Bagian 1.9
–Bagian Pertama Dari Merelakan–•••
Setiap manusia pasti ingin hidupnya bahagia. Setiap manusia pasti ingin mempunyai hidup yang mudah tanpa masalah. Setiap manusia pasti tidak ingin merasakan gagal.
Sama halnya seperti Gilang. Si manusia penuh harap. Si manusia paling benci dengan yang namanya kegagalan. Dan kini, dia juga benci dengan yang namanya kehilangan berujung merelakan.
Sudah berapa kali? Lebih dari yang dirinya sendiri bayangkan. Kenapa yang namanya kehilangan selalu hadir dalam hidupnya?
Pertanyaan seperti itu, sudah menjadi pertanyaan paling biasa dalam hidupnya.
Ada satu hari dimana dia mempertanyakan sesuatu pada Bunda-nya.
"Kenapa sih, Ayah pergi, Bun?" tanya Gilang kecil saat itu.
Bunda-nya menatap sendu manusia kecil didepannya. Polos. Manusia kecil didepannya benar-benar belum mengerti apapun. Tidak mengerti mengapa Ayahnya pergi begitu saja.
"Karena Ayah udah punya rumah baru," jawab Bunda-nya sambil tersenyum menenangkan.
"Tapi kenapa Ayah cuman bawa Kakak aja? Kenapa gak ajak kita juga?" tanyanya lagi.
Mengusap pelan rambut Gilang, Bunda-nya tersenyum lagi. "Abang tidur sana, udah malam."
Menatap wajah Bunda-nya, Gilang kecil kala itu diam sejenak. Kenapa Bunda-nya tidak menjawab pertanyaannya? Batinnya.
Menundukkan kepala, Gilang bertanya dengan pelan. "Tapi kenapa, Ayah selalu pukul Bunda kalau marah?"
Bunda-nya sedikit tersentak mendengar pertanyaan itu. Menggeleng pelan dia menggenggam tangan kecil milik anaknya. "Itu karena Ayah lagi kesal."
Menatap Bunda-nya tidak terima Gilang berucap. "Ayah bisa pukul Bunda kalau lagi kesal. Tapi kenapa Ayah selalu marah kalau aku pukul temanku di sekolah, Bunda?"
Bunda-nya menghela nafas panjang. Ini adalah pertama kalinya, anaknya mengajukan banyak sekali pertanyaan. Dan untuk pertama kalinya juga, sulit baginya untuk menjawab.
Mendudukkan Gilang kecil di pangkuannya, dia menatap mata polos itu dengan lekat. "Karena itu gak baik," jawabnya.
"Tapi ayah bisa–"
"Abang dengar Bunda," potong Bunda-nya dengan cepat membuat Gilang kecil kala itu langsung terdiam.
Menangkup wajah anaknya, dia menatap dengan serius. "Itu bukan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Abang suka gak lihat Bunda dipukul Ayah?"
Menggeleng cepat Gilang langsung memeluk Bunda-nya. "Gak suka. Pasti sakit kan?" cicitnya pelan.
Mengangguk puas melihat reaksi anaknya. "Nah itu juga yang akan dirasain sama temannya Abang kalau Abang pukul mereka," jelasnya secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Figuran
Short StoryRaisya Bunga, bukanlah pemeran utama. Dia hanya ditakdirkan menjadi figuran untuk melancarkan jalannya kisah orang lain. Tapi mau bagaimanapun, seorang figuran juga pasti punya kehidupannya sendiri. Terlepas dari bagaimana nantinya, Raisya hanya in...