❃.✮:▹G A T A◃:✮.❃
"Al, kenapa sih kita harus belajar?"
Saat itu, Gata pernah bertanya demikian padanya. Alvarendra sangat ingat. Bahkan sampai hari ini.
"Ya supaya pinter, lah! Gitu aja tanya."
Namun jawaban itu tidak membuat Gata puas. Cowok itu justru menutup buku LKS nya kemudian merebahkan tubuhnya di kasur Alvarendra.
"Percuma. Kita dipaksa belajar tiga belas mata pelajaran, di tuntut harus bisa. Sedangkan gurunya aja belum tentu bisa menguasai ketiga belas mata pelajaran itu." tuturnya.
Alvarendra bungkam saat itu. Tetapi dalam hati ikut membenarkan.
"Nggak boleh ngomong gitu. Udah buruan kerjain!"
"Males, ah! Gue mau tidur aja. Lo aja yang ngerjain, lo kan pinter. Tugas gue cuma nyalin hehe."
"Kalau gitu kapan mau pinter?"
"Gue nggak mau pinter. Gue cuma mau waktu Mama dan Papa gue. Udah, ah, gue mau tidur. Jangan bales omongan gue lagi!"
Dan malam itu, Gata benar-benar terlelap. Mengabaikan tugasnya begitu saja. Meninggalkan Alvarendra yang mengerjakan tugas mereka sendirian.
Alvarendra alihkan pandangannya ke arah ranjang. Ranjang miliknya ini adalah salah satu tempat kesukaan Gata.
Katanya, ranjangnya hangat dan tidak sakit kala ia berguling-guling sesuka hati. Tidak seperti di rumah Bayanaka dan Kirana. Punggungnya akan sakit saat tidur di ranjang rumah mereka.
Dan saat ini, ranjang itu dingin. Tidak ada Gata yang biasanya akan rebahan di sana. Tidak ada Gata yang akan mengacak-acak kamarnya.
"Al."
Cakra masuk, dengan rambut basah. Cowok itu berniat menginap di rumah Alvarendra malam ini. Ia sehabis mandi tadi.
"Lo laper nggak?" tanya Alvarendra tanpa mengalihkan tatapannya. Ia masih terus menatap ranjang tempat tidurnya itu.
"Kalau lo laper, lo pulang dong, Ga. Lo dimana, sih? Kenapa sampai hari ini lo nggak pulang juga?" Alvarendra bukan bertanya pada Cakra, melainkan bertanya pada ranjang kosong di depannya.
Cakra meletakkan handuk ke sandaran kursi. Ia duduk di samping Alvarendra. Kini mereka sama-sama terduduk di atas lantai yang dingin.
"Ini udah malem. Gata kedinginan nggak ya, Cak?"
"Enggak. Tuhan ada sama Gata. Tuhan nggak akan biarin Gata kenapa-napa." Cakra benci saat harus mengatakan ini. Ia benci saat harus menahan air matanya agar tidak tumpah ruah.
Ia benci mengingat bagaimana tidak berdayanya ia saat ini.
"Besok penampilan tim teater lo, kan, Cak?" Alvarendra mengalihkan pandang. Ia tatap wajah Cakra dari samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| GATA
Teen FictionGata tuturkan semuanya malam itu, di awal bulan Desember kala angin sedang bertiup kencang. "Butuh berapa banyak uang yang bisa aku kasih untuk beli waktu kalian?" @aksara_salara #150821