12

10 4 0
                                    

"Aaakkkhhh!"

Tangan kanan Siska terkena tembakan dari salah satu polisi yang ada disana. Tangan yang semula dia gunakan untuk menancapkan pisau ke perut Dania, kini terkena darah nya sendiri.

Pisah tadi sudah menerobos masuk kedalam perut Dania dan masih tertancap disana. Melihat keadaan Dania yang gawat, Reynand langsung mendekat kearah Dania dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata. Rupanya dia telat. Dania sudah terkena tusukan dari pisau tajam itu.

Reynand merengkuh tubuh lemas Dania dengan air mata yang masih senantiasa turun di pipinya.

"Dan hey bangun Dan, ini gue..." lirih Reynand sambil menyandarkan kepala Dania ke dada nya.

"Pak cepat bawa Siska dan kedua anak buah nya ke kantor," titah Rega.

Keempat polisi itu mengangguk dan langsung membawa Siska dan juga kedua anak buahnya ke kantor polisi.

Rega menghampiri Reynand yang masih setia mendekap Dania. Tangisannya belum juga berhenti, air mata itu bukan hanya air mata kesedihan. Tapi juga air mata penyesalan disertai rasa sakit. Rega sedikit tersadar, apa mungkin Reynand menyukai Dania? Jika memang iya, apakah dia harus mengalah dan membiarkan Dania bersama Reynand?

"Beb kamu bawa mobil kan?" Tanya Ken pada Hana.

"Iya aku bawa mobil. Udah cepetan kita bawa Dania ke rumah sakit!"

Reynand menggendong Dania kearah mobil Hana. Dia ikut masuk kedalam mobil Hana.

"Loh Rey? Lo ngapain disini kan lo bawa motor terus mot-"

"Han udah! Gak usah banyak ngomong cepet bawa Dania ke rumah sakit!" Bentak Reynand.

Hana yang mendengar bentakan Reynand tentu saja terkejut. Baru kali ini Hana dibentak oleh Reynand, dan juga baru kali ini dia melihat Reynand sehancur itu.

"Dan bertahan ya, ada gue disini. Gue yakin lo pasti kuat, lo bukan cewek lemah oke?" Ucap Reynand pada Dania yang ada di pelukannya.

Sepanjang perjalanan, Reynand tidak henti-hentinya menangis. Tangannya terus terulur membelai pipi Dania yang dipenuhi dengan goresan akibat pisau kemarin. Reynand berfikir, Siska tidak akan senekat itu untuk menyakiti Dania. Tapi rupanya ia salah, jika sudah menyangkut masalah hati, siapapun pasti akan berubah.

Sampai di rumah sakit, Reynand meletakkan Dania diatas blankar yang sudah disiapkan oleh perawat. Di sepanjang lorong rumah sakit, dia tak henti-hentinya menyemangati Dania seakan-akan Dania mendengar suaranya.

Sampai didepan ruang IGD, dokter melarang Reynand untuk masuk. Tentu saja hal itu bertujuan agar dokter dan perawat yang ada didalam sana lebih terfokus pada pasien.

"Mas tunggu disini ya, kami akan melakukan yang terbaik." Ucap dokter Vino itu sambil tersenyum menenangkan.

"Dok saya mohon dok lakukan apapun buat Dania, berapapun biaya nya akan saya bayar asal selamatkan Dania dok, saya mohon..." lirih Reynand dengan badan yang merosot kebawah.

Dokter tersebut segera berlalu kedalam ruang IGD meninggalkan Reynand dan juga teman-temannya. Ribuan pisau seakan menusuk dada nya. Rasa sakit, perih, kecewa, marah, semuanya kini bercampur menjadi satu. Ia merasa gagal dalam menjaga Dania. Reynand akui, dirinya merasakan sesuatu yang berbeda ketika berdekatan dengan Dania.

Dia selalu khawatir akan keadaan Dania. Dan sekarang? Ketika Dania terbaring lemah diatas blankar rasa sakit itu kian menjadi.

Roy dan Ken menghampiri Reynand yang terduduk lemas didepan pintu IGD. Jujur, baru kali ini mereka melihat Reynand sehancur itu. Masih dengan memakai seragam sekolah, keadaan Reynand sangatlah kacau. Rambut acak-acakan, mata yang sembab, dan dada yang bergemuruh naik turun menandakan emosi yang sangat besar.

R & D [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang