Lima Belas Juta

180 35 3
                                    

Sepanjang hari Anastasia dihabiskan dengan tersenyum. Ia begitu merasa berbeda, sebuah kalimat yang Danil katakan padanya berhasil memberikan perubahan besar. Sambil berdiri di depan cermin, Anastasia memandangi wajahnya. Mata yang sipit tanpa kelopak, kulit yang terlihat lebih putih, bibir yang indah karena melengkung ke atas, semua itu seakan bukan dirinya.

“Apa benar ini aku? Kenapa aku merasa cantik yah?” gumam Anastasia yang terus saja mempelototi wajahnya dari bias kaca. Sepertinya ia tidak menyangka bahwa ia bisa secantik hari ini.

“Kapan ya, aku terakhir kali becermin?”

Anastasia berusaha kembali mengingat, di masa terakhir kali ia menggunakan cermin untuk melihat wajahnya sendiri.

Saat itu sebuah gaun yang begitu ia impikan dengan ukuran besar pun tiba, Anastasia dengan penuh semangat mencobanya setelah melihat model bertubuh gemuk menggunakannya. Mencoba mengembalikan rasa percaya diri, Anastasia melepaskan satu per satu baju yang ia kenakan, mengganti dengan gaun merah yang menutupi lengan, namun terbuka di bagian pundak dan punggung.

Ukuran baju sesuai dengan dirinya, namun tidak menjadikan dirinya cantik seperti foto model yang ada. Pada bagian yang terbuka, lemak Anastasia mengumpul dan mencuat keluar, seakan tertekan dan terdesak. Lebih menyakitkankannya, itu terjadi pada semua bagian yang terbuka. Bukannya menjadi cantik, Anastasia justru terlihat seperti monster lemak.

Hanya bisa menangis dengan penuh kekecewaan. Bukan karena uang yang harus ia keluarkan untuk membeli gaun, bukan pula kesalahan pada model dan ukuran, melainkan tubuhnya yang memang begitu buruk adanya.

Sisa harapan yang ia miliki kini lenyap. Ide-ide yang coba ia terapkan untuk mengembalikan kepercayaan diri justru menghapus semua asa.

Ingin mengamuk, namun tubuh besarnya hanya terus gemetar menahan sesaknya dada. Terduduk di atas lantai dengan derasnya air mata.

“Krak!”

Suara sobekan terdengar. Gaun merah impian menjadi sampah belaka. Terkoyak begitu lebar dari punggung hingga betis. Gaun itu nyaris terbelah dua.

Masih dengan kekesalan dan kesedihan, Anastasia menarik paksa gaun yang ia gunakan. Meskipun menyangkut dibagian tangan dan pinggang, namun ia tidak perduli. Menarik keras hingga melukai kulitnya sendiri. Bukannya merasa kesakitan, Anastasia justru tersenyum senang dengan gaun sobek di tangannya. Ia tersenyum penuh kepuasan karena gaun yang menyakiti hatinya kini telah hancur.

Mencampakkan sekuat tenaga ke arah tong sampah, lalu berbaring di atas lantai hanya dengan mengenakan pakaian dalam. Luka akibat sabetan gaun terasa perih, dengan jari-jari besarnya Anastasia menyentuh dan kini beberapa tetes darah segar berada diujung jemarinya. Lagi-lagi ia dengan sengaja menggesekkan kulit yang terluka dengan lantai, hingga lukanya kian lebar dan mengeluarkan darah lebih banyak. Rasa sakit itu seakan terasa membahagiakan, karena Anastasia terus tersenyum selama melakukannya.

Mengingat hal ini, sontak wajah Anastasia terdiam kaku memandang wajahnya. Senyum yang tidak lagi terkembang, dengan wajah dan bentuk tubuh yang nyaris lebih besar dari sebelumnya justru terlihat berbeda.

“Wajah ini, tubuh ini, baju ini, mengapa saat ini aku merasa cantik? Apa karena aku tersenyum? Hanya karena itu?” gumamnya yang melangkah kian dekat ke arah cermin dan memandang kembali tubuhnya dari kepala hingga kaki.

Mengarahkan tubuh ke samping kanan dan kiri bergantian, lalu kembali melihat tubuhnya di cermin. Bergaya bak model, meletakkan tangan di pinggang dan menggunakan topi pantai yang sudah dipenuhi debu, Anastasia merasa lebih cantik.

“Apa benar ini aku?” tanyanya yang masih tidak merasa percaya akan apa yang ia lihat.

“Tidak ada yang berubah, masih mengurung diri, masih gendut dan masih tidak merawat diri. Namun, kenapa aku terlihat cantik yah?” gumamnya yang masih saja tidak percaya diri.

Dering ponsel berbunyi.

“Kau buatku jadi gila, saat kau juga, bilang cinta padaku. Tak kuasa kumenahan, rasa bahagia, saat kau ucapkan cinta ....” (Ran-Jadi Gila)

Gawai diraih, tertulis jelas nama Danil dengan emotikon love di belakangnya. Anastasia tampak bersiap menerima panggilan masuk, jantungnya berdetak tak karuan, napas berderu dengan wajah meragu, Anastasia mulai berkata, “Halo.”

Hanya kata, “Aduh!” yang terdengar, lalu kemudian sambungan terputus. Sedikit kecewa, namun rasa penasaran membuat Anastasia ingin kembali menghubunginya. Sejak semalam Anastasia begitu ingin menghubungi Danil, namun ia meragu dan masih merasa malu. Kali ini merupakan kesempatan untuknya kembali menghubungi Danil setelah dia lebih dulu menghubungi Anastasia.

Ada banyak pesan masuk dan semua pesan itu dari Danil. Beberapa kalimat yang cukup membuat Anastasia shok. Tertulis jelas bahwa Danil mengalami patah tulang dan harus segera dioperasi, lengkap dengan foto surat pemberitahuan dari rumah sakit dan hasil rontgen tulang yang patah.

“Aku bingung, Nes. Butuh uang lima belas juta untuk biaya operasi dan aku tidak memilikinya. Sedangkan biaya beberapa hari di sini saja, aku enggak tahu bayar pakai apa. Mungkin aku harus gadaikan motor untuk membayarnya. Maaf ya, Nes. Aku hanya punya kamu sebagai teman untuk cerita.”

Tanpa pikir panjang, Anastasia mengecek saldo tabungan menggunakan mobile banking. Lalu dengan segera mengirimkan uang tujuh belas juta ke rekening Danil. Sebagai langganan tetap, Anastasia sering mengirimkan uang kepada Danil saat hendak menyuruh berbelanja kebutuhan dirinya. Tak heran, Anastasia memliki nomor rekening milik Danil saat ini.

“Aku sudah kirim uang, Dan. Semoga kamu bisa segera ditangani dan cepat pulih.”

“Nes, kamu gila? Kamu kirim uang untuk operasiku?”

Bukannya membalas. Anastasia mengabaikan pesan yang masuk, tersenyum senang sambil menatap dirinya di cermin. Menari riang seakan berperan sebagai barbie yang menari di istana megah. Rasa bahagianya berlipat ganda. Tidak hanya karena bisa menolong orang lain, melainkan bisa menjadi dewi penolong untuk pria yang juga selalu memperhatikan dirinya.

Meski tanpa kata, raut wajah dan sikapnya yang riang sudah cukup menggambarkan betapa bahagianya ia saat ini.

Sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Bak kembali ke dunia nyata, Anastasia kembali merasa takut dan sedih. Seketika bisikan keras menentang sikapnya.

“Bodoh! Kau emang layak ditipu. Memberikan uang yang banyak kepada orang lain gitu aja? Babi buntal yang bodoh!”

Kata-kata itu terus terngiang dalam pikirannya, membuat Anastasia kembali menatap wajahnya dari cermin. Masih dengan wajah, tubuh dan keadaan yang sama. Namun, kali ini gadis yang tergambar di cermin terlihat seperti monster besar berjenis kelamin wanita. Memiliki hidung seperti babi dan berkuping lebar. Gambaran itu terlihat jelas hingga membuat Anastasia merasa takut. Dengan segera ia merunduk, menghindari pandangan dari cermin lalu menutup rapat kedua telinganya. Ia tak ingin mendengar kalimat yang menyakiti hatinya lagi.

“Aku menyukaimu, Nes.”

Kata-kata yang sempat membuatnya bahagia itu kini berubah menjadi, “Aku menyukaimu, gajah bodoh!” diikuti tawa bahagia yang membuat Anastasia semakin tersiksa.

Anastasia kembali menangis sesenggukan. Hatinya begitu sakit, keadaan ini sangat menyakitkan. Membuatnya tertekan, hingga tersungkur di balik lemari yang ada.

Mengapa rasa bahagia itu tidak pernah datang sendiri. Selalu saja bayang menyakitkan dan nyanyian menakutkan mengiringinya.

Bergetar, tubuh besar itu masih saja merunduk seakan bersembunyi. Meski sendiri, di dalam rumah kecil miliknya, namun serangan masa lalu tetap saja bisa menghampiri. Mengikuti setiap langkah, sejauh apapun diri bersembunyi, ingatan menyakitkan tidak pernah bisa beralih berganti masa bahagia bak hati yang dipenuhi bunga.

Jika aku bisa meminta dan dikabulkan. Aku ingin bisa melupakan masa penuh luka. Agar aku bisa hidup berdampingan dengan bahagia.

ABG Atas Bawah GedeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang