Part 14
Rehan melangkahkan kakinya ke kamarnya, namun sebelum itu, langkahnya kembali dicegah Anastasya yang sedari tadi menunggunya. Wanita dengan perut membesar itu menatapnya penuh ketegasan, seolah ingin meminta penjelasan.
"Kamu dari mana, Re?" tanyanya yang berhasil membuat Rehan muak, bisa dilihat dari caranya mengalihkan tatapannya dengan malas.
"Bukan urusan kamu."
"Aku ini istrimu, aku berhak tahu kamu dari mana dan melakukan apa? Apa kamu dari rumah Sinta?"
"Aku dari rumah sakit. Puas kamu?"
"Untuk apa kamu ke sana?"
"Aku menemukan obat di laci kamar, aku yakin ini milik Sinta, jadi aku tanya obat apa ini? Dan kamu tahu, ternyata obat ini untuk penderita tumor, itu artinya Sinta memiliki penyakit selama ini." Rehan berujar jujur dengan nada ketegasan, membuat Anastasya terdiam dengan memerhatikan ekspresi Rehan.
"Lalu kenapa kalau Sinta punya penyakit? Apa kamu masih memedulikannya?"
"Tentu saja. Selain obat, aku juga menemukan ratusan alat tes kehamilan, itu artinya Sinta enggak jujur saat mengatakan enggak mau hamil, dia terpaksa membohongiku supaya aku enggak tahu penyakit dia." Rehan menjawab yakin, berbeda dengan Anastasya yang tampak gelisah sekarang.
"Lalu apa rencana kamu kalau benar-benar Sinta punya penyakit? Apa kamu akan kembali dengan dia?" Anastasya bertanya dengan nada kekesalan, ia tidak menyangka setelah berhasil menikah sah dengan Rehan, Sinta masih saja mengganggu pikiran lelaki itu.
"Tentu saja. Aku sangat mencintai Sinta, mungkin aku kecewa dengan keegoisan dia yang enggak mau hamil, tapi setelah aku tahu semua ini, aku enggak bisa lagi marah ataupun kecewa." Setelah mengatakan hal itu, Rehan melangkahkan kakinya ke arah kamar, meninggalkan Anastasya sendirian.
Anastasya menangis mendengar ucapan Rehan yang begitu menyakitkan. Bagaimana mungkin lelaki itu berencana kembali dengan mantan istrinya, bahkan belum ada sebulan mereka berpisah? Anastasya benar-benar merasa kecewa, namun bukan berarti dia akan diam saja.
Anastasya berjalan ke arah kamar yang jaraknya tidak jauh dari kamar Rehan, ia berniat mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Setelah sampai di kamarnya, Anastasya duduk di tepi ranjang sembari mengetik sesuatu di ponselnya.
"Halo, siapa ini?" Suara Sinta terdengar dari balik ponsel Anastasya. Untungnya ia sempat menyimpan nomor mantan istri Rehan itu untuk berjaga-jaga kalau Rehan meninggalkannya dulu, ia berniat memberitahu perselingkuhannya pada saat itu. Meskipun pada akhirnya Sinta tahu dengan sendirinya dan hubungan mereka sudah tak lagi sama, namun Anastasya harus mencari cara untuk kembali memisahkan mereka.
"Aku Anastasya."
"Dari mana kamu mendapat nomor ponselku?"
"Itu bukan sesuatu yang penting sekarang." Anastasya menjawab serius, terdengar suara helaan nafas dari seberang sana.
"Baiklah. Ada apa? Kalau enggak ada yang penting, aku tutup teleponnya."
"Apa kita bisa bertemu?" tanya Anastasya serius, yang sempat didiami oleh lawan bicaranya.
"Untuk apa?"
"Ada sesuatu hal yang harus aku sampaikan."
"Kapan dan di mana?"
"Sore ini di kafe melati."
"Aku harap ini benar-benar penting," ujar Sinta terdengar tegas, yang bisa Anastasya mengerti.
"Iya, kalau menurutku ini sangat penting. Jam tiga sore, aku tunggu kamu di sana." Anastasya menjawab tak kalah seriusnya.
"Oke." Suara Sinta mengakhiri obrolan mereka, sedangkan Anastasya hanya menghela nafas dengan tatapan mata dinginnya, ia tidak akan membiarkan Rehan jatuh kembali ke pelukan Sinta, karena Rehan cuma miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...