Budayakan vote sebelum/sesudah
membaca✨
______•H A P P Y R E A D I N G•
Alan tidak bisa diam. Cowok itu terus bergerak kesana kemari seperti setrikaan, dengan ponsel yang ia pegang ditangan kirinya. Satu mata pelajaran lagi bel pulang akan berbunyi, namun Alan dan teman-temannya memilih untuk bolos.
"Rik, gimana sama pendapatan restoran bulan ini. Aman?" tanya Alan pada Riko yang sedang mengamatinya.
"Aman Lan, sedikit ada peningkatan" Riko mengangkat jempol nya ke atas, sebagai tanda bahwa tidak ada masalah di keuangan mereka.
"Sedikit..." gumam Alan pelan lalu menghela nafas panjang.
"Menurut kalian kapan waktu yang tepat untuk buka cabang baru?" Alan bertanya.
"Jangan terburu buru Lan. Walau keuangan di restoran masih stabil, jangan sampai salah langkah apalagi mikirin cabang baru. Yang ada restoran kita bangkrut" ujar Tama memberi nasehat.
Benar juga. Alan seharusnya tidak perlu repot menanyakan masalah ini karena dia sendiri pun mengetahui bagaimana pergerakan keuangannya. Sebenarnya ia hanya mengalihkan pikirannya, perkataan ayahnya kemarin masih berputar dikepalanya. Bahkan sampai sekarang ia belum memberi tahu masalah ini dengan Helena.
"Gue setuju sama Tama. Bayangin kita beli gedung baru, bayar karyawan baru dan lain lain. Apa nggak melarat kita nanti? Gue lagi nabung buat kawin nih" kata Aksa
"Kawin terus otak lo. Tuh! Ada Rani tuh" tunjuk Riko saat melihat Rani dan Zia lewat sekitar 5 meter dari depan mereka.
"Udah lah Rik, gue capek ditolak mulu. Padahal dulu putus baik baik, sekarang kenapa malah kaya begini? Putus asa gue Rik" Bahu Aksa menurun.
"Makanya berubah, jangan suka koleksi cewek lagi! Karena lo begini, Rani enggak suka sama lo" Riko menasehati. "Nih ya, kalau lo berubah gue jamin Rani pasti balek lagi sama lo" Cowok itu menepuk pundak Aksa seolah memberi semangat padanya.
"Eh bentar deh. Itu Elen bukan, Lan?" sahut Aksa menunjuk Helena yang berjalan sendirian ke arah gedung IPA.
Alan mengikuti arah jari Aksa. Ternyata benar, itu Helena. Mau kemana dia? Pikirnya. Alan beranjak berdiri sambil membuang putung rokok yang sisa setengah dan menginjak nya. Alan memilih pergi mengikuti Helena. Setelah gadis itu tidak lagi memakai atribut penyamaran, entah kenapa Alan selalu sensitif jika ada yang menyangkut tentang Helena. Tingkat posesif nya makin berlipat-lipat.
"Harusnya lo nggak usah bilang Sa! Kalau dia buat masalah di gedung sebelah gimana" semprot Tama kesal.
Aksa menggaruk tengkuk nya. "Refleks bro" Aksa berkilah.
****
"Nih buku lo" Helena menyerahkan buku tebal KIMIA itu dengan setengah niat.
Cowok jangkung itu bersandar di tembok kelas sambil menatap Helena dengan pandangan yang aneh. "Sama-sama" ceplos Leonard ketus.
Helena mendengus. Bukannya tidak ingin berterima kasih, hanya saja saat ini moodnya sedang tidak baik apalagi melihat cowok ini di depan matanya. Helena jadi tidak selera untuk sekedar bicara.
"Gue kan minta yang fotocopy bukan yang asli. Lo nggak denger kemarin gue bilang apa?" kata Leonard.
"Lagian kan itu lo yang beli, gue masih sadar diri kali" ujar Helena. "Gue ke kelas dulu" Helena membalikkan badannya, berlama lama di gedung IPA hanya membuatnya muak. Tatapan perempuan di dalam kelas seolah meminta nya untuk segera pergi, ingin rasanya ia menjambak rambut mereka satu persatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Ugly Wife
Teen Fiction|Note: sebagian chapter di private, silahkan follow sebelum berselancar di cerita ini| ________ Alano Prasetya cowok tampan idaman seluruh siswi SMA Nusantara harus menanggung beban besar akibat kesalahan yang dia perbuat, karena melakukan pelecehan...