❃.✮:▹G A T A◃:✮.❃
Mau bagaimana pun, Alvarendra tetap tidak akan pernah bisa ikut campur terlalu dalam pada hidup Gata. Sekali pun ia ingin anak itu untuk tidak pergi ke rumah papanya, Gata tetap akan keras kepala. Dan lagi, ia tidak memiliki hak untuk melarang semua kemauan anak itu.
Alvarendra biarkan malam ini Gata untuk singgah di sana. Nakula juga berkata, bahwa mereka tidak memiliki hak atas hidup Gata.
Semua yang Gata lakukan, dan semua yang ingin anak itu perbuat, adalah keputusannya sendiri.
Malam ini, untuk pertama kalinya, Gata duduk bersama dengan semua orang. Papanya, Tante Ajeng, Axel dan Navie. Mereka semua. Tanpa terkecuali.
Makan malam berjalan lancar seperti biasanya. Sampai suara berat Bayanaka mengalihkan atensi semua orang.
"Xel, gimana sekolah kamu? Suka sama lingkungan barunya?"
"Suka, Pa." jawab Axel acuh. Bayanaka memaklumi.
"Papa nggak mau tanya Gata? Hari ini Gata bisa kerjain soal PPkn, lho, Pa." sahut Gata tiba-tiba. Wajah anak itu ceria, seolah meminta Bayanaka untuk melihat ke arahnya.
Namun Bayanaka justru menunduk, meniup kopinya yang masih mengepulkan asap. "Hanya soal PPkn, terlalu mudah. Nggak ada yang bisa dibanggakan," katanya.
Senyum Gata tak lantas luntur. Masih seperti sebelumnya. Kini ia bahkan meletakkan sendok dengan antusias. "Iya. Tapi soal PPkn juga sama susahnya Pa."
"Tidak susah. Kamu aja yang terlalu bodoh."
Jawaban Bayanaka membuat Gata menggaruk kepalanya. "Mungkin, iya. Tapi tetep aja Gata ngerasa seneng dan hebat banget bisa jawab pertanyaan itu."
"Vie, kapan kamu mulai sidang?" Kemudian Bayanaka mengalihkan pembicaraan dengan bertanya pada Navie. Anak gadisnya yang sebentar lagi akan melakukan sidang kelulusan.
"Bulan depan, Pa. Oiya, aku juga sekalian mau minta izin buat pergi ke Bandung. Tiga hari."
"Mau ngapain, Kak? Pasti liburan, ya?"
"Nggak ada yang minta kamu buat bersuara di sini, Gata." Ajeng menyahut setelah Gata dengan lancang masuk ke dalam pembicaraan antara Navie dan Bayanaka.
Gata bungkam. Kalau sudah Tante Ajeng yang bersuara, ia tidak berani membantah. Tante Ajeng sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Dan selama ini juga, ia tidak pernah melawan ucapan Mama.
"Boleh, Kak. Tapi hati-hati. Harus jaga diri. Nanti kalau ada perlu apa-apa, cepet kasih tau Papa."
Navie bergumam. Sedikit melirik Gata yang kini fokus makan. "Ga," panggil Navie pada Gata.
Gata mendongak dengan semangat. "Kak Navie panggil Gata?"
"Hm,"
"Kenapa, Kak?" Sungguh. Pertanyaan Gata sangat antusias sekali. Seolah panggilan Navie adalah hal yang paling membahagiakan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| GATA
Teen FictionGata tuturkan semuanya malam itu, di awal bulan Desember kala angin sedang bertiup kencang. "Butuh berapa banyak uang yang bisa aku kasih untuk beli waktu kalian?" @aksara_salara #150821