[0.9]

14.5K 2.3K 114
                                    

Bagian 0

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 0.9
–Deep Talk With Gladys–

•••

"Kenapa kesini?" tanyaku pada dua orang yang tiba-tiba saja datang menemui ku.

"Nathan bilang lo sakit. Jadi sebagai partner yang baik, gue jenguk," jawab Ardhan sambil mengupas apel.

Aku menaikkan alis. "Sejak kapan kita jadi partner?"

Ardhan berdecak. "Iya-in aja kenapa sih," katanya malas.

"Terus kamu?" tunjukku pada Gladys.

Gladys menaikkan bahu. "Pengen aja," balasnya sambil sibuk memainkan ponsel.

"ARDHAN! SINI LO KELUAR! JANGAN DIDALAM KAMAR RAISYA, COWOK BUKAN?!"

Ardhan mendengus mendengar teriakan dari luar kamar. Sepertinya itu suara Nathan. Diluar juga terdengar ramai, beberapa kali terdengar suara beberapa laki-laki.

Agaknya, Nathan membawa semua anggota inti GALA kemari, atau bahkan mungkin anggota yang lainnya juga. Aku tidak tau, tidak peduli.

Ardhan berdiri setelah selesai mengupas apelnya. Aku tatap dia bingung. "Kok dibawa?"

Ardhan mengejek sambil memamerkan apel ditangannya. "Lo pikir gue ngupasin ini buat lo gitu? Oh, tentu saja tidak," katanya sambil berlalu pergi.

Aku menatapnya tidak percaya lalu mendesis sinis. "Dasar jahat!" maki ku padanya yang sudah tidak terlihat.

Lagipula, kenapa juga dia mengupas apel itu dikamar ku sih? Apa mungkin dia sengaja?

Kalau memang iya, wah dia sungguh kejam pada orang yang sedang sakit sepertiku.

"Mau apel? Gue kupasin," kata Gladys tiba-tiba yang sudah menaruh ponselnya sembarangan di meja.

Aku tatap Gladys lalu menggeleng pelan. Tersenyum canggung padanya. "Ah, gak usah, makasih."

"Gapapa, santai aja," katanya yang langsung mengambil apel di keranjang buah dan mulai mengupasnya menggunakan pisau yang tadi dipakai Ardhan.

Aku meringis melihatnya. Aku benar-benar tidak menyangka Gladys punya sisi seperti ini.

Seorang perempuan yang selalu digambarkan kejam di dalam novel. Yang selalu dibilang tidak punya hati. Yang dikatai bodoh.

Rasanya, aneh melihat Gladys si antagonis yang biasanya hanya mem-bully Ayra sekarang berada di sampingku dan dengan baik menolongku untuk mengupas apel.

Ini memang bukan hal yang besar, tapi hal kecil seperti ini jadi terasa lebih menyenangkan. Tak ayal, aku tersenyum melihat sisi manis dari Gladys. Si antagonis yang memiliki akhir tragis di novel.

Gladys dengan telaten memotong-motong apel yang sudah dikupas dan menaruhnya di sebuah piring. Lalu menyodorkannya padaku.

Aku tatap dia sambil tersenyum manis. "Terimakasih," kataku yang hanya dibalas dengan deheman pelan olehnya.

Transmigrasi FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang