Bagian 3

342 60 18
                                    

~Jika kamu berani mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan kamu sebelumnya, maka akan ada lembaran baru yang akan menantimu diakhir cerita. Percayakan saja kepada Sang Maha Kuasa~

Assalamu'alaikum Cinta
Karya Siti Maimunah

🍃🍃🍃🍃

Setelah pertikaian hebat itu terjadi. Suasana kembali hening. Dua pasang mata yang ikut menyaksikan kejadian itu pun seakan bungkam. Tak ada yang bersuara sedangkan lelaki paruh baya itu masih berdiri sembari melihat kepergian putranya dengan wajah yang memerah. Helaan napas berulang kali menahan emosi pun terlihat jelas dari naik turun dada bidang miliknya.

Taufik yang menyaksikan pertengkaran itu kini segera menenangkan sahabatnya.

"Sudah Man, Istighfar, mendidik anak nggak bisa dengan kekerasan, mereka sudah dewasa, kita sebagai orang tua tidak bisa memaksa mereka untuk menuruti semua keinginan kita, kita memang berhak untuk menasehati, tapi tidak dengan cara seperti ini, Pelan-pelan saja. InsyaAllah, Kevin akan paham dengan sendirinya," jelas Taufik memberi saran sembari memegang pundak sahabatnya.

"Anak itu memang sulit untuk diatur, Fik, bersikap semaunya, setiap malam keluyuran, aku memang sudah gagal dalam mendidiknya," keluh Herman, sembari menduduki kursinya kembali, ia tampak mengurut kening.

"Tidak Man, kamu tidak gagal, hanya saja masih belum berhasil. Insyaallah suatu saat nanti Kevin akan mengerti, mengapa kamu mengambil keputusan ini, kamu ayah yang hebat. Percayalah!" ujar Taufik meyakini. Ia kemudian menduduki kursinya kembali.

"Entahlah. Aku hanya khawatir jika Kevin terus-terusan seperti itu, hidupnya akan hancur, apalagi semakin hari dia semakin tidak mau mengenal penciptanya. Bantu aku Fik, bantu aku untuk mengajarinya, bimbing dia agar jauh lebih baik dari sebelumnya."

Rasa cemas dan juga khawatir begitu kentara di wajah Herman, segala cara telah ia lakukan hanya untuk membuat sang anak kembali seperti dulu. Masa sulit yang pernah Kevin lalui telah berhasil membuat ia menjadi kepribadian yang berbeda, semakin keras kepala, bahkan bertingkah semaunya. Tak lagi sama seperti lima tahun yang lalu. Kini semuanya berubah, kehilangan dua wanita yang sangat berarti dalam kehidupan Kevin, mengantarkan ia menjadi sosok yang berbeda, bukan lagi Allah yang menjadi sandarannya. Kevin hanya tahu, Allah telah kejam menulis takdir hidupnya.

"Insyaallah, aku akan coba untuk mengajari Kevin, kita sama-sama berdoa, semoga Allah melembutkan hati Kevin dan ingin belajar agama denganku."

"Aku akan selalu mendoakannya, Fik. Terimakasih."

"Iya, sama-sama, jangan pernah merasa sungkan untuk meminta bantuan, kita sudah lama berteman, aku pasti akan membantumu."

Hanya senyum kecil yang bisa Herman berikan sebagai balasan dari ucapan Taufik, pikirannya terus saja dipenuhi dengan perkataan sang anak beberapa saat yang lalu.

"Oke, jika itu mau Papa, Kevin nggak peduli, lakukan saja sesuka papa, whatever!"

Kata-kata itu terus saja bermain di pikirannya. Bagaimana jika Kevin benar-benar tidak ingin mengikuti apa yang ia minta, harus dengan cara apa lagi agar Kevin bisa kembali seperti dulu? Entah sampai kapan ia harus bersikap seperti ini. Membawa Kevin pulang ke Indonesia saja harus dengan iming-iming perusahaan, dan sekarang pun menggunakan hal yang sama. Jika dahalu akan memberi semuanya tanpa terkecuali dan sekarang kebalikannya, menarik semuanya, tak akan memberi sepeserpun.

"Papa kangen kamu yang dulu Vin, kamu yang lembut bahkan penuh perhatian, Papa ingin kamu seperti dulu."

Taufik yang sangat menyadari seperti apa perasaan sahabatnya kala itu pun ikut berpikir. Tak ada cara lain selain Humaira, ia tahu betul seperti apa anaknya, meskipun Humaira sedikit berbeda belakangan ini, tetapi dalam bersikap Humaira cukup bijaksana.

Assalamu'alaikum Cinta (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang