❃.✮:▹G A T A◃:✮.❃
"Pak Trisna, ini payungnya saya kembaliin. Makasih, Pak."
"Sama-sama, Mas Gata."
Ada senyum yang terbit dibibir Gata, tapi itu bukan senyum seperti biasanya.
Pak Trisna masih menatap punggung cowok itu sampai benar-benar menghilang. Ia tahu, ada sesuatu yang berbeda dengan Gata.
Walau Pak Trisna tidak mengenal Gata dengan baik, tetapi ia tidak bodoh untuk menyadari bahwa senyum itu lebih hambar dari biasanya. Bahwa semua yang Gata bawa hari ini adalah kepalsuan.
Gata memacu langkahnya mengikuti Alvarendra dan Cakra yang berjalan di depan. Bahkan sejak tadi, Gata tidak membuka suara. Kendati demikian, cowok itu masih menanggapi sapaan.
Semua orang mengenal Gata sebagai seseorang yang cerita. Sebagai makhluk bumi yang paling bahagia.
Mau dari kakak kelas, sampai adik kelas, semua tahu Gata. Semua mengenalnya sebagai sosok yang hangat. Sosok yang paling dicari untuk berteman.
Bahkan ibu penjual kantin sangat menyayangi Gata. Tidak masalah bagaimana hutang cowok itu menumpuk di sana.
Karena setiap kali mereka melihat Gata, mereka melihat matahari cerah yang menghangatkan hari. Membuat hati mereka sejuk. Apalagi senyum manis Gata.
Ada yang tidak mereka tahu. Bahwa manusia yang mereka kenal, bukan Gata yang seperti itu. Bukan Gata yang cerita, ia adalah sosok yang beku. Sosok yang menebar kepalsuan untuk semua orang.
Ketika sampai di ujung koridor, Cakra harus berpisah dengan keduanya. Kelas mereka berbeda, walau bersebelahan.
"Gue duluan, ya." kata Cakra sebelum membawa langkahnya untuk masuk ke dalam kelas. Ia melambaikan tangan, disambut hal yang sama oleh Gata dan Alvarendra.
Kemudian, ketiganya benar-benar berpisah.
"Ga, kenapa sih? Murung terus. Lo bukan Gata yang biasanya."
Gata yang semula menunduk, kini mendongak menatap Alvarendra. "Hah? Memang kelihatan banget, ya?"
"Iya. Makanya tadi orang-orang natap lo aneh."
"Waduh. Bisa-bisa kadar ketampanan gue berkurang kalau gitu."
"Ck, dah lah males." Alvarendra lantas masuk lebih dulu. Gata menyusul dari belakang. Saat baru saja mereka sampai di depan, mereka bertemu dengan Jihan.
Tatapan Gata dan gadis itu bertemu. Seolah kejadian malam itu tidak pernah terjadi, Gata menyapa Jihan seperti biasa. Masih dengan senyum teduh khas Gata.
"Halo, Ji. Tumben udah berangkat?"
Namun tanggapan Jihan sama seperti biasanya. Gadis itu tidak menatap Gata sama sekali. Bahkan tidak mengindahkan kehadiran Gata. Gadis itu terus menatap Alvarendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| GATA
Teen FictionGata tuturkan semuanya malam itu, di awal bulan Desember kala angin sedang bertiup kencang. "Butuh berapa banyak uang yang bisa aku kasih untuk beli waktu kalian?" @aksara_salara #150821