Bagian 0.0
–Sebuah Awal–•••
Seorang perempuan terduduk di bangku pinggir jalan sambil termenung. Sudah hampir satu jam dia hanya diam sambil sesekali matanya berbolak-balik mengikuti beberapa kendaraan yang lewat.
Beberapa jam yang lalu adalah saat-saat terberat dalam hidupnya. Kehidupannya, berubah hanya dalam waktu singkat.
Seperti anak yang terbuang, takdirnya benar-benar miris.
"Ayah dan Ibu sudah resmi bercerai. Dan aku, sudah resmi menjadi anak broken home," gumamnya lalu terkekeh pelan.
"Ah, lucu banget rasanya," ucapannya lagi.
Tut! Tut! Tut!
Ponsel yang bergetar menyadarkan dirinya dari lamunan. Dia mengangkat panggilan telepon itu.
"Lo dimana, Sya?" tanya si penelepon.
Gina sahabatnya lah yang menelpon. "Di pinggir jalan, Gin."
"Hah, dipinggir jalan gimana? Pulang sana, istirahat. Jangan ngelamun disana, bahaya Kanisya."
Suara panik dari Gina membuat perempuan tadi tersenyum kecil.
"Aku butuh me-refresh otak yang rasanya lagi capek banget Gin," keluh perempuan itu.
"Lo dijalan mana? Biar gue jemput."
Perempuan itu menyebutkan nama jalan yang tertulis di sebuah plang. Lalu setelahnya percakapan berhenti dan panggilan mati.
Kanisya, nama perempuan itu. Dia menyenderkan punggungnya, lalu membuka tote bag yang dia bawa dan mengeluarkan sebuah novel.
Novel dengan genre fiksi itu tidak sengaja terbawa karena sebelumnya dia berniat mengembalikan buku itu ke perpustakaan kampus.
Tapi setelah orangtuanya sudah diputuskan berpisah hari ini, dia jadi tidak punya keinginan untuk pergi ke kampus lagi.
Mood-nya benar-benar turun drastis.
Kanisya membuka novel itu dan membacanya. Sebenarnya dia sudah membaca sebagian isi novel itu dan sedikit lagi selesai.
Jadi sekarang dia berniat menamatkan buku itu sambil menunggu sahabatnya Gina datang menjemput.
Berlembar-lembar sudah dia membaca novel itu sampai selesai tapi sahabatnya Gina belum juga sampai.
Kanisya menatap novel yang tadi dia baca dengan kesal. Mood-nya bukannya bertambah baik malah bertambah buruk.
Novel ini benar-benar tidak cocok dibaca disaat-saat seperti ini. Membuat kesal, semua pemeran yang ada di novel itu tidak ada yang benar. Kacau.
Tin! Tin!
Suara klakson mobil terdengar. Kanisya menatap kedepan. Disebrang sana mobil putih milik Gina yang akhirnya terlihat.
Kanisya berdiri dan membawa novel tadi di pelukannya. Lalu menyebrang saat lampu jalan sudah merah.
Sayangnya, saat dia sudah hampir sampai disebrang dia mendengar klakson motor yang terdengar kencang membuatnya penasaran dan menoleh kebelakang.
Seorang anak kecil sedang berlari untuk menyebrang juga tetapi dari arah kanan sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi.
"AWAS!" teriaknya yang refleks berlari menuju anak itu dan mendorongnya menjauh.
BRAK!
Keadaan jalan tiba-tiba menjadi kacau. Gina menjadi panik saat dari dalam mobil dia melihat sahabatnya, Kanisya tertabrak karena menolong seorang anak kecil.
•••
"Awh, pusing," aku memegangi kepalaku yang rasanya berdengung.
Aku buka mata dan cahaya samar-samar mulai terlihat. Sebuah ruang putih, apa ini rumah sakit? Tapi ruangan ini terlalu sepi untuk disebut rumah sakit.
Memikirkan ruangan yang membuat pening aku mengingat-ingat apa yang terjadi terakhir kali.
Seingatku aku melihat seorang anak kecil yang hampir tertabrak dan dengan bodohnya aku dengan refleks menggantikan anak kecil itu dan menjadi aku yang tertabrak.
Apa aku selamat dari kecelakaan itu? Apa aku sekarang sudah sembuh?
Apakah sebelumnya aku koma dan keadaanku sudah membaik karena aku tidak terlalu merasakan sakit saat ini.
Tapi tidak ada alat-alat canggih ala rumah sakit yang aku lihat. Hanya ruang putih dan beberapa brangkar juga bau obat-obatan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Tanyaku bingung dalam hati.
Aku mencoba bangkit dari atas brangkar, walau rasanya kepalaku terasa sangat berat.
Satu yang membuatku tersentak saat menyadari diriku sendiri. "Kenapa aku pakai seragam SMA?"
Dan tidak lama setelahnya kepalaku terasa sangat-sangat sakit sampai membuatku ingin berteriak.
Sebuah ingatan-ingatan mulai bermunculan seperti film yang terputar.
Membuatku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?!
"Sya. Raisya sadar!"
Aku tersentak mendengar bentakan itu. Kulihat seorang pemuda berdiri dihadapan ku. Aku mendongak menatapnya.
"Aku kenapa?"
"Kamu kejatuhan pot bunga dari lantai atas dan setelah itu pingsan," jawabnya.
Sebelumnya, aku adalah Kanisya Puspa. Seorang mahasiswi yang baru resmi menjadi anak broken home.
Dan sekarang, tiba-tiba aku menjadi Raisya Bunga. Seorang figuran di buku novel yang terkahir kali aku baca.
Yang hidupnya hanya ditakdirkan untuk melancarkan jalannya kisah orang lain.
Apakah ini mungkin? Tidak, aku rasa, aku sudah gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Figuran
Short StoryRaisya Bunga, bukanlah pemeran utama. Dia hanya ditakdirkan menjadi figuran untuk melancarkan jalannya kisah orang lain. Tapi mau bagaimanapun, seorang figuran juga pasti punya kehidupannya sendiri. Terlepas dari bagaimana nantinya, Raisya hanya in...