jelas, seperti apa, dan apa alasannya? Hanya kabar pernikahan yang datang secara tiba-tiba.

“Masyaallah Maira, jam segini masih sibuk sama bunga aja.”

Humaira menoleh sejenak, Dinda berjalan menghampirinya namun ia hanya tersenyum dan kembali membuang daun bunga mawar yang telah menguning, enggan berlama-lama menatap sang sahabat.

Setelah menyiram tanaman, Humaira akan memeriksa dan membersihkan daun-daun yang layu. Rutinitas yang selalu ia lakukan selama 2 tahun belakangan ini, fokus merawat bunga. Tak heran jika Kevin sangat tertarik dengan taman bunga mawar itu, perawatan yang mungkin terlihat sederhana tetapi bisa menumbuhkan hasil yang luar biasa.

“Iya, iyalah, Din. Ini ‘kan hari libur, jadi aku punya banyak waktu buat merawat mereka, ntar sore, aku juga masih harus kembali mengajar, ada jadwal tambahan hari ini, anak-anak mau stor hapalan. Kapan lagi bisa merawat mereka kalau bukan sekarang.”

“Iya deh iya, rawat aja selagi bisa, ngomong-ngomong bunga mawarnya kamu kasi pupuk apa. Subur banget?”

“Iya pupuk tanamanlah, Din. Emang ada pupuk lain lagi? Kamu ini ada-ada aja. Kalau nggak dikasi pupuk nggak bakalan bisa sebagus ini!” jelas Humaira membuat Dinda mengangguk paham. Humaira pun menyudahi aktivitasnya dan kembali duduk di kursi kayu ditengah-tengah taman. Kursi yang memiliki panjang satu setengah meter itu ia beli dari toko perabot langganan sang ayah. Dinda pun mengikutinya dan duduk bersebelahan dengannya.

“Kamu kok ke sini, Din, di rumah nggak ada kerjaan?” tanya Humaira sembari membersihkan tangan dengan tissue yang ia bawa dari rumahnya. Dinda adalah teman kecil Humaira, mereka tinggal dan besar di desa yang sama, hingga sekolah pun di tempat yang sama, sayangnya, Dinda dan Humaira harus terpisah selama empat tahun ketika Humaira melanjutkan pendidikannya di kota seribu menara.

“Udah beres semua, nyuci udah, masak udah, beres-beres rumah juga udah.”

Humaira mengangguk paham, “terus ke sini ngapain?”

Assalamu'alaikum Cinta (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang