Chapter 35. Dua Pasang Sepatu

921 394 111
                                    

"Tiffany!" panggil seseorang ketika Tiffany tengah menunggu Dylano keluar dari kamar mandi. Tiffany mendongak dan melihat seorang mahasiswa yang sangat ia kenal. "Kak Ema?" sapa Tiffany. Dia selalu senang bertemu dengan Ema, hanya untuk saat ini tidak.

Ema menarik lengan Daniel dan memaksa pacarnya itu duduk di kursi yang berhadapan dengan meja Tiffany. "Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Ema.

"Aku? Lagi ...." Tiffany bingung. Mana mungkin dia bilang tengah makan dengan Dylano. Ema sangat sensitif dengan nama itu akibat kejadian dengan Daniel dulu.

Untung saja Ema melihat buku yang berserakan di meja. "Ouh, kamu lagi belajar? Di rumah pasti banyak yang ganggu, ya? Rajin banget kamu. Aku yakin sih pasti nanti kamu keterima di Unpad," puji Ema. Wanita itu memanggil pelayan. "Aku temenin kamu makan di sini enggak apa, 'kan?"

"Apa?" Jelas Tiffany kaget luar biasa.

"Kamu enggak suka, ya?" tanya Ema dengan wajah sedih.

"Suka, kok. Silakan," jawab Tiffany walau dia bingung mau bagaimana dengan masa depannya.

Tak lama pelayan datang memberikan buku menu. Tiffany adu pandang dengan Daniel. Sedang pria itu hanya menggeleng-geleng sama-sama bingung harus berbuat apa. Tiffany sendiri makin resah karena takutnya Dylano sudah kembali dari kamar mandi.

"Ma, Fany kayaknya lagi belajar. Lebih baik kita pindah, yuk," ajak Daniel sambil merangkul bahu Ema.

"Aku di sini nemenin dia. Kasihan dia sendiri. Sana, kamu saja yang pindah!" omel Daniel.

"Lha, justru dia emang mau sendiri biar belajarnya enggak terganggu. Iya 'kan, Fan?" tanya Daniel.

Tiffany mengangguk dan tak lama menggeleng. Terakhir dia hanya nyengir kuda. Hari ini dia dapat banyak syok terapi. Sudah ngomelin Papa Dylano yang ternyata orang sekaya itu dan kini bertemu Ema ketika sedang bersama Dylano.

"Kalian siapa?" tegur seseorang yang Tiffany tahu jelas suaranya. Tiffany mendongak dan jelas dia tahu keadaan darurat akhirnya benar-benar datang.

Ema dan Dylano saling bertatapan. Tak lama pria itu berpaling pada Daniel yang hanya menunduk mencoba menyembunyikan wajah. "Tunggu! Kamu itu, 'kan?" Dylano menunjuk wajah Daniel. Lekas Tiffany tarik lengan pacarnya dan dipaksa duduk.

"Enggak sopan kamu! Tahu, enggak? Aku ini lebih tua dari kamu! Pakai bahasa yang sopan sedikit! Enggak sopan juga nunjuk-nunjuk orang!" omel Ema.

Dylano hendak membalas Ema, tetapi langsung Tiffany tutup mulutnya. "Maaf, Kak. Dia cuman lagi badmood saja. Biasanya dia baik, kok. Iya, 'kan? Sayang orang yang baik, 'kan?" Tiffany pelototi Dylano hingga terpaksa mengangguk.

"Dia pacar kamu? Sekolah di Berbudi juga?" tanya Ema semakin kepo.

"Iya, dia pacarnya Fany. Namanya Joko," dusta Tiffany.

Jelas Dylano syok luar biasa. Namanya yang kebarat-baratan mendadak berubah menjadi Joko. "Kok Joko?" tanya Dylano sambil berbisik. Tiffany memukul pelan lengan Dylano agar pria itu diam.

"Hai, Joko. Salam kenal. Anak SMA Berbudi rajin-rajin, ya? Lagi pacaran saja belajar. Beda sama Daniel Hanif. Enggak tahu kapan belajarnya," omel Ema sambil melirik Daniel dengan tajam.

"Aku belajar di sekolah. Jadi kalau sudah pulang, ngapain belajar lagi? Entar enggak bisa bucin sama kamu," jawab Daniel dengan santai.

Ema malah melotot. "Kamu enggak mau masuk kampus yang sama kayak aku?"

"Maulah."

"Belajar!" tekan Ema yang langsung dibalas anggukan Daniel.

Dylano menatap Tiffany. Dia menggeser kursi semakin dekat dengan pacarnya. "Dia siapa?" tanya Dylano berbisik.

"Kak Ema, anaknya majikan Bunda. Cowok di sebelahnya itu pacarnya," jawab Tiffany.

Dylano langsung ingat dengan apa yang mereka perbincangkan saat hendak pergi ke sekolah waktu itu. Pria itu mengangguk dan kembali berbisik. "Dia serem," ucap Dylano.

Tiffany sampai hampir tertawa mendengarnya. Akhirnya ada juga orang yang Dylano takuti. "Joko, kalau di sekolah ... ada yang suka jahili Tiffany enggak? Bilang sama aku, biar aku pites itu anak!"

Dylano menggeleng. "Enggak, Kak. Aku selalu lindungi dia, kok," jawab Dylano dengan suara lemah.

"Bagus! Laki-laki memang harus lindungi perempuan. Laki-laki macam apa yang nyakitin hati perempuan? Sudah dia nikah saja sama ayam yang enggak ngerti apa-apa walau diselingkuhi." Ema kalau bicara memang ngegas.

"Namanya belok dong, Ma," protes Daniel.

"Daripada sama cewek cuman bisa nyakitin!"

Tiba-tiba saja Ema memukul meja hingga tiga orang lainnya di sana kaget luar biasa. "Aku ingat! Kamu kenal sama orang yang namanya Dylano?" tegur Ema.

"Kenapa?" tanya Dylano syok.

"Kurang ajar itu anak! Pacarku dia pukuli! Beraninya dia! Mau kubikin jadi kelepon baru tahu rasa! Dia pikir Ema bakalan diam saja? Enggak tahu dia kalau Ema masih keturunan orang Banten! Aku kirim santet!" ucap Ema kesal.

Dylano menelan ludah. "Orang Banten bukannya pinter debus?" ralat Dylano walau tangannya sudah gemetar.

Ema mengangguk. "Karena itu, aku bisa pastikan dia kalau ketemu aku, enggak akan selamat! Aku sudah siapin kelapa buat balurin dia kayak kelepon!" ancam Ema. Dylano seketika langsung berkeringat. Dia pegang tangan Tiffany saking takutnya.

🍒🍒🍒

🍒🍒🍒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DylanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang