Bagian 30

88 4 0
                                    

"Sebab yang tak ditakdirkan akan menemukan jalannya untuk hilang dan yang ditakdirkan acapkali muncul kehadapan walaupun tak diundang."

Assalammu'alaikum Cinta
Karya : Siti Maimunah

***

Juru masak profesional, tiga kata yang harus Fikri akui ketika melihat keahlian Kevin di dapur saat ini. Kemampuan memasak Kevin sedikit mengejutkan— sangat tidak bisa diremehkan, selain lihai dan cekatan dalam mamainkan pisau mengiris bawang, Kevin juga mampu membuat olahan udang seperti menu-menu ala restoran terkenal. Kevin menyebutnya Gambas A La Plancha dan Fikri hanya mangut-mangut mendengarnya, sebab ia tak pernah mendengar nama makanan seperti itu selama dua puluh lima tahun hidup di dunia, yang Fikri tahu hanyalah pecel, nasi gorong mawot, sate, soto ayam kampung, dan menu lokal lainnya yang biasa ia temui di warung-warung pinggiran jalan— tentunya. Deretan makanan dengan harga yang cukup terjangkau dan tentunya lebih ramah dikantong tapi rasanya tidak bisa dikatakan murahan, terlalu mubazir jika harus makan di restoran mewah, toh makanan mahal dan murah sama saja di lambung bagi Fikri, tidak akan membuat kenyang berhari-hari.

"Akhirnya nggak sia-sia ane nungguin ente satu jam lebih di gerbang pasar, Vin, ternyata ente beneran bisa masak, dari bau aja udah enak." ujar Fikri memuji sembari mengelar tikar, menyiapkan tempat makan. Kevin mengajaknya makan siang bersama di rumah.

Kevin tersenyum sinis, "giliran makanannya udah jadi aja lo baru muji! dibilangin bisa masak nggak percaya! diketawain."

"Iya, maaf, Vin, bukan nggak percaya sama ente, latar belakang ente yang bikin ane nggak percaya, anak orang kaya mana mungkin bisa masak, gimana kalau dapurnya meledak? Kan yang repot ane juga." tutur Fikri jujur sembari mengambil piring dan kemudian menatanya di atas tikar yang tergelar.

"Nggak semua anak orang kaya itu nggak bisa masak, Fik, gue udah mandiri dari kecil, Papa juga nggak pernah manjain gue berlebihan," ujar Kevin sembari menata udang di piring dengan sempurna. Ada tiga menu makan siang, Gambas A La Plancha, Udang Saos Tiram, dan sup sayur yang sedikit melokal. Setidaknya Kevin mencoba untuk menyiapkan hidangan empat sehat lima sempurna walaupun tak utuh.

"Masyaa Allah, ni lauk bisa bikin kolestron naik, Vin. Ente yakin mau nyisihin untuk dibagikan ke ustaz Taufik? bisa hipertensi dadakan beliau." Fikri terkejut melihat isi dari setiap mangkok yang Kevin tata diatas tikar.

"Emang berliau punya riwayat sakit begitu?"

"Nggak tahu juga sih, coba aja ente tanyain dulu, kalau nggak ada, berarti aman."

"Hmm, dikirain tahu, bentar gue telepon beliau dulu."

"Lah, Vin, jadi kapan makannya?"

"Tunggu bentar boleh kan?"

"Lah, disuruh nunggu, makanan jika sudah dihidangkan nggak boleh dicuekin, nggak baik."

"Kalau gitu lo makan aja dulu, ntar gue nyusul." ujar Kevin sembari melihat lama kearah layar ponselnya.

Fikri sadar ada yang aneh dengan ekpresi Kevin saat itu, "ente kenapa, Vin, nggak jadi nelepon?" tanya Fikri, namun tak digubris sama sekali oleh Kevin.

Fikri pun bangkit menghampiri Kevin yang berdiri didekat meja baca yang ada di kamarnya saat itu, "Ada apaan sih, ente kenapa?" Fikri memegang pundak Kevin.

Kevin tersadar, "Eh, lo ngapain di sini? makan aja duluan." ujar Kevin sedikit terkejut.

"Pakai acara nanya, ente kenapa? lihat layar ponsel sampai segitunya, ditanyain nggak jawab! nggak ada pulsa atau nggak ada nomor ustaz Taufik-nya? Kalau gitu biar ane aja yang telepon beliau."

Assalamu'alaikum Cinta (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang