Part 06
Jonathan mengantarkan anak-anaknya ke rumah orang tuanya, sesampainya di sana mereka disambut dengan tangan terbuka. Terutama mamanya yang langsung memeluk kedua cucunya, bibirnya juga tersenyum sumringah tampak sangat bahagia. Sedangkan Jonathan hanya menghela nafas panjangnya, lalu duduk di sofa ruang tamu keluarganya.
Jonathan baru saja pulang dari kantornya dan langsung menjemput kedua putranya. Padahal hari masih dikatakan siang, itu karena Jonathan sendiri adalah pemilik dari tempatnya bekerja. Hampir seluruh tanggung jawabnya ditangani oleh temannya, yang ia percaya untuk memegang jabatan sebagai direktur. Itulah kenapa Jonathan lebih sering ada di rumah untuk merawat kedua putranya, mengantar jemput mereka sekolah, dan membantu keduanya belajar dan bermain.
"Kalian sudah makan?" tanya mamanya pada kedua cucunya yang menggeleng pelan.
"Belum, Oma."
"Ya sudah, Ethan dan Evan makan ya? Minta bantu Bibi di dapur. Oke?"
"Oke, Oma." Mereka menjawab bersamaan, lalu berlari ke arah dapur, sedangkan neneknya hanya tersenyum melihatnya dan membiarkan mereka mandiri dengan rutinitas yang biasa mereka lakukan berdua tanpa bantuannya.
"Kamu sendiri sudah makan belum, Jo?" tanyanya ke arah Jonathan kali ini, yang mengangguk sembari tersenyum.
"Aku sudah makan di kantor tadi, Ma."
"Jadi, bagaimana?" Wanita itu mendudukkan tubuhnya di sofa, menatap putranya dengan mata harapan.
"Apanya, Ma?"
"Kamu sudah dapat calon istri belum?"
"Cari calon istri enggak semudah cari pakaian, Ma. Butuh waktu yang panjang untuk bertemu wanita yang tepat, lalu jatuh cinta, dan meyakinkan diri untuk mengajaknya menikah." Jonathan menjawab dengan nada lelah, seolah sudah bosan dengan pertanyaan mamanya yang selalu saja sama.
"Apalagi aku punya Ethan dan Evan, anak-anak kandungku dari luar pernikahan. Sulit menemukan wanita yang mau menikah dengan statusku sebagai pria lajang yang sudah punya anak, sedangkan kebanyakan dari mereka tahunya aku belum pernah menikah. Meskipun banyak dari mereka yang mungkin bisa menerimaku, tapi aku enggak yakin mereka bisa menerima anak-anakku, karena sampai saat ini pun aku belum bertemu dengan wanita yang benar-benar tulus mencintaiku dan anak-anakku, Ma." Jonathan melanjutkan ucapannya, mempertegas maksudnya.
"Bagaimana kamu bisa tahu ada wanita yang mencintai kamu dan anak-anak kamu atau enggak? Kalau kamu saja sering mengabaikan para wanita yang menyukai kamu." Mamanya menjawab dengan nada tak suka, karena menurutnya putranya itu terlalu banyak alasan.
"Lalu aku harus bagaimana, Ma?"
"Ya kamu coba lah berusaha menerima kehadiran wanita yang ingin mendekati kamu, setelah itu kamu bisa menilai sendiri bagaimana ketulusannya ke kamu dan anak-anak kamu. Kalau kamu enggak mencobanya, bagaimana caranya kamu bisa tahu wanita mana yang bisa menerima kamu dan anak-anak kamu?" Wanita itu menjawab dengan tegas, agar putranya itu tak terlalu mengabaikan para wanita di luaran sana.
"Iya, Ma. Oh ya, aku titip Ethan dan Evan malam ini ya?" ujar Jonathan yang langsung mendapatkan tatapan serius dari mata mamanya.
"Memangnya kamu mau ke mana? Kamu mau mengajak wanita yang sedang dekat denganmu untuk makan malam ya? Atau ke tempat lain mungkin?" tanyanya antusias.
"Enggak ada wanita yang sedang dekat denganku, Ma. Berapa kali sih aku harus mengatakannya?"
"Ya terus kamu mau ke mana?"
"Aku mau ke pernikahan kolegaku, Ma."
"Oh sama siapa?"
"Ya sendiri lah. Kalau aku bisa bawa Ethan dan Evan, aku bawa mereka ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...