Keluarga Baru

142 32 0
                                    

“Kamu yakin, Nes. Mau pergi?” gumam Anastasia sembari menatap diri melalui cermin.

Terlihat jelas, seorang gadis tambun dengan gaun hitam panjang sampai mata kaki, mengenakan jaket kain untuk menutupi lengannya yang besar. Memakai make up tipis, dengan sentuhan lipstik di bibir, lalu rambut panjang terurai yang terikat dibagian tengahnya. Sepatu tanpa hak yang bewarna senada. Gaun dan sepatu ini sudah lama ia beli, dulu sempat merasa sesak saat memakainya. Namun, kini tidak lagi.

“Kalau enggak sekarang, mau kapan lagi aku pakai baju ini kan? Ngapain juga pakai gaun hanya untuk ceplok telur,” gumamnya yang mencoba meyakinkan diri.

“Tin, tin!”

Suara klakson taksi terdengar. Pertanda taksi pesanannya sudah tiba. Hati Anastasia semakin tidak tenang. Ragu dan malu menyelimuti pikirannya. Namun, semua sudah siap dan hanya tinggal melangkahkan kaki.

“Ayolah! Ini ketiga kalinya aku keluar. Enggak perlu takut dilihatin banyak orang. Karena enggak akan ada yang lihat. Cukup naik taksi, turun dan memasuki ruangan yang berisi mereka. Yah, mereka yang juga memiliki tubuh gemuk sepertiku.”

Bak mantra, Anastasia terus mengulang kata-kata ini. Meski kini ia berada di dalam taksi yang tengah melaju, namun tetap saja rasa takut itu masih menghantui. Terkadang akalnya menguasai, hingga memaksa bibir untuk mengatakan, “Putar balik aja!”

Tetapi tidak untuk kali ini. Mulutnya tertutup begitu rapat, hingga enggan untuk berkata apapun. Matanya terus saja melihat jalanan melalui jendela mobil. Ada banyak pepohonan, gedung, rumah, lalu lintas, beragam bentuk orang dari yang muda hingga yang tua. Dimana salah satu dari mereka memiliki badan gemuk dan dengan tenang berkerumunan diantara banyak orang.

“Kenapa dia bisa hidup normal begitu ya?” gerutu Anastasia yang kini kembali berkaca dengan dirinya. Seketika rasa iri itu timbul, akan kehidupan tenang para manusia gendut lainnya. Sedangkan ia hanya bisa bersembunyi dan terlalu takut untuk menemui banyak orang.

“Mba-nya lagi ada masalah ya?” tanya sopir taksi yang tak lain pria tua, mungkin sebaya dengan orang tua Anastasia jika masih ada.

Menggeleng, lalu tersenyum dan kembali menatap ke jalanan. Reaksi Anastasia membuat si bapak sopir penasaran, ia begitu sering menatap Anastasia melalui cermin. Hal ini tenyata disadari oleh Anastasia, membuat ia takut dan berharap segera tiba di villa.

Taksi terus melaju dan kini mulai memasuki kawasan dengan banyak pohon tinggi di sepanjang jalan. Meski hari masih sore dengan langit yang begitu cerah, namun rasa takut itu senantiasa ada.Terlebih melihat tatapan mencurigakan dari pengemudi taksi. Meskipun begitu, Anastasia tidak bodoh. Sebelum berangkat, ia telah mengatur GPS dari gawainya, hingga ia tidak perlu merasa terlalu takut.

“Ckit!”

Taksi berhenti mendadak, membuat tubuh Anastasia menubruk kuat sandaran kursi bagian depan.

“Maaf Mba, sepertinya bannya bocor.”

Seketika rasa takut semakin besar, menyadari hanya ada pohon tinggi yang mengelilingi mereka dan juga kendaraan yang sangat jarang melintas.

“Oke, Nes. Tenangkan dirimu. Jangan sampai kau merasa sesak dan pingsan. Jika tidak ingin hal buruk benar-benar terjadi,” gumam Anastasia sambil memperhatikan setiap gerak gerik sopir yang sibuk melepas ban mobil miliknya.

“Mba, alat saya enggak lengkap. Gimana ya?”

Kesal, marah, takut dan sedih, beragam rasa itu menguasai. Memancing rasa menyesal karena memaksakan diri untuk pergi.

“Tu lah, kalau enggak pergi kan enggak begini jadinya, Nes. Tau begini, mending enggak usah pergi.”

Hanya bisa menggerutu dan terus menyalahkan diri. Tanpa tahu harus bisa berbuat apa agar semua kembali lancar. Tindakan ini kerap Anastasia rasakan, hingga membuat ia terlalu takut untuk mencoba hal baru juga untuk bertindak normal dan wajar seperti kebanyakan orang. Pemikiran yang berisi tekanan dan rasa takut menjadi benteng tinggi pembatas bagi seluruh tindakannya.

ABG Atas Bawah GedeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang