Chapter 2. Iblis dari tanah

2.1K 574 175
                                    

Hai para pembaca! Apa kabar semuanya. Aku harap kita selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan. Novel ini prekuel alias kisah sebelum Sepasang Sepatu. Pembaca novel itu mungkin tidak asing dengan Dylano Khani.

Baca Novel ini akan mengandung makian berbalut dosa. Di sepasang sepatu Tiffany pernah kasih warning kelakukan dakjal Dylano di masa lalu. Jadi jangan aneh, kalau Chairman Khan & Y Grouph yang sekarang bukan setan yang dulu, ya?

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuan Muda, sudah waktunya pergi sekolah," pelayan rumah itu sudah berkali-kali membangunkan cucu kedua majikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuan Muda, sudah waktunya pergi sekolah," pelayan rumah itu sudah berkali-kali membangunkan cucu kedua majikannya. Namun, pria itu tak juga bergeming. Malah ditarik bantal menutupi telinga. Sementara pelayan, tak berani menyentuh Tuan Mudanya.

"Nenek menunggu untuk sarapan," tambah pelayan.

Lagi-lagi yang dibangunkan tak bergeming. Ia masih terjebak dalam mimpi indah. "Tuan Muda, ini hari pertama masuk sekolah. Tuan Abraham ingin Tuan Muda datang lebih awal." Pelayan masih belum menyerah. Jika sampai pria itu tak bangun, ia akan menjadi sasaran amarah Tuan besarnya.

Seketika bantal melayang dan jatuh menghantam televisi. Benda tipis itu terjungkal dan pecah. Terdengar guci-guci hiasan di sisinya ikut menjadi korban dan hancur berkeping-keping.

Pria itu bangun, duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang masih berselonjor. "Liat TV itu? Kalau aku marah, bisa aku hancurin lebih dari itu. Kamu yang buat aku marah, jadi kamu yang ganti!" ancamnya

Jelas tiga pelayan yang berdiri di sana langsung meninggalkan kamar itu. Sikap Tuan Mudanya memang terkenal bukan lawan sepadan. Namanya Dylano Al-Lail Khani. Tak tahu apa yang salah saat orang tua memberikan nama itu. Yang jelas karakter Dylano seperti orang keberatan nama.

Sejak kecil dia sudah tercipta sebagai iblis pembawa malapetaka. Saat bayi, ia menendang bibir Dokter yang membantu persalinan. Baru belajar jalan, ia sudah pecahkan hiasan keramik di rumahnya. Masuk TK dia menonjok teman-temannya karena sering menonton acara gulat di TV.

Tak cukup sampai itu. Di SD ia masukan petasan mercon ke dalam septiktank sekolah. Jelas meledak ruangan itu, syukur dia masih hidup. Masuk SMP akhirnya Dylano dipulangkan ke rumah Nenek dan Kakeknya karena orang tuanya tak sanggup lagi.

Di Indonesia pun Dylano tak luput dari masalah. Anak SMP mana yang meretas akun bank milik sekolah dan uangnya di alihkan ke rekening penerimaan bantuan bencana banjir.

Memang niatnya baik. Hanya karena itu sekolah rugi banyak. Akhirnya orang tua Dylano harus mengganti uang itu. Kini ia masuk SMA, tak tahu apa lagi musibah yang akan ia lakukan untuk keluarga dan lingkungan.

"Ish! Gara-gara mereka jadi nggak bisa tidur lagi!" omel Dylano. Ia menendang selimut dan lekas turun. "Woy! Aku mau mandi air anget!"

Untung pelayan masih menunggu di depan pintu kamar. Mereka masuk. Sebagian ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat dan sebagian menyiapkan seragam.

Jam menunjukan pukul sembilan pagi. "Ini masih subuh, dibangunin lagi!"

Dalam hati para pelayan itu ingin mengumpat. Mana ada di Bandung pukul sembilan pagi dikatain subuh?

"Tuan ingin sarapan dengan apa?" tanya pelayan pria.

"Pokoknya jangan ada makhluk yang namanya daging sapi di piringku!" tegas Dylano. Ia duduk di sisi tempat tidur, berdiri dan melakukan peregangan.

Pelayan yang lain membuka gorden agar cahaya mentari masuk. "Pak Dirman akan antar anda ke sekolah hari ini."

"Canda? Nggak mau! Emang aku anak TK apa? Mana kunci mobil, simpen di meja!"

"Tapi Tuan Muda, Tuan Besar meminta saya untuk ...."

"Simpen kunci di meja!" tegas Dylano jauh lebih galak.

Pelayan pria itu mengangguk. Ia lekas turun untuk mengambilkan kunci mobil. Dylano jalan ke kamar mandi. Seorang pelayan perempuan keluar dari sana. "Airnya sudah siap, Tuan."

"Mau mandi bareng?" tanya Dylano ketus.

Pelayan itu menggeleng.

"Terus ngapain diem di pintu? Nyingkir , sana!" tegas Dylano. Pelayan itu lekas menjauh dari pintu kamar mandi sambil menunduk.

Dylano masuk ke kamar mandi, menutup pintu dengan kerasnya. Terdengar suara hantaman pintu. Tak lama pria itu keluar sudah dengan memakai kemeja, jas dan celana seragam. Ia jinjing dasi di tangan.

"Ini buang! Emang aku ini Oom-oom pejabat!" protesnya.

"Itu sudah aturan dari sekolah, Tuan," jawab seorang pelayan wanita.

"Bagus! Aku makin suka buangnya! Eh, enggak perlu!"

Dylano akhirnya turun ke teras. Para pelayan kaget luar biasa. Dasi yang harusnya dikenakan di leher malah Dylano pakai di pergelangan tangan.

"Ngapain liat-liat? Nggak tahu fashion kalian!"

Dylano masuk ke dalam mobil. Seketika mobil itu melaju di jalanan. Tentu sudah pasti tak akan selambat kura-kura. Lincah mobil itu menyalip. Jika jalan sebelah kosong, ia gunakan itu menyusul kendaraan di depan. Padahal sudah beda jalur. Semakin melanggar aturan, semakin keren, katanya.

Sampai Dylano di depan gerbang SMA Berbudi, SMA terelite di Kota Bandung. Gerbangnya tertutup. Dylano tekan klakson berkali-kali. Tak juga ada yang membuka gerbang. Dylano membuka kaca mobil. "Woy! Budek apa? Buka!"

Tentu saja tak akan dibuka. Mana ada siswa datang pukul sebelas ke sekolah. Apalagi terhitung siswa baru. Satpam yang belum 'kenal' Dylano merasa terusik. Ia keluar dari pos.

"Dek! Di sini aturannya kalau terlambat nggak boleh dibukain gerbang," jawab Satpam.

"Ouh, nggak apa. Aku bisa buka sendiri!" Senyum setan Dylano muncul. Ia melambai dan langsung menaikan kaca. Seketika itu mobil Dylano mundur dan tiba-tiba maju dengan kecepatan luar biasa, menabrak gerbang sekolah hingga runtuh dan lepas dari engselnya. Suaranya hantaman itu cukup keras. Body mobil mahal Dylano jelas saja kena imbas. Namun, pemilik tak peduli. Toh, tinggal sopirnya bawa ke bengkel.

"Dibilang juga apa? Nggak mau bukain, ya gue buka sendiri. Tolol, sih!"

🍒🍒🍒

Mudah-mudahan seisi sekolah sabar ngedepin dia. Aamiin.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DylanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang