[2.1]

7.2K 1K 64
                                        

Bagian 2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 2.1
-Bagian Ketiga Dari Merelakan–

•••

"Hai."

Gilang berdiri mematung tepat di hadapan seorang remaja perempuan yang sedang melambaikan tangannya. Pergerakannya terlihat kaku. Karena baginya, saat ini adalah saat-saat yang lucu.

Sangat lucu ketika kamu kembali melihat seseorang yang sudah lama pergi seperti ditelan bumi, tiba-tiba kembali tanpa pemberitahuan yang pasti.

Melambaikan tangannya dengan senyum manis yang terlihat canggung. Orang itu, manusia itu, hamba Tuhan yang satu itu, benar benar terlihat lagi.

"Gimana kabar kamu?" tanyanya.

Gilang merutuknya dalam hati. Lancang! Basa-basi macam apa yang manusia didepannya katakan saat ini?

Apa yang dia tanyakan tadi? Kabar? Apa jawabannya?

Buruk! Seburuk kabut yang menyelimuti hati-hati yang patah.

Sakit! Sesakit jatuh diatas rela yang belum selesai.

Terlalu berlebihan. Gilang merasa dirinya melewati batasnya saat ini. Konyol. Dirinya terlalu konyol.

"Kakak mau lihat, apa kamu melewati pendewasaan diri dengan baik?"

Pendewasaan diri katanya. Dewasa mana yang masih sering membenci?

Dewasa mana yang masih tidak bisa menerima diri sendiri?

Dewasa mana yang tetap sama seperti terakhir kali?

Aku ini pecundang, Kak. Jangan terlalu berharap, batinnya.

"Mau bicara apa?" ucap Gilang pada akhirnya.

Remaja perempuan itu mengembangkan senyum. "Apapun," jawabnya.

•••



Gilang menghembuskan nafasnya. Dadanya terasa berat. Pikirannya, dan segala hal yang ada dalam dirinya saat ini, terasa tidak bisa dikendalikan dengan benar.

Sulit. Rumit. Terlalu melelahkan. Hanya tinggal menunggu masa sampai segalanya runtuh, rubuh.

Menyesap kopi hangat dari cangkir yang sudah disediakan di atas meja. Gilang duduk dengan tenang, mengabaikan tatapan para pengunjung lain yang terarah padanya.

Wajar, dengan seragam putih abu-abu itu membuatnya terlihat mencolok diantara pengunjung lain. Duduk sendirian, tanpa ada siapapun yang menemani.

Mengalihkan tatapan keluar jendela besar dari dalam kedai, membuat Gilang mengingat kembali banyak hal. Yang selama ini terkubur, kembali menyeruak datang dengan tiba-tiba.

Transmigrasi FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang