□ Lembaran 24

9.3K 865 141
                                    

❃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❃.✮:▹G A T A◃:✮.❃

Sama seperti ketika Tuhan menakdirkan sebuah temu untukmu, Tuhan juga telah menggariskan akhir untukmu.

Angin bertiup kencang di bulan Desember, membawa setiap kesedihan yang kini berusaha Alvarendra lepaskan.

Di tengah gulungan ombak, di air yang beriak, Alvarendra buang semua kenangan bersama dengan sosok itu.

Empat tahun, nyatanya tak membuat ia terbiasa. Tak membuat ia baik-baik saja. Dan, tak membuat ia bisa melepasnya begitu saja.

Kadang kala, ada saat-saat dimana ia jatuh terpuruk dan ingin kembali pada masa lalu. Ingin merengkuh sosok itu.

Ia buang pandangan pada lautan luas di depan sana. Menikmati bagaimana saat senja mulai mengikis habis di cakrawala.

Sosok itu suka senja, namun bukan pengagumnya. Sosok itu hanya suka, suka saat bagaimana polesan jingga itu bertebaran di angkasa.

Ia kemudian ambil satu batang rokok dari saku celana. Setelah menghidupkannya dengan api, dengan perlahan, ia sesap nikotin itu hingga menimbulkan asap.

Asap berterbangan bersama angin. Hilang. Tanpa sisa.

Ia terkekeh kecil.

Ia ulangi sampai beberapa kali. Sampai dirinya merasa puas.

"Empat tahun, berarti empat kali gue rayain ulang tahun lo sendirian. Tanpa lo. Tanpa lo yang bisa buat permintaan sebelum tiup lilin." ucap Alvarendra tiba-tiba.

Selama empat tahun ini, tidak ada yang pernah menyebut nama itu. Bukan untuk melupakan, mereka hanya tak sanggup saat bagaimana luka dihati perlahan terbuka hanya karena menyebut nama sosok nya.

"Lo sekarang lagi apa? Udah bahagia? Udah bisa dapat apa yang lo mau di sana? Lo pasti udah ketemu Tuhan, kan? Udah ceritain semuanya? Pasti udah. Lo seneng banget pasti."

Tidak ada kekehan setiap pagi di meja makan. Tidak ada yang merusuh di pos satpam. Tidak ada lagi yang membuat Pak Trisna iri karena bonus satu cup es boba.

Semua berubah dalam empat tahun.

Di malam itu, saat berita menyebar, Mami Yani pingsan hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu menderita sarangan jantung kecil.

Tidak berbahaya, namun tetap tidak bisa disepelekan.

Dan di malam itu juga, Mami Yani lebih memilih untuk tidak pernah membuka stan lagi. Ia pergi meninggalkan sekolah, dan kembali ke kampung halaman.

Mami Yani hidup sebatang kara. Setelah kehilangan itu, wanita itu sangat terpuruk.

Semua.

Semua orang terpuruk.

|✔| GATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang