Bagian 17

199 24 13
                                    

"Tolak ukur sebuah penilaian tak bisa hanya dengan sekali melihatnya, kamu tidak akan pernah mengetahui siapa dia, jika tanpa mengenalnya."

Assalamu'alaikum Cinta
Karya Siti Maimunah

****


Usai melaksanakan kewajiban sebagai ummat beragama Islam, Nisa-ibu Humaira disibukkan dengan rantang makanan berwarna merah maron, menutupnya dan menyusunnya hingga membentuk tingkatan, semua telah tertata rapi, siap untuk dibawa pergi, tetapi siapa yang akan membawanya?

Anaknya? atau mungkin dirinya sendiri?

Mengingat sikap sang anak sore tadi yang sedikit enggan untuk melakukannya, tentu saja membuat Nisa semakin kebingungan, apakah memang harus dia sendiri yang harus turun tangan untuk mengantarkannya? menghela napas dalam, menatap paper bag berwarna hijau berisikan rantang makanan yang tergeletak diatas meja makan, dengan berat hati Nisa terpaksa meninggalkan rantang makanan tersebut diatas meja makan, lantas menuju pintu kamar putrinya, mendekatinya kemudian mengetuknya. Tiga kali ketukkan sepertinya cukup.

Tok,,Tok,,Tok

"Assalammu'alaikum Humaira
sudah selesai sholatnya nak?"

Pintu kamar pun terbuka lebar menampilkan sosok gadis berhijab lengkap dengan niqobnya. Dress syar'i berwarna biru muda senada dengan hijab yang ia kenakan itu kini menyelimuti tubuh mungilnya.

"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah sudah umi,"ujarnya saat membuka pintu kamar.

"MaasyaaAllah, sudah siap nak, umi kira kamu nggak mau ngantar makanannya."

"Gini-gini Humaira nggak akan mau abi kelaparan, umi!"tukasnya

Mendengar perkataan Humaira, Nisa mengangkat sudut bibirnya membentuk bulan sabit disana.

"Alhamdulillah, kalau begitu tunggu sebentar ya nak, Umi ambilin dulu makanannya."

"Baik umi! mau Humaira bantu?"

"Nggak perlu, sudah selesai, tinggal dibawa aja, tunggu sebentar Umi ambilin dulu,"ujar Nisa yang lantas berbalik arah berjalan meninggalkan Humaira menuju sebuah meja makan.

Beberapa menit kemudian Ibu Humaira pun kembali dengan membawakan paper bag berwarna hijau ditangannya, sebagai menu makan malam Istimewa dari seorang istri untuk sang suami. Seperti itulah peran seorang istri, menyiapkan makanan untuk sang suami. Memang benar pernikahan bukan hanya sekadar untuk menyatukan dua insan yang berbeda pemikiran tetapi pernikahan juga harus bisa menerima segala kekurangan pasangan. Saling melengkapi satu sama lain dan ikhlas dalam menjalankan kehidupan, baik susah maupun senang.

"Ini nak makanannya, antarkan ya, sudah hampir jam 9 malam Abi mu masih belum makan juga."kata Nisa seraya menghulurkan paper bag ke hadapan Humaira.

Humaira pun menerimanya, "iya Umi, Humaira pamit dulu ya, Assalammu'alaikum."ucap Humaira seraya mencium tangan Nisa.

***

Humaira berjalan ke arah pondok tahfiz Ar-Rahman. Jarak rumah yang tidak terlalu jauh membuat Humaira terlihat biasa saja. berjalan sendiri menelusuri ruang belajar santri, meskipun di malam hari.

Penerangan di desa itu juga tidak terlalu buruk meskipun agak sedikit redup. minimnya fasilitas listrik tidak pernah membuat penduduk Desa mengeluh, apalagi protes, setidaknya mereka masih bisa berjalan kaki, dengan cahaya yang lebih memadai daripada hanya sekadar sinar rembulan saja di malam hari.

Humaira masih bisa melihat jalan dengan sangat jelas, berjalan sendiri menelusuri koridor pondok tahfiz sudah menjadi kebiasaan saat Humaira masih mengajar di pondok dahulu, kadang saat terlupa catatan santri serta barang pribadi di ruang pengajar Akhwat, Humaira selalu saja mengambilnya sendiri tanpa bantuan sang ayah, tetapi itu dulu, saat ia masih aktif mengajar, sekarang sudah tidak lagi, ia memutuskan untuk mengundurkan diri, sejak kejadian itu, tepatnya dua tahun yang lalu.

Assalamu'alaikum Cinta (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang