Part 19

1.9K 84 1
                                    

Part 19

Sinta menyunggingkan senyumnya ke arah mamanya saat ia baru saja turun dari lantai atas rumahnya, penampilannya juga tampak cantik dan menawan sekarang. Sebagai seorang ibu, tentu saja mamanya merasa heran, sebelum ini putrinya itu hampir tidak pernah keluar rumah dengan penampilan rapi dan cantik seperti sekarang.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya setelah putrinya mendekat ke arahnya.

"Aku mau pergi dulu, Ma."

"Iya. Ke mana? Terus sama siapa? Bukan sama Rehan kan?" Belum putrinya menjawab, ekspresi wajah mamanya sudah terlihat cemas.

"Bukanlah, Ma." Sinta mengelak dengan tersenyum, senyum tulus yang baru mamanya lihat setelah beberapa Minggu terakhir.

"Terus kamu mau pergi dengan siapa?"

"Dengan Jonathan, Ma. Aku mau traktir dia makan siang, gara-gara dia beberapa hari ini Rehan sudah enggak menggangguku lagi."

"Oh iya, Mama baru sadar kalau Rehan memang sudah enggak ke sini lagi, padahal terakhir dia sempat memohon ke kamu untuk kembali kan?"

"Iya, Ma. Itu gara-gara Jonathan mengaku sebagai calon suamiku, aku juga memberi Rehan pengertian kalau enggak seharusnya dia bisa bersikap seenaknya sekarang, apalagi Anastasya sedang hamil dan akan melahirkan. Aku harap Rehan enggak lagi menggangguku, karena dia memang sudah paham dengan maksud ucapanku." Sinta berujar sendu, yang disenyumi oleh mamanya.

"Ya, semoga saja Rehan bisa mengerti. Sekarang giliran kamu yang mencari kebahagiaan kamu sendiri, cari lelaki yang bisa menerima kamu apa adanya, yang membuat kamu merasa bahagia di dekat dia."

"Aku belum terlalu memikirkan itu, Ma. Aku cuma ingin menikmati hidupku yang sekarang tanpa harus memikirkan hal-hal kurang penting." Sinta menyunggingkan senyumnya, yang bisa dimengerti mamanya.

"Mama bisa mengerti keinginan kamu. Oh ya kamu akan berangkat sekarang atau nanti? Apa Jonathan akan menjemput kamu ke rumah?"

"Enggak, Ma. Sebenarnya dia juga mau menjemputku, tapi aku tolak, aku enggak mau merepotkan dia lagi, jadi aku memutuskan untuk naik mobil sendiri."

"Memangnya kamu enggak apa-apa naik mobil sendiri?"

"Enggak apa-apa lah, Ma."

"Ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan ya?"

"Iya, Ma. Aku pergi dulu." Sinta mengecup pipi mamanya lalu pergi keluar rumah, meninggalkan mamanya yang tersenyum lega bisa melihatnya hidup lebih tenang dari sebelumnya.

Sinta memasuki mobilnya dan mulai menyetir ke arah tujuannya. Selama di perjalanan Sinta merasa semua baik-baik saja, bibirnya bahkan sering tersenyum seolah tak memiliki beban lagi di hidupnya, begitupun dengan hatinya yang entah kenapa merasa tidak sabar akan bertemu dengan Jonathan.

Semakin lama, Sinta merasa ada yang aneh dengan mobil warna hitam yang sedari tadi terus berada di belakangnya. Mobil itu tidak pernah menyalipnya, padahal sebelum ini Sinta sudah melihatnya berada di lingkungan rumahnya.

Sinta memelankan mobilnya, namun mobil yang berada di belakangnya turut memelan seolah memang berniat mengikuti mobil yang dikendarainya. Sinta yang merasa ada yang salah, tentu saja merasa bingung dan gelisah, ia tidak tahu harus berbuat apa. Sampai saat Sinta berpikir untuk menghubungi Jonathan, ia mengambil ponselnya sembari terus fokus dengan menyetirnya.

"Jonathan, kamu ada di mana?" tanya Sinta cepat setelah terdengar nada tersambung.

"Aku baru sampai di parkiran mall, kamu sendiri masih ada di mana?"

Second mate (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang