Part 18
Veronica dan suaminya memasuki ruangan tempat Anastasya dirawat, di sana dokter sedang menunggu mereka untuk memberi penjelasan. Sedangkan Anastasya sendiri sudah siuman, meskipun wajahnya tampak memiliki banyak pikiran.
"Bagaimana dengan keadaan menantu kami, Dok? Apa dia baik-baik saja? Lalu bagaimana dengan kandungannya?" tanya Veronica terdengar khawatir, yang disenyumi oleh sang dokter.
"Untungnya janin yang berada di kandungan pasien kondisinya baik-baik saja, tapi kalau untuk pasien sendiri kondisi tubuhnya masih lemah."
"Kalau saya boleh tahu, menantu saya kenapa bisa pingsan ya, Dok?"
"Sepertinya pasien terlalu setres, saya harap kedepannya pihak keluarga jangan memberinya kabar buruk atau semacamnya, tunggu saja sampai kondisinya benar-benar baik."
"Begitu ya, Dok? Terima kasih ya."
"Iya, kalau begitu saya permisi dulu."
"Iya, Dok." Veronica mengangguk sopan begitupun dengan suaminya, setelah dokter dan perawatnya pergi, mereka berjalan menghampiri Anastasya yang masih terbaring.
"Di mana Rehan, Ma, Pa?" tanyanya dengan nada lemas, sedangkan mereka yang ditanya justru memandang satu sama lain, seolah bingung harus menjawab bagaimana.
"Rehan masih pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang yang kamu perlukan selama kamu dirawat di sini." Veronica menjawab bohong, namun bibirnya berusaha tersenyum agar semuanya tampak baik-baik saja.
"Mama bohong kan? Rehan pulang untuk mengemasi barang-barang dia sendiri kan? Tadi Rehan ingin pergi dari rumah, Ma. Dia juga bilang akan menceraikan aku." Anastasya kembali menitikkan air matanya, membuat kedua orang tua Rehan merasa sangat bersalah.
"Enggak kok. Rehan enggak pergi dari rumah, dia juga enggak akan menceraikan kamu. Jadi kamu jangan berpikiran buruk ya? Kamu pikirkan saja janin yang berada di kandungan kamu sekarang, dia butuh kamu." Veronica mengusap lembut rambut Anastasya yang tampak tak percaya dengan ucapannya.
"Rehan juga bilang kalau dia mau kembali dengan mantan istrinya, Ma. Aku enggak mau kehilangan Rehan, aku cinta sama dia, Ma. Tapi kenapa dia lebih memilih wanita itu dari pada aku? Kenapa, Ma?"
"Sudah, Anastasya. Kamu jangan berpikiran buruk dulu dengan Rehan, tadi Papa sudah memberi dia pengertian, berdoa saja Rehan bisa mengerti dan berubah pikiran ya?" Mertua lelakinya menyahut tulus, namun Anastasya masih tampak ragu memercayainya.
"Tapi kenapa sekarang Rehan pergi, Ma? Seharusnya dia menungguku siuman dan menemuiku dulu kan? Apa dia benar-benar sudah enggak peduli denganku dan anak ini?" Anastasya mengusap perutnya, sedangkan air matanya masih mengalir di wajahnya.
"Tadi Rehan bilang ingin menenangkan diri, kamu tunggu saja dia kembali, Papa yakin Rehan enggak akan menceraikan kamu apalagi kembali dengan mantan istrinya lagi." Mertua lelakinya memberi Anastasya pengertian, yang sedikit membantu perasaannya untuk tenang.
"Iya, Pa." Anastasya menjawab pasrah, ia berharap ucapan mertuanya itu memang benar adanya.
***
Beberapa hari kemudian, Anastasya sudah bisa pulang ke rumah Rehan, namun lelaki itu tidak ada di sana. Padahal selama Anastasya dirawat, suaminya itu tidak pernah menjenguk, bahkan saat Anastasya bertanya dia di mana pada orang tuanya, mereka menjawab kalau Rehan berada di rumah.
"Mama bilang Rehan ada di rumah, tapi kenapa sekarang dia enggak ada, Ma?" tanya Anastasya dengan nada lirih seolah dirinya anak kecil yang sering dibohongi, merasa sakit hati namun tidak ada yang bisa ia lakukan selain diam dan menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...