[1.8]

7.6K 1.4K 104
                                    

Bagian 1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 1.8
–Kita Terlalu Niskala–

•••

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan di jendela terdengar lagi. Kali ini terdengar lebih pelan dari sebelumnya. Dalam otakku terlintas beberapa hal buruk. Seperti, mungkin itu adalah musuh keluarga ini?

Tapi untuk yang kesekian kalinya aku bilang, aku tidak yakin. Kenapa juga selalu ada orang yang menggangu ketenangan ku sih? Tidak dimanapun itu.

Aku mengambil ponsel. Sebuah kontak terlihat di layar itu. Kontak Bang Azka. Aku harus jaga-jaga. Kalau itu memang orang jahat, aku tinggal menekan tombol panggilan atau berteriak meminta tolong.

Maka sudah dipastikan, Bang Azka dan antek-anteknya yang lain, akan dengan sigap datang kemari. Rencana yang bagus kan?

Aku berjalan perlahan menuju pintu balkon.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan di jendela terdengar lagi. Lama kelamaan entah kenapa suaranya bertambah pelan. Apakah yang ada diluar sana memang benar-benar manusia?

Atau mungkin, bisa saja itu adalah makhluk halus yang sedang iseng saja. Tapi untuk apa setan itu menggangguku?

Aku tau ini malam hari dan memang waktunya mereka beraksi. Tapi, tidak bisakah mereka mencari target yang lain saja?

Atau tidak, kenapa dia tidak menggangu Nathan saja yang mungkin sedang berada di kamarnya? Iya kan?

Dengan ponsel yang siaga berada di genggaman, aku mencoba untuk membuka tirai yang menutupi jendela dan pintu kaca itu terlebih dahulu.

Sret!

Seorang pemuda, sedang berdiri dan menyandarkan kepalanya di jendela sambil terus mengetuk kaca jendela itu.

Aku membulatkan mata. Hey, kenapa manusia satu ini bisa ada disini? Kenapa juga dia datang lewat balkon kamar?

Ini lantai dua. Apa mungkin dia memanjat?

Aku dengan cepat membuka kunci dan mendorong pintu kaca itu sampai terbuka. Angin malam langsung berhembus, terasa sangat dingin.

Pemuda tadi tersadar dan menoleh. Tersenyum lemah dia mendekat ke arahku. Namun sesuatu tercium, aroma alkohol.

Aku menahannya untuk lebih mendekat lagi. "Gilang, stop!" kataku.

Gilang mengernyitkan keningnya. Matanya terlihat merah dan jalannya terlihat lemah. Aku yakin kalau dia sedang dalam pengaruh alkohol saat ini.

Mengabaikan peringatan ku, Gilang tetap mendekat dengan pelan. Dengan jalannya yang terlihat tidak seimbang, aku jadi agak sedikit khawatir melihatnya.

Transmigrasi FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang