Part 10
Sinta terdiam mendengar kisah yang Jonathan katakan, kisah yang hampir sama dengannya, namun berbeda dari segi hubungan. Jonathan juga berkata andai mantan kekasihnya itu mengatakan yang sebenarnya, dia pasti akan memperjuangkannya dengan caranya.
Lalu Sinta berpikir ulang sekarang, bila ia mengatakan masalahnya pada Rehan dulu, apa lelaki itu tidak akan berselingkuh. Namun lagi-lagi Sinta berpikir untuk apa ia mengatakannya sekarang, semua juga terlambat sama seperti kisah Jonathan.
"Intinya kamu berhak menceritakan apapun masalah kamu, jangan pernah berpikir untuk memendamnya sendiri, karena kamu enggak pernah tahu apa yang orang lain khawatirkan tentang kamu. Kamu juga berhak meluapkan isi hati kamu ke orang lain yang kamu percaya, selagi kamu yakin orang itu bisa membuat kamu merasa lebih baik, bukan merasa sebaliknya. Jadi apa kamu yakin aku bisa membuat kamu merasa lebih baik kalau kamu menceritakan masalah kamu?" Jonathan bertanya ke arah Sinta, yang tampak ragu sekarang.
"Kalau kamu enggak yakin juga enggak apa-apa, kamu enggak harus menceritakannya. Tapi kalau kamu ada masalah, aku harap kamu jangan memendamnya sendiri ya? Setidaknya orang tua kamu harus tahu yang paling pertama." Jonathan menyunggingkan senyumnya, membuat Sinta turut merespon dengan cara yang sama.
"Apa kamu juga tipe orang seperti itu? Selalu menceritakan masalah kamu ke orang tuamu?" tanya Sinta yang langsung Jonathan angguki.
"Iya. Sejak kecil aku sudah terbiasa terbuka dengan kedua orang tuaku terutama ke Mama, bahkan aku pernah dikira anak manja, saking dekatnya aku dengan mereka."
"Begitu ya?" jawab Sinta yang justru terdengar sendu sekarang.
"Iya, kamu sendiri sudah menceritakan masalahmu ke orang tua kamu?"
"Sudah."
"Apa jawaban mereka?"
"Mereka bisa mengerti."
"Lalu bagaimana dengan orang yang belum tahu masalah kamu?"
"Seperti yang kamu tahu, mantan suamiku berselingkuh dan mantan mertuaku menghinaku cuma karena aku enggak mau hamil." Sinta tampak kian sendu saat mengatakan semua itu. Sedangkan Jonathan justru terdiam, menurutnya tidak seharusnya ia menanyakan hal itu pada Sinta.
"Aku minta maaf, kalau ucapanku justru menyinggung perasaan kamu."
"Enggak apa-apa ...."
"Kalau kamu percaya denganku, kamu bisa menceritakan masalah kamu. Aku enggak akan menyalahkan sikap kamu, karena aku yakin kamu pasti memiliki alasan kuat kenapa kamu enggak mau hamil."
"Sebenarnya aku sangat ingin punya anak, tapi sayangnya aku punya penyakit tumor rahim, karena itu lah aku sulit hamil." Sinta berujar jujur, yang tentu saja sempat membuat Jonathan terkejut.
"Apa? Tumor rahim? Lalu bagaimana dengan mantan suami kamu, apa dia belum tahu kondisi kamu yang sekarang?" tanya Jonathan yang digelengi kepala oleh Sinta.
"Aku harap dia enggak pernah tahu."
"Kenapa? Kalau kamu mengatakan yang sebenarnya, mungkin saja dia bisa mengerti."
"Memangnya kenapa kalau dia bisa mengerti? Apa semua itu bisa memutar masa lalu dan dia enggak berselingkuh? Kenyataan enggak bisa. Meskipun aku mengatakan yang sebenarnya, aku dan dia enggak akan bisa kembali bersama, karena sekarang dia sudah bahagia dengan istrinya yang sebentar lagi akan melahirkan anaknya." Sinta menyahut serius, yang diangguki mengerti oleh Jonathan.
"Kalau mereka tahu kamu memiliki penyakit, setidaknya kamu enggak akan terlihat egois cuma karena kamu enggak mau hamil."
"Apa penilaian mereka tentangku yang sekarang sangat penting?" tanya Sinta kali ini, yang langsung Jonathan gelengi kepala dengan polosnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second mate (TAMAT)
RomanceMengikhlaskan seorang suami untuk selingkuhannya, tentu saja sangat sulit untuk dilakukan semua wanita, tak terkecuali Sinta. Namun saat ia sadar kekurangannya, rasa sakit hati itu tenggelam dan menghilang. Sinta lebih memilih pergi dan merelakan. K...