Lambang nomor atom 31

819 79 5
                                    

Helena menendang angin lantaran kesal Alan dan teman temannya sudah tidak berada di kantin. Ia merogoh saku roknya mengambil ponsel, menelfon salah satu orang kepercayaannya yang sengaja dia letak di Altariksa.

"Hallo Na? Kenapa?"

"Posisi?"

"Warung mang Asep, belakang sekolah Na"

Tut.

Tanpa membalas ucapan cowok tersebut, Helena langsung mematikan sambungan telepon dan menuju tempat yang dimaksud.

***

Alan mengompres wajah nya dengan es batu, sesekali cowok itu meringis. Wajah Tama pun tak kalah lebam dengan Alan. Kekuatan mereka berdua memang seimbang, sama sama kuat. Jika Alan tidak terdiam tadi, mungkin sampai sekarang pun mereka tidak akan bisa berhenti. Mungkin akan berhenti jika salah satu dari mereka ada yang pingsan.

"Udah puas?"

Keempat cowok tersebut menoleh bersamaan ke sumber suara. Helena berdiri dengan raut wajah datar. Tama dan Alan saling pandang, meringis pelan.

"Eh sayang"

Helena menatap Alan, ia tersenyum sinis. "Siapa yang lo panggil sayang, gak mungkin itu gue kan?" ujar Helena membuat Alan merasa bersalah.

Kini Helena menatap Tama, ia menghela nafas. Helena menyentuh luka di muka Tama. "Jelek banget" ejeknya. Tama mendengus jengkel.

"Kalo khawatir gak usah pake ejek ejek segala" sindir Tama. Helena terkekeh, tidak peduli pada Alan yang kini menatap keduanya dengan pandangan cemburu.

"Jadi lo adeknya Tama?" tanya Aksa masih tidak percaya dengan penjelasan Tama tadi.

Helena menatap Tama tajam. "Daripada mereka salah paham dek" ujar Tama sambil menyengir kikuk.

Ingin sekali rasanya Helena buang kakaknya itu. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Iya gue adik bang Tama" ungkap Helena pasrah.

Aksa mengernyit bingung. "Adek lo ada dua Tam?"

Kini giliran Tama yang bingung. Adik dua? Tidak ada adik lain selain Helena, siapa yang dimaksud Aksa pikirnya.

"Adek gue cum-- aww sakit dek!" Tama meringis ketika Helena menginjak kaki nya kuat.

"Iya gue adek bang Tama yang paling kecil" Benar bukan? Helena tidak berbohong kok.

Aksa mengangguk. "Tuhan ciptain lo dalam keadaan badmood kayaknya" ujarnya pelan.

"What?"

"Oh engga, engga papa" Aksa gelagapan, ia mengambil ponselnya sok sibuk.

"Duduk Len" Riko membuka suara sambil tersenyum. Helena ikut tersenyum, lalu duduk di sebelah Tama.

Alan meletakkan es batu ke atas meja, cowok itu menatap Helena dalam. Kini yang ada di otaknya adalah bagaimana caranya ia meminta maaf dengan Helena. Ia bukanlah tipe cowok romantis, Alan tidak terbiasa dengan hal seperti ini.

Jika dulu perempuan yang menjadi mainannya itu marah, Alan akan membiarkannya saja atau meninggalkannya. Tetapi tidak untuk kali ini, perasaannya di penuhi kegelisahan. Alan sendiri tidak tau mengapa ia jadi seperti itu.

"Mungkin lo perlu bikin makan malam romantis" ujar Riko seakan tau apa yang ada di pikiran Alan.

Alan menoleh ketika Riko berbicara padanya dengan suara yang sangat pelan. Ia tersenyum kecil, boleh juga rencana sahabatnya itu.

My Ugly Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang