Part 13
Rehan mengerjapkan matanya beberapa kali, masih tidak mengerti dengan kotak yang berisikan ratusan alat tes kehamilan. Bila diperhatikan lagi, semua alat tes itu memperlihatkan garis satu yang berarti negatif, itu artinya semua sudah digunakan oleh seseorang.
"Apa ini milik Sinta?" gumam Rehan tak yakin.
"Tapi untuk apa? Bukannya Sinta enggak mau hamil, seharusnya dia enggak butuh alat tes ini." Rehan terus berpikir keras, sampai ia sadar akan sesuatu hal.
"Sebelum ini aku juga belum pernah mengantarkan Sinta suntik pencegah kehamilan ataupun meminum pil KB. Yang aku tahu, Sinta ke rumah sakit sebulan sekali, lalu apa arti semua alat tes ini? Kenapa Sinta memakainya? Apa sebenarnya dia juga ingin hamil?" Rehan mungkin masih belum mengerti dengan apa yang terjadi, namun ia mulai paham dengan kebohongan yang Sinta tutupi.
"Sebenarnya apa yang Sinta sembunyikan dariku selama ini?" Rehan semakin ingin mencari tahu, ia bahkan membuka seluruh laci meja yang tersisa, namun ia justru menemukan banyak obat di sana.
"Apa semua ini milik Sinta? Tapi ini bukan obat pencegah kehamilan, lalu untuk apa Sinta meminumnya?" Rehan semakin frustasi dengan apa yang terjadi, merasa banyak yang belum ia ketahui.
"Aku harus memeriksanya ke rumah sakit, aku harus tahu obat apa yang Sinta minum selama ini?" Rehan membawa semua obat itu lalu bergegas keluar dari kamar, namun saat berada di lantai bawah, langkahnya dicegah oleh Anastasya.
"Kamu mau ke mana, Re?"
"Aku harus pergi sebentar."
"Ke mana? Ke rumah Sinta?"
"Bukan."
"Ya sudah kalau begitu aku ikut, aku mau tahu kamu mau ke mana?" Anastasya melebarkan lengannya, seolah tidak memberi Rehan jalan.
"Aku ada urusan mendesak, jadi tolong jangan cegah aku!" Rehan berujar serius, namun Anastasya menggeleng kuat, merasa tidak bisa membiarkan Rehan pergi dari hadapannya.
"Aku akan membiarkan kamu pergi, asalkan aku ikut bersama kamu."
"Kalau kamu masih bersikap seperti ini, aku enggak akan segan-segan menceraikan kamu besok. Aku pergi," ujar Rehan serius yang berhasil mendiamkan Anastasya, lalu pergi meninggalkan wanita itu begitu saja, tanpa peduli bagaimana dia menangis karena sikapnya.
***
Di sebuah apotek rumah sakit, Rehan menunggu hasil pemeriksaan para apoteker yang tengah mencari tahu, sebenarnya obat apa yang Rehan temukan di kamarnya. Tak lama menunggu, seorang wanita keluar dari ruangan dan berjalan ke arahnya. Rehan yang melihatnya langsung berdiri dan menatapnya dengan mata tak sabar.
"Apa Anda sudah tahu obat ini untuk penyakit apa? Saya sangat membutuhkan informasinya."
"Biasanya obat ini digunakan untuk penyakit tumor, tapi saya kurang yakin tumor apa? Karena ada beberapa obat yang sama, yang bisa digunakan untuk penyakit tumor berbeda." Wanita itu menjawab kurang yakin.
"Tumor? Apa Anda yakin? Karena setahu saya, orang terdekat saya yang meminum obat ini tidak pernah memperlihatkan gejala sakit apapun."
"Kalau Anda tidak yakin, tanyakan saja pada orang terdekat Anda itu, obat untuk penyakit apa yang dia minum?"
"Iya, Bu. Terima kasih informasinya." Rehan mengangguk sopan, ia tidak akan menanyakan obat itu ke Sinta, sebelum ia benar-benar tahu obat apa yang wanita itu minum.
"Iya."
Rehan hanya tersenyum tipis saat wanita yang membantunya pergi dari hadapannya, lalu ia mencari ponselnya untuk menghubungi temannya yang bekerja sebagai dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...